Rania Zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang terpaksa nikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Akankah pernikahan mereka berlanjut atau harus berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Berbeda dengan kondisi yang ada di Surabaya, pagi ini kejadian tidak terduga dialami oleh Damion ketika akan pergi menemui Rafa di kantornya untuk membahas undangan makan malam yang diadakan keluarga Abian. Sebenarnya Damion sudah mengirim pesan tapi dasar anak laki-lakinya itu sudah sehari semalam tidak juga membalas, ditelpon juga tidak diangkat. (Maaf pak, anaknya lagi sibuk ngejar cinta istrinya. He..he...)
"Stop, pak" Damion sontak meminta supirnya untuk menghentikan laju kendaraan mobilnya. Damion yang tidak sengaja memperhatikan jalan melihat wanita yang sangat dicintainya.
"Riana" lirih Damion dan langsung membuka pintu mobil ketika mobil sudah benar-benar berhenti. Riana sedang sarapan sambil tertawa bersama wanita muda yang tak lain adalah Dania.
"Riana" panggil Damion lagi ketika Damion sudah mendekat. Riana dan Dania sama-sama menoleh. Mata mereka bertemu satu sama lain. Raut Wajah Riana yang tadinya bahagia berubah menjadi kaget.
"Kamu sudah kembali? Darimana saja kamu? Bagaimana dengan Dania?" Damion melangkahkan kakinya makin mendekat. Berbagai pertanyaan dilontarkan Damion ke mantan istrinya.
"Ma" Dania memegang tangan Mama Riana. Damion yang tadinya hanya memprhatikan Riana, namun setelah mendengar wanita muda itu memanggil kata Ma yang berarti Mama. Damion langsung melihat wanita muda itu.
"Apa kamu Dania?" tanya Damion terbata-bata dengan wajah yang sedih. Akhirnya, Damion bisa melihat wajah anak perempuannya yang telah menghilang 10 tahun lalu.
"Berhenti disitu Damion" perintah Riana ketika Damion makin mendekat. Orang-orang yang berada di warung makan sudah mulai memperhatikan mereka. Riana tidak suka jika kehidupan pribadinya lagi-lagi menjadi bahan konsumsi orang lain. "Dania, ayo" lanjut Riana mengajak Dania untuk pergi. Riana sudah berdiri dan meninggalkan uang merah di meja makannya.
"Aku minta maaf, Riana. Aku benar-benar minta maaf. Tolong maafin Papamu ini, Dania. Papa tahu jika Papa salah. Izinkan Papa untuk menebus kesalahan Papa pada kalian" Damion menarik tangan Riana ketika Riana mulai melangkah pergi dan meninggalkan Damion. Riana yang tidak suka tangannya dipegang langsung menghempaskan tangan Damion.
"Ayo, kita pergi Dania" Riana langsung menarik tangan Dania dan mengajak Dania untuk segera menghidupkan motornya. Untung saja, Dania sudah pindah bawa motor matic. Dania masih sempat melihat papanya dari kaca spion yang ada disamping depan.
"Ma, apa mama baik-baik saja?" tanya Dania setelah beberapa menit Dania sudah melajukan motornya, menjauh dari papanya. Sepertinya Damion tidak mengejar mereka.
"Mama, baik-baik aja. Mama hanya tidak menyangka kita akan secepat ini bertemu" Dania melihat wajah mamanya yang masih menyimpan luka. Hati siapa yang tidak sakit jika suami yang sudah ditemaninnya dari nol tiba-tiba menduakannya.
"Kita pulang saja ya, Ma. Nanti biar Dania saja yang beli, mama tulis aja apa-apa yang mau dibeli" ujar Dania dan dianggukin mamanya. Rencana mereka hari ini akan pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan kue yang mulai menipis namun sebelum masuk ke pasar, mereka ingin sarapan terlebih dahulu.
***
Sejak pembukaan study tour pagi ini, tatapan Rafa tidak pernah teralihkan. Hanya fokus pada satu wanita yang beradatidak jauh dari hadapan Rafa. Wanita dengan jas berwarna putih yang dipadukan kerudung berwarna hitam bermotif bunga dan rok yang senada dengan kerudungnya.
"Dari tadi Bang Rafa liatin Lu" bisik Keyla yang berada disamping Raina. Raina dan Keyla berada di barisan paling depan sedangkan Winie da di barisan belakang karena terlambat datang, perutnya pagi ini sedang tidak bersahabat.
"Biarkan saja" cuek Rania menatap kedepan, ada Dokter Aida yang berada di antara dokter Arlo dan Grey. Sedangkan Rafa berada di samping kanan Grey dan dokter Mala berada di samping kiri Arlo.
Mata Rania dan Rafa sering kali bertemu tapi selalu Rania yang memutus kontak mata mereka terlebih dahulu. Rafa hanya bisa tersenyum melihat kelakuan istrinya.
"Lebih baik dijutekin tapi dekat daripada marah tapi jauh" gumam Rafa.
"Baik, ada yang mau ditanyakan?" tanya dokter Aida sebelum mereka menuju rumah sakit yang akan memberi mereka ilmu lewat study tour ini.
"Ga ada, dok" jawab mereka dengan kompak. Satu persatu mereka mulai menaiki bus yang akan membawa mereak menuju rumah sakit. Keyla duduk bersama Grey karena siapa yang tidak tahu kalau Keyla adalah tunangan cucu pemilik kampus mereka belajar.
"Bisa saya duduk sama Rania?" tanya Rafa ketika sudah berdiri di barisan kursi dimana Rania duduk bersama Winie. Rania melihat barisan kursi yang berada didepan dan dibelakang.
"Di belakang masih kosong, Pak" ucap Rania dan kembali membaca bukunya setelah menjawab pertanyaan Rania. Ujung bibir Rafa terangkat, senyum yang jarang kali terlihat.
"Tapi saya mau duduk sama kamu" Rafa menyondongkan badannya, mendekat ke arah wajah Rania membuat yang melihat hanya bisa bertanya-tanya ada hubungan apa Rania dan Rafa. "Mau kamu yang pindah duduk dengan saya atau temanmu yang pindah" lagi-lagi Rafa memberi pertanyaan. Rania yang kesal langsung menutup bukunya.
"Ran, biar Gue aja yang pindah" lirih Winie memegang tangan Rania setelah mendapat sorot tatapan tajam dari Rafa seperti tatapan seorang pembunuh ke mangsanya.
"Kenapa kamu yang pindah? Dia kan tamu seharusnya duduk sama para dokter yang lain bukan sama mahasiswa kayak kita. Apalagi aku ga ada urusan sama dia" kalimat terakhir yang diucapkan Rania penuh penekanan.
"Ga papa, Ran" Winie langsung membereskan barang-barangnya dan mengosongkan kursi yang baru saja di duduknya. Terdengar helaan nafas dari mulut Rania.
"Permisi, pak"
"Oke, terima kasih"
"Sama-sama, Pak"
Setelah Winie pergi, Rafa langsung duduk di samping Rania. Rania tidak peduli dengan keberadaan Rafa yang sudah duduk disampingnya. Dengan kesal, Rania mengambil headset yang ada di tasnya. Baru saja mau memasang ke telinga kirinya, lagi-lagi Rafa membuat kesal Rania. Satu headset yang berada ditangannya langsung diambil dengan cepat tanpa permisi. Rafa langsung memasang di telinganya tanpa menghiraukan Rania yang menggerutu.
Rania menatapnya dengan tajam tapi Rafa lagi-lagi hanya bisa menyunggingkan bibirnya ke atas. "Dasar gila" gerutu Rania. Bukannya marah, Rafa makin senyum-senyum tidak jelas.
Akhirnya mereka mendengarkan lagu bersama selama perjalanan ke rumah sakit. Rania tetap membaca buku yang sejak tadi dipegangnya tanpa mengajak Rafa berbicara. Rafa juga hanya diam saja walau matanya sejak tadi tidak lepas memperhatikan wajah Rania.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
beri dukungan di Novel terbaruku juga ya kak, jangan lupa kritik dan saran untuk membangun penulisanku