NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Kecelakaan di Pabrik

Beberapa hari setelah kembali ke desa, kondisi Raden Mas Mahesa sudah pulih sepenuhnya. Ia juga sudah mulai beraktifitas seperti biasa.

Anaya sendiri juga sudah mulai sibuk di Pabriknya. Saat ini, Pabriknya sedang kebanjiran orderan keripik sayur yang sedang di gandrungi oleh masyarakat.

"Aku antar saja ke Pabriknya, Dek Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Mas mau ke Pabrik juga?" Tanya Anaya.

"Pripun, Sayang? (Gimana, Sayang?)" Raden Mas Mahesa meminta Istrinya mengulang pertanyaan.

"Mas mau ke Pabrik juga? Pabrik yang mana?" Anaya menambah pertanyaannya.

"Tiba - tiba ganti panggilan." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat mereka berdua tertawa.

"Mas mau ke Pabrik pakan ternak, Sayang. Pabrik kekurangan stok jagung. Mas mau cari jagung ke petani - petani." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Ah, aku ingat ada teman Ayah yang punya kebun jagung luas, Mas. Tapi lumayan jauh sih, mungkin sekitar dua jam perjalanan kalau dari desa." Kata Anaya.

"Kamu ada kontaknya?" Tanya Raden Mas Mahesa.

"Aku cari di ponsel Ayah dulu ya, Mas." Kata Anaya yang langsung berlalu menuju ke kamar untuk mengambil ponsel Ayahnya.

Setelah cukup lama mencari kontak teman Ayah Suteja, Anaya keluar dari kamar dengan membawa secarik kertas berisikan nomor ponsel orang yang ia maksud. Tak hanya itu, ia juga mambawa tas berisi bekal makanan juga camilan untuk Suaminya.

"Raden Mas..."

"Kenapa berubah lagi manggilnya?" Tanya Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya tertawa.

"Maaf - maaf. Mas ini nomor ponsel teman Ayah, namanya Om Luki." Ujar Anaya.

"Wihh, masih muda ya? Keren juga namanya." Kata Raden Mas Mahesa yang justru salah fokus dengan nama teman Ayah Suteja.

"Seumuran Ayah, sepertinya. Aku biasanya manggilnya Om Luki, namanya sih Lukito." Kata Anaya yang membuat Raden Mas Mahesa tertawa.

"Kenapa kok malah ketawa sih, Mas? Nama orang tua kok di ketawain, gak sopan." Omel Anaya.

"Gara - gara kamu, Dek Ayu. Manggilnya keren, kirain beneran keren. Misal Luki Wijaya atau Luki Widianto, taunya Luki... To." Cicit Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya ikut tertawa.

"Sudah - sudah, nanti Mas telfon saja Om Luki. Ayo kita berangkat." Ajak Anaya.

"Sendiko dawuh, Raden Ayu Anaya Tunggadewi." Jawab Raden Mas Mahesa sembari meraih tangan Istrinya dan menggandengnya.

"Loh, Mbak Tika gak ikut, Dek Ayu?" Tanya Raden Mas Mahesa.

"Nanti Mbak Tika menyusul. Masih ada kerjaan di rumah." Jawab Anaya.

Keduanya kemudian segera masuk ke dalam mobil yang sudah di siapkan oleh Jaka. Jaka dan Raka pun sudah menunggu di sana. Sesampainya di Pabrik, Anaya bergegas turun setelah menyalami dan mencium Suaminya.

"Jangan telat makan siang, Raden Mas. Ini nasi, sayur dan lauk. Ada roti dan buah untuk camilan juga." Kata Anaya.

"Njih, Sayangku. Hati - hati kalau sedang lihat - lihat Pabrik njih, Dek Ayu." Pesan Raden Mas Mahesa.

"Iya, Raden Mas. Aku masuk dulu, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Raden Mas Mahesa.

Tak langsung beranjak, Raden Mas Mahesa masih memandangi punggung istrinya yang menyapa karyawannya dengan ramah. Raden Mas Mahesa baru meninggalkan halaman Pabrik setelah Anaya masuk ke dalam.

"Assalamualaikum." Ucap Anaya ketika memasuki ruangan kecil tempatnya dan Andini bekerja.

"Waalaikumsalam, Raden Ayu." Jawab Andini yang sudah ada di sana.

"Sudah dari tadi ya, Ndin?" Tanya Anaya.

"Barusan kok, Raden Ayu." Jawab Andini.

Keduanya kemudian bercakap - cakap sejenak sebelum membahas mengenai pekerjaan. Anaya bersyukur karna ada Andini yang membantunya. Andini adalah gadis rajin yang benar - benar bisa di percaya untuk mengurus Pabrik jika Anaya sedang tak berada di tempat.

Setelah membahas mengenai pembelian, Anaya kemudian beranjak untuk melihat proses produksi di pabrik. Tak Sendiri, tentu saja ia di temani oleh Andini. Anaya memeriksa semua proses produksi, mulai dari bahan baku hingga sampai di pengovenan.

"Awas Raden Ayu!" Seru Mbak Tika yang baru datang.

Bruuuk!

"Aaawww! Astaghfirullah. Sssshhh Ya Allah." Seru Anaya yang merasakan sakit di tangannya setelah tangannya menabrak oven besar.

"Ya Allah, Ngapunten, Raden Ayu. Aku gak sengaja." Ujar Andini yang tersandung lalu tak sengaja mendorong Anaya hingga menyenggol oven besar yang sedang beroprasi.

Mbak Tika yang baru datang, langsung berlari menghampiri Anaya yang meringis kesakitan. Sementara itu, para pekerja pun heboh mengelilingi Anaya yang terluka.

"Mbak Andini ini bagaimana sih? Harusnya bisa berhati - hati kalau sedang berada di dekat oven." Omel Mbak Tika.

"Maaf, Mbak Tika aku kesandung." Jawab Andini.

"Sudah Mbak Tika, gak apa - apa. Jangan marahi Andini, dia gak sengaja nabrak aku." Anaya menengahi. Mbak Tika pun hanya bisa menghembuskan nafas kesal terlebih saat melihat tangan Anaya yang melepuh sepanjang sekitar sepuluh senti.

"Ya Allah, ketiwasan. Iso - iso di amuk karo Raden Mas iki. (Ya Allah, sudah terjadi. Bisa - bisa di amuk sama Raden Mas ini.)" Kata Mbak Tika sambil menepuk dahinya.

"Sudah gak apa - apa, Mbak. Biar nanti aku yang bicara dengan Raden Mas." Anaya menenangkan Mbak Tika. Ia menjadi tak enak terlebih saat melihat Andini yang terus menunduk.

"Ayo kita pulang, Raden Ayu. Kita obati dulu lukanya." Ajak Mbak Tika yang di jawab anggukan oleh Anaya.

"Ndin, aku pulang dulu ya." Pamit Anaya.

"Ngapunten njih, Raden Ayu. (Maaf ya, Raden Ayu.)" Ucap Andini sambil menunduk.

"Iya, sudah, gak apa - apa." Jawab Anaya yang tersenyum sambil mengusap - usap bahu sepupu suaminya.

Mbak Tika pun segera membonceng Anaya pulang. Ia mengobati tangan Anaya yang memerah dan mulai melepuh.

"Perih ya, Raden Ayu? Pasti terasa panas sekali." Tanya Mbak Tika yang ikut meringis saat Anaya meringis kesakitan.

"Gak apa - apa, Mbak. Lanjutkan saja, aku bisa tahan kok." Jawab Anaya yang sebenarnya ingin menangis karna rasa panas yang ia rasakan.

"Raden Ayu beristirahat saja. Saya tinggal ke belakang dulu. Nuwun sewu, Raden Ayu." Pamit Mbak Tika.

"Njih, Matur Nuwun, Mbak Tika." Jawab Anaya.

Anaya kemudian merebahkan diri di ranjangnya. Menikmati rasa perih yang terasa membakar kulitnya. Bukannya tak pernah merasakan, namun ini kali pertama ia merasakan panas luar biasa karna oven besar yang tak sengaja ia senggol. Pada akhirnya, Anaya sampai ketiduran karna menahan rasa perih di kulitnya.

"Dek Ayu..." Raden Mas Mahesa membangunkan Anaya sembari mengusap dahi istrinya.

Raden Mas Mahesa menatap tangan Anaya yang kini menggembung karena melepuh. Entah mengapa, hatinya terasa begitu perih melihat luka di tangan istrinya. Raden Mas Mahesa sampai mengepalkan tangan, menahan emosinya yang tiba - tiba memuncak.

"Mas kok sudah pulang?" Lirih Anaya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Aku sengaja pulang setelah di kabari Mbak Tika." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Gimana tanganmu, Sayang? Masih sakit?" Tanya Raden Mas Mahesa kemudian.

"Masih, tapi sudah gak sesakit tadi. Sekarang sudah jauh lebih baik." Jawab Anaya sambil melihat ke arah suaminya yang terus menatap luka di tangannya.

"Mas, jangan marahi Andini, ya. Dia gak sengaja kok. Pasti Mbak Tika sudah ceritakan kejadiannya kan?" Ujar Anaya yang hanya di jawab anggukan oleh Raden Mas Mahesa.

"Mas juga jangan marahi Mbak Tika. Mbak Tika baru sampai karna baru menyelesaikan pekerjaan yang aku berikan d rumah." Imbuh Anaya yang kembali mendapat anggukan dari Raden Mas Mahesa.

"Mas-"

"Sudah, Dek Ayu. Wajar kalau aku memarahi mereka. Kamu sudah berhati - hati, ternyata orang di sekitarmu lah yang ceroboh." Ujar Raden Mas Mahesa yang menatap tajam ke arah istrinya.

"Tapi mereka gak sengaja, Mas. Ini kan kecelakaan kerja." Lirih Anaya.

"Kecelakaan kerja gak akan terjadi kalau kalian sama - sama berhati - hati. Kalau sampai terjadi, itu tandanya ada kecerobohan. Jangan selalu melindungi mereka yang salah, Dek Ayu. Setiap kesalahan itu harus di tegur, agar tak terulang lagi." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Anaya langsung terdiam.

"Sepurone, Sayang." Lirih Anaya sambil menunduk.

Raden Mas Mahesa menghembuskan nafas berat. Ia lalu membelai kepala dan wajah istrinya yang menunduk.

"Hanya kali ini saja, aku akan diam. Kalau sampai terjadi kelalaian lagi, aku gak akan diam seperti ini." Kata Raden Mas Mahesa pada akhirnya.

1
Syhr Syhr
Akhirnya diberitahu juga
Syhr Syhr
Sebaiknya jujur aja, bicara pelan²
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!