Jihan Alessa. Gadis ceria yang selalu mengejar cinta lelaki bernama Abintang Sagara.
Namun, ternyata perasaannya itu justru menambah luka di hidupnya. Hubungan yang seharusnya manis justru berakhir pahit. Mereka sama-sama memiliki luka, tetapi tanpa sadar mereka juga saling melukai karena itu.
"Suka lo itu bikin capek ya."
"Gue nggak pernah minta lo suka gue."
Rumah yang seharusnya tempat paling aman untuk singgah, justru menjadi tempat yang paling bahaya bagi Jihan. Dunia seakan mempermainkan hidupnya bagai badai menerjang sebuah pohon rapuh yang berharap tetap kokoh.
"Kamu adalah kesialan yang lahir!"
Itulah yang sering Jihan dengar.
Pada akhirnya aku pergi—Jihan Alessa
__________
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Affara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sincerity
Mempertahankan lengkung bibir indahmu itu mudah. Namun saat aku berusaha membuka hatimu, kenapa pintu itu justru tertutup rapat? Kelvino Altares
Wanita itu sulit di jelaskan, ya?
Namun, mereka adalah permata paling indah di bumi ini— Kevin.
“Even in a shattered life, laughter finds a crack to slip through.”
Bahkan dalam hidup yang hancur, tawa tetap bisa menyelinap masuk.
...__________...
UKS yang tadinya hanya bau minyak kayu putih dan suara kipas kini berubah jadi ruang santai penuh tawa dan candaan. Suasana mendadak ringan, seperti beban yang tadi menekan semua orang mendadak lepas begitu Jihan membuka mata.
Hati Jihan menghangat. Sekumpulan lelaki yang dulu ia takuti, justru sekarang yang menjadi teman terbaiknya saat ia sedang rapuh. Gadis itu mulai sadar, jika Daevas tidak sejahat yang ia kira.
"Hehh!! Ini tuh karya seni tahu gak!"
Iqbal sedang sibuk dengan ponselnya yang hampir di rebut Jihan, karena kesal dia memotret wajah Jihan tanpa izin, dan menjadikannya stiker meme.
Siapa yang tidak marah jika aib nya dijadikan stiker seenaknya.
"IQBAL IHHH!! HAPUS GAK!! GUE JAMBAK YA LO LAMA-LAMA!!" Seru Jihan dengan suara cempreng yang menggelar, membuat semua orang menutup telinga budeg.
Iqbal mengusap telinganya tabah. "Astaga, Han. Gue cuma jadiin stiker doang. Lagian masih cakep kok muka lu, cuma mirip aja dikit sama Santi," Sahut cowok itu mematikan ponselnya supaya Jihan tidak bisa membuka sandi layarnya.
"Santi?" Bingung Avan.
Reksa meliriknya sekilas. "Monyetnya pak Leon," Celetukannya singkat.
Mata Jihan membulat. "IQBAL SIALAN!!" Teriaknya muak mendengar cekikikan kecil Iqbal. "Hapus gak! Muka gue jelekk bangett di situ!! IHH LO NYEBELIN BANGET SIH RENGGINANG!!" Protes Jihan, lama-lama lelah menghadapi kelakuan lelaki berwajah kalem itu.
Jangan menilai seseorang dari luarnya.
Avan beranjak berdiri, menggeret kursi besi di tangannya lalu duduk di sebelah ranjang Jihan. Bria meliriknya jengah, di saat seperti ini justru Avan malah mencari kesempatan untuk mendekati Jihan.
"Udah, Han. Dia emang otak miring. Liat aja wallpaper nya cewek montok, mana 2D lagi," Sahut Aksa menggelengkan kepala miris, saat tak sengaja mengitip.
Iqbal mendelik tajam pada Aksa yang tertawa ngakak. Ia mencibir, "Dari pada lo! Tiap hari gonta-ganti cewek!"
Skakmat!
Semua orang tak bisa menahan gelak tawanya, bahkan Reksa ikut terkekeh kecil meski jarang menunjukkan nya.
"Mampus lo! Mang enak di sindir Iqbal?!" Seru Avan menghujat kembarannya itu. Meskipun Aksa adalah abangnya, tapi Avan suka sekali jika menistakan Aksa secara spontan.
Aksa memutar matanya malas. Tidak asik sekali jika membawa-bawa sikap nakalnya. Walaupun dia tidak tersinggung, karena sudah terbiasa di sindir oleh mereka.
"Biarin, dari ada kalian, jomblo ngenes! Yahh kasian gak laku!" Ejeknya balik.
Brian menatapnya sinis. Menunjukkan ekspresi mual. "Murahan kok bangga!" Celetuk Reksa menusuk.
Terdengar sorakan kemenangan dari yang lain. "Beuhh dengerin ituuu Broo! Mu.Ra.Han!!!" Tekan Avan dengan muka tengil menyebalkan.
"Eaaaa!!"
Aksa berdecak sebal, "Udah lah! Males gue dinistain mulu! Ngambek adek bang!! Gak mau makan sejam!" ia mulai duduk sedikit menjauh dari teman-temannya. Hal yang sering ia lakukan ketika sedang badmood.
Jihan tak henti-hentinya melengkungkan senyum di bibirnya. Jika orang mengira ini adalah kebisingan, maka bagi Jihan, ini adalah sebuah warna terang yang terpoles di hatinya yang gelap gulita.
Brak!
Tiba-tiba suara pintu UKS terbuka lebar, membuat semua orang menoleh terkejut. Sosok Kevin berdiri diam, dengan tatapan dingin yang jarang mereka lihat.
"Udah seneng-senengnya? Bisa pergi dulu?" Usirnya tenang kepada para temannya.
Suasana menjadi lebih canggung, Daevas saling adu pandang. Terlihat bimbang ketika melihat sorot mata Kevin yang membunuh.
Namun, ketika pandangan Kevin bertemu dengan netra teduh Jihan, ekspresinya berubah dalam sekejap. Lebih lembut dan penuh makna dari matanya yang gelap.
"Gue hitung dari tiga, kalo gak keluar kalian terima akibatnya." Tatapan Kevin menyapu. Mengintimidasi.
"Satu—"