NovelToon NovelToon
Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.

Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.

Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 27

Perjalanan pertama mereka dimulai seminggu setelah klub investigasi spiritual resmi terbentuk. Dengan izin khusus dari kepala sekolah Purnama Jaya dan dukungan Yayasan Pendidikan Kota, mereka berenam berangkat menuju SMA Tunas Harapan yang terletak di sebuah kota kecil dua jam dari tempat mereka.

Kirana duduk di bangku dekat jendela mobil mini bus. Peta, buku catatan, dan kamera kecil tergantung di lehernya. Sementara Jalu dan Radit duduk paling belakang, sibuk mengecek baterai alat perekam suara dan kamera inframerah.

"Gimana, Dir? Dapat info akuratnya?" tanya Kezia dari kursi depan.

Diriya membuka map berisi print-out laporan yang dikumpulkan selama seminggu.

"Tiga siswa hilang lima tahun lalu. Semuanya dari kelas yang sama. Kelas 12 IPA 1. Mereka hilang di hari yang sama. Anehnya, sekolah tetap beroperasi seperti biasa. Tidak ada pencarian massal, tidak ada liputan media."

Nila menambahkan, "Dan lebih anehnya lagi, setelah itu sekolah mendadak direnovasi. Kelas mereka ditutup. Jadi gudang sekarang."

Kirana menatap ke luar jendela. "Terlalu banyak kesamaan dengan kasus kita."

---

Sesampainya di SMA Tunas Harapan, mereka disambut hangat oleh Bu Ratri, guru sejarah yang sudah tua dan berkacamata tebal. Wajahnya ramah, tapi tatapan matanya menyimpan sesuatu.

"Kami sudah diberitahu soal tujuan kalian," ujarnya lembut. "Tapi saya sarankan jangan terlalu menggali terlalu dalam. Yang sudah berlalu... biarlah terkubur."

Kirana menatapnya tenang. "Kami datang bukan untuk mengganggu. Tapi agar tidak ada lagi yang hilang."

---

Sore hari, mereka menyusuri bangunan sekolah. Gudang yang dulunya kelas 12 IPA 1 ada di ujung lorong barat. Cat temboknya mengelupas. Gembok karatan menggantung di pintunya.

"Radit, siap?" bisik Jalu.

Radit mengangguk dan mengeluarkan kunci duplikat yang diberi penjaga sekolah. Mereka membuka pintu pelan.

Begitu pintu terbuka, aroma lembap dan debu menyergap. Ruangan itu gelap. Hanya beberapa meja tua tersusun tak rapi. Di sudut ruangan, ada papan tulis penuh coretan samar.

Dan di tengah-tengah lantai... terukir angka 3 besar.

"Kenapa angka tiga?" tanya Diriya pelan.

"Tiga siswa yang hilang?" duga Nila.

Kirana melangkah ke papan tulis. Di sana tertulis kalimat nyaris pudar:

"Kau yang membaca ini, jangan duduk di bangku nomor tiga."

Radit langsung menyorot bangku nomor tiga. Kursi itu... menghadap ke belakang. Tak seperti yang lain.

Saat Kezia mendekat, perekam suara di genggamannya berdengung.

(rekaman) "Tolong... tolong... kami tidak pernah pulang..."

Semua terpaku.

Lalu tiba-tiba, suara keras menggema, "KEMBALI."

Bangku nomor tiga bergeser sendiri. Papan tulis bergemetar.

Dan dari pojok ruangan, asap hitam mulai membentuk siluet manusia.

---

"Kirana... kita harus keluar sekarang!" seru Radit.

Namun Kirana tetap berdiri di tempatnya. Tatapannya tajam, tidak takut.

"Kami datang untuk bicara. Bukan untuk mengusik. Siapa kalian? Apa yang membuat kalian marah?"

Siluet itu mulai menampakkan wajah. Seorang siswa. Pucat. Mata bolong. Seragam penuh darah.

"Aku... Adrian. Kami dikorbankan. Kami tahu terlalu banyak. Kami bukan hilang. Kami dikubur."

---

Diriya menahan napas. "Siapa yang melakukan ini padamu?"

Adrian menunjuk ke arah papan tulis. Dan di sana, mulai muncul nama:

"R. Sumitra."ini

"Bu Ratri?" Mereka saling pandang. Dunia mereka baru saja terbuka sedikit lebih lebar... dan lebih gelap.

---

Malam itu mereka menginap di rumah dinas yang disediakan sekolah. Rumahnya tua, berdinding kayu, dan bersebelahan dengan perpustakaan sekolah. Heningnya malam tak mampu menenangkan kegelisahan yang bergema di benak masing-masing dari mereka.

"R. Sumitra itu pasti Bu Ratri, kan?" Jalu membuka pembicaraan.

Radit mengangguk. "Kalau iya, berarti dia tahu atau... terlibat."

"Atau mungkin dipaksa ikut?" Diriya menambahkan, mencoba melihat dari sisi lain.

Kirana duduk di dekat jendela sambil menatap ke arah pepohonan gelap di luar. "Besok, aku mau bicara langsung sama Bu Ratri. Tapi tidak sebagai murid, sebagai penyelidik."

---

Pagi harinya, Kirana menemui Bu Ratri di ruang guru. Wanita tua itu sedang menyusun buku-buku lama di rak.

"Bu Ratri, saya ingin tahu tentang kelas 12 IPA 1, tahun 2018."

Tangan Bu Ratri berhenti di tengah tumpukan buku. Bahunya menegang sesaat, lalu dia pelan-pelan menoleh.

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Karena saya bertemu Adrian," kata Kirana, langsung.

Seketika, wajah Bu Ratri memucat.

"Kau... melihatnya?"

"Dia bilang mereka dikubur. Dan nama Ibu yang tertulis di papan tulis."

Bu Ratri menarik napas panjang. Ia duduk di kursi dan menunduk lama. "Aku tidak membunuh mereka. Tapi aku juga tidak menghentikannya."

Kirana duduk di depannya, tenang. "Apa maksud Ibu?"

"Kepala sekolah saat itu, Pak Seno, menjalankan sebuah ritual lama. Katanya untuk keselamatan sekolah. Setiap lima tahun, harus ada tiga siswa yang 'disingkirkan' dari sistem. Dianggap sebagai bagian dari pengusiran energi buruk. Aku... melihat mereka dibawa ke ruang bawah tanah. Aku... diam saja."

"Kenapa tidak lapor?"

"Karena aku takut. Kepala sekolah punya koneksi. Bahkan orang tua siswa waktu itu memilih diam."

Kirana menggenggam tangan Bu Ratri. "Kami bisa bantu. Tapi kami butuh akses ke ruang bawah tanah itu."

Bu Ratri mengangguk pelan. "Kunci ada padaku. Tapi berhati-hatilah. Tempat itu... tidak hanya menyimpan jasad. Tapi dendam yang membeku."

---

Malam itu mereka berenam kembali ke sekolah. Dengan kunci dari Bu Ratri, mereka membuka pintu kecil di balik perpustakaan yang mengarah ke lorong bawah tanah.

Lorong itu sempit, seperti gua. Di ujung lorong, mereka menemukan ruang batu. Di dalamnya... tiga peti kayu kecil. Sudah terbuka.

Tapi yang mengejutkan adalah dinding batu tempat terukir tulisan:

"Yang dikorbankan akan kembali dengan kemarahan. Hanya suara kebenaran yang bisa mengantarkan mereka pulang."

Dan di bawah tulisan itu, tergantung tiga foto siswa: Adrian, Hadi, dan Seno—dengan tulisan merah: "Mereka Belum Pergi."

Kirana melangkah ke tengah ruangan. "Adrian... kami di sini. Jika kalian ingin bicara... bicara sekarang."

Udara mendadak dingin. Tiga sosok muncul perlahan dari dinding. Mereka tidak menyeramkan. Justru wajah mereka terlihat tenang... lelah.

Adrian membuka mulut:

"Bakar catatan kepala sekolah lama. Dan hapuskan bangku nomor tiga. Selama itu ada, pintu ini tidak akan pernah tertutup."

---

Pagi harinya, mereka menemui Bu Ratri dan bersama-sama mencari arsip lama kepala sekolah di ruang brankas. Semua berkas, buku catatan dan jurnal, mereka kumpulkan dan bakar di lapangan belakang.

Bangku nomor tiga yang dipisahkan dan disakralkan juga mereka hancurkan bersama tukang kayu.

Dan saat malam datang... Suara-suara menghilang. Tak ada lagi penampakan. Tak ada lagi jeritan dari dalam gudang tua.

---

"Mereka sudah pulang," kata Kirana sambil menatap langit malam.

Radit menggenggam tangannya. "Dan kita siap ke tempat berikutnya."

bersambung

1
Wulan Sari
lanjut bikin penasaran
SecretS
lanjut kak, lagi seru loh ini !!!!
Husein
kereeennnn 👍👍
Tiara Bella
wow author kesana kemari bawa cerita seru....semangat ya
MARQUES
cerita sangat bagus kalau bs lanjutkan terus pertualangan Kirana tanpa ada cinta cintaan thor biar cerita ny makin menarik trus untuk di baca sekian saran saya thor 🙏😄
Cindy
lanjut kak
mustika ikha
penasaran thor kelanjutannya, /Determined//Determined//Determined//Determined/
Tiara Bella
takut bacanya tp penasaran hehehhee.....
Tiara Bella
berasa lg nnton sinetron sh....
Wulan Sari
ayo lanjut lagi anak indigo mengatasi apa lagi semangat 💪 Thor 👍
Wulan Sari
critanya menarik membuat kadang terbayang sendiri gimana kalau kenyataan🙂
semangat Thor berkarya itu tidak mudah salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️🙂🙏
Tiara Bella
jantung Aman pemirsah.....wkwkwkkww
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Cindy
lanjut kak
RA
ceritanya seru, lanjutttt dan semangat
RA
semangat
Sribundanya Gifran
lanjut
mustika ikha
berasa ikut ke dalam cerita dengan cerita yg menakutkan diikuti suara musik horor atau gamelan yg mistis, thor ceritanya menakutkan tapi membuat penasaran, jd lanjutkan/Joyful/
Wulan Sari
semangat Kirana kamu pasti bisa menyesuaikan semua keseimbangan dunia ayoooo, ....
lanjutkan Thor semangat 💪 salam sehat selalu 👍❤️🙂🙏
Wulan Sari
seru lanjutkan Thor semangat 💪👍 trimakasih 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!