Kisah Iyan yang terpuruk karena ayahnya pergi dan meninggalkan banyak hutang,sedangkan Iyan masih SMA,iya pun menjadi tukang ojek untuk membayar hutang tersebut.iyan menemukan system tukang ojek tanpa sengaja bagaimana kisah selanjutnya silahkan dibaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alijapul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Pizza yang Mengubah Nasib dan Kejutan Ujian
Setelah sukses besar dalam Festival Pizza di Sempoerna Universitas Internasional, hari-hari Iyan mulai dipenuhi dengan tawaran dan kesempatan baru. Dia merasa seolah semua kerja keras dan ketekunan di sekolah dan kampus mulai membuahkan hasil, walaupun dia masih terus berjuang untuk membiayai hutang yang ditinggalkan ayahnya.
Di suatu sore yang cerah, Iyan duduk di bangku taman kampus bersama teman-temannya, Udin, Mira, Encep, Sari, dan Joko. Suasana penuh dengan canda tawa setelah sukses festival pizza. Tak jauh dari mereka, beberapa kelompok mahasiswa lain sedang berdebat tentang makanan.
“Kalau pizza bisa memberikan energi super, bisa kita pakai untuk berkompetisi di arena pelajaran!” Udin mengambil posisi serius sambil menegakkan pundak.
“Maksud kamu, pizza bisa menggantikan vitamin?” Mira cengengesan.
“Ya! Pizza juga bisa menjadi sumber semangat! Kita semua bisa jadi superhero pizza!” Joko menimpali sambil bersenandung lagu super hero.
“Kalau kita jadi superhero, apa kekuatan kita? Menghancurkan pizza atau memperbaikinya?” Encep bertanya sambil terkikik.
Selama percakapan ringan itu, Iyan merenungkan ide baru. “Bagaimana kalau kita mengadakan kelas memasak pizza di kampus? Bisa menarik minat mahasiswa baru dan memperluas usaha kita yang baru mulai!”
“ Class pizza? Jadi kita bisa jadi guru mengajar para siswa untuk membuat pizza!” Udin berteriak dengan bersemangat.
“Dan bagi yang berhasil, kita bisa memberikan gelar ‘Ahli Pizza’!” Sari menambahkan.
Iyan mulai merasa bersemangat, “Dari situ, kita bisa membuka kelas, mendapatkan pemasukan, dan sekaligus mempromosikan festival ini lebih besar lagi!”
“Wow, Iyan! Genius!” Joko berkomentar, sambil mengacungkan jempol.
Setelah berdiskusi lebih serius, mereka sepakat untuk menjalankan proyek kelas memasak pizza. Iyan menjadi ketua kelompok, dan dia segera berkomunikasi dengan organisasi kampus untuk mendapatkan izin.
“Pastikan kita tidak membuat pizza meledak saat praktik!” Udin bercanda.
“Jangan khawatir! Kami punya paduan resep dari kelas pizza yang luar biasa ini. Kami sudah siap menggali ide!” Encep menjawab bersemangat.
Setelah semua persiapan selesai, akhirnya hari kelas memasak pun tiba. Iyan merasa sedikit gugup. Di ruang kelas, mereka mendekorasi ruang dengan gambar pizza cerdas dan peralatan masak. Dia melihat semua siswa baru yang terlihat antusias dan siap belajar.
“Selamat datang di kelas memasak pizza! Hari ini, kita akan belajar cara membuat pizza dari nol hingga ke oven! Siap?” Iyan berteriak untuk memulai.
“Siap!” teriak mereka bersamaan, dan ruangan dipenuhi semangat.
Namun, saat sesi praktik dimulai, situasi menjadi kacau. Udin yang terlalu bersemangat menambahkan terlalu banyak ragi ke dalam adonan. “Apakah ini berfungsi dengan baik? Mungkin kita harus menambahkan lebih banyak!”
Lalu saat segala sesuatu terasa di atas batas, Encep menyadari, “Udin! Itu adonan pizza, bukan ramuan masa depan!”
Sementara itu, Iyan berusaha keras mengatur semua orang, sambil menahan tawa menyaksikan Udin dan Encep berebut adonan pizza yang terus meletus. “Ayo! Kita harus menyulap pizza ini menjadi yang terbaik!” serunya di antara gelak tawa.
Setelah berbagai kekacauan dan tawa yang khas, mereka berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka, meskipun hasilnya sangat unik. Pizza mereka terlihat aneh, tetapi rasanya begitu enak!
“Hey, ini mungkin pizza teraneh yang pernah kutemukan, tapi rasanya luar biasa!” Udin berkomentar dengan dua potong pizza di tangannya.
“Dan kita bisa mendaur ulang pizza yang aneh ini! Mari kita sebut ini ‘konsep seni pizza’!” Iyan menambahkan, tersenyum lebar.
Kelas memasak berakhir dalam tawa dan kesenangan. Mereka semua menyepakati bahwa pengalaman itu tidak hanya memberikan keterampilan baru tetapi juga mempererat persahabatan mereka.
Ketika semua berkemas untuk pulang, Iyan merasa bersyukur. Dengan dukungan teman-temannya dan keuntungan dari kelas pizza ini, dia merasakan langkah baru menuju menutupi hutang keluarganya. Dan dia tahu bahwa meskipun ada banyak tantangan ke depan, bersama teman-teman, mereka cukup kuat untuk menghadap.
Setelah sukses mengadakan kelas memasak pizza, semangat Iyan dan teman-temannya semakin berkobar. Mereka tidak hanya belajar membuat pizza, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri yang lebih besar, terlebih dalam menghadapi tugas dan ujian di universitas. Namun, tidak lama kemudian, Iyan harus berhadapan dengan berbagai tantangan baru yang menguji ketangguhannya.
Suatu sore yang cerah, saat Iyan duduk di taman kampus bersama Udin, Mira, Encep, Sari, dan Joko, dia menerima notifikasi dari Nuxee, sistem tukang ojeknya. “Iyan! Misi baru telah tersedia! Ini adalah kesempatan untuk mendapatkan hadiah luar biasa!”
Iyan langsung tertarik. “Misi apa itu, Nuxee?”
“Berdasarkan data di universitas, ada kompetisi inovasi teknologi yang akan berlangsung dalam waktu dekat. Jika kamu mengikuti dan berhasil, kamu bisa mendapatkan hadiah berupa uang tunai yang cukup besar!” Nuxee menjelaskan dengan singkat.
“Wah, uang tunai! Dan kita berhak membangun kelas memasak pizza kelas dunia!” Iyan bersemangat.
Udin yang mendengar itu langsung menimpali, “Kalau kau bisa mendapatkan uang, kita bisa menyewa cewek untuk datang ke sini dan memasak pizza gratis!”
“Udin, itu ide yang gila!” Mira menanggapi sambil tertawa. “Kami lebih suka uji bakat pizza!”
“Betul! Tujuan kita adalah untuk memenangkan kompetisi ini, bukan mencari perhatian!” Joko menambahkan.
Iyan berusaha memikirkan inovasi yang bisa diajukan dalam kompetisi itu. “Bagaimana kalau kita membuat aplikasi pemesanan pizza dengan fitur unggulan? Seperti waktu pengantaran tercepat, dan tentu saja, diskon setiap kali pesanan depot terlambat!”
“Kalau aku jadi juri, aku sangat terpesona!” Sari menggoda. “Kirim segalanya dengan gaya paduan suara, agar mereka merasakan ini adalah produk pizza luar biasa!”
“Dan jangan lupa, kita bisa menyertakan robot pengantar pizza! Aku ingin melihat robot yang bisa menggocek bola!” Encep menambahkan sambil berpura-pura memberikan instruksi kepada robot .
Setelah banyak tawa dan lelucon, mereka sepakat untuk membagi tugas. Iyan akan menciptakan desain aplikasi, sementara Udin dan Joko bekerja pada konten promosi. Mira dan Sari berfokus pada penyusunan resep pizza dan pengujian rasa untuk dipromosikan di aplikasi.
Sejak saat itu, mereka mulai bekerja setiap harinya setelah kuliah. Iyan, yang sebelumnya sangat terbebani oleh hutang dan tanggung jawab, menemukan kembali semangatnya. Dengan bantuan teman-teman, pekerjaan itu terasa lebih mudah dan menyenangkan.
Hari-H kompetisi akhirnya tiba. Iyan dan timnya bersiap-siap presentasi di depan juri. Mereka telah bekerja keras untuk final. “Ayo, kita buat juri terkesan dengan penampilan kita! Faktanya, kita memiliki solusi pizza yang akan memikat penggemar!” Iyan berkata dengan semangat.
Tiba di ruangan presentasi yang penuh dengan mahasiswa dan dosen, Iyan merasa sedikit gugup. “Ingat, kita adalah tim yang kompak! Jika semua gagal, kita tetap bisa membuka restoran pizza bersama!” Udin bercanda, menenangkan suasana.
Saat presentasi dimulai, mereka menjelaskan inovasi aplikasi pemesanan pizza mereka. Mereka membawakan demo langsung, menunjukkan betapa mudahnya menggunakannya. “Coba perhatikan ketika saya memesan pizza dengan hanya satu klik, dan robot pemesanan kami akan mengantarkan dalam tujuh menit!” Iyan mengungkapkan dengan bangga.
Semua orang terpukau, tetapi saat mereka mulai menunjukkan fitur respons cepat, tiba-tiba Udin tampak panik. “Oh tidak! Robotnya terjebak di luar! Dia sedang bermain layangan!”
“Udin!tanggung jawab!” Mira berbisik dengan suara lembut.
Mendengarnya, semua orang berusaha keras menahan tawa. “Di depan robot pengantarku, saya lebih memilih pizza daripada layangan!” Encep menanggapi dengan angkuh.
Akhirnya, presentasi mereka selesai dengan tawa. Iyan merasa lega dan bangga, melihat teman-teman, meskipun tawa menggema di ruangan itu. “Terima kasih! Semoga juri menilai kami dengan baik!” mereka mengucapkan bersama.
Setelah semua presentasi selesai, mereka duduk menunggu hasil keputusan. Ketegangan mulai terasa. “Apakah kita sudah melakukan yang terbaik?”.
Bersambung..