NovelToon NovelToon
TERJERAT BERONDONG LIAR

TERJERAT BERONDONG LIAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Saling selingkuh
Popularitas:27.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Lima belas tahun menikah, Ghea memergoki suaminya berselingkuh dengan sekretarisnya. Lebih menyakitkan lagi, di belakangnya sang suami menyebutnya sebagai wanita mandul dan tak becus melayani suami. Hatinya hancur tak bersisa.

Dalam badai emosi, Ghea pergi ke klub malam dan bertemu Leon—pria muda, tampan, dan penuh pesona. Dalam keputusasaan, ia membuat kesepakatan gila: satu miliar rupiah jika Leon bisa menghamilinya. Tapi saat mereka sampai di hotel, Ghea tersadar—ia hampir melakukan hal yang sama bejatnya dengan suaminya.

Ia ingin membatalkan semuanya. Namun Leon menolak. Baginya, kesepakatan tetaplah kesepakatan.

Sejak saat itu, Leon terus mengejar Ghea, menyeretnya ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak.

Antara dendam, godaan, dan rasa bersalah, Ghea terjebak. Dan yang paling menakutkan bukanlah skandal yang mengintainya, melainkan perasaannya sendiri pada sang berondong liar.

Mampukah Ghea lepas dari berondong liar yang tak hanya mengusik tubuhnya, tapi juga hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10. Tempat Pelarian

Langkah David menggema di parkiran semi-gelap. Bayangan mobil dan pilar tinggi berdiri kaku di sekelilingnya, seolah menjadi saksi bisu malam yang ganjil ini.

Matanya menyapu ruangan, mencari sosok Ghea.

Hening. Tapi tidak benar-benar sepi.

Ada suara. Sayup. Seperti hembusan napas tertahan.

Dari balik salah satu pilar.

David mempercepat langkah, lalu berseru, “Siapa di sana?”

Ghea menahan napas.

Jantungnya serasa diremas.

Leon masih memeluknya erat. Napasnya hangat di leher Ghea, bahunya tegang tapi tenang—seperti sedang mempertimbangkan sesuatu yang gila.

Lalu—dalam sekejap yang membakar—Leon menarik wajah Ghea dan menciumnya.

Bukan ciuman lembut. Tapi bukan kasar.

Penuh kuasa. Menenggelamkan. Mengunci napas Ghea di antara rasa kaget dan... sesuatu yang lebih rumit dari sekadar ketakutan.

Ghea tersentak. Jantungnya berdentum keras, tubuhnya menegang. Ia ingin menolak, ingin mendorong Leon, tapi seluruh tubuhnya seperti membeku. Ia tak membalas ciuman itu—namun juga tak bisa menghindar. Entah karena takut suara mereka terdengar, atau karena bagian terdalam dirinya tak benar-benar ingin menjauh.

Dan dalam hitungan detik, tubuh besar Leon mencondong, menghimpit Ghea ke pilar.

“Diam,” bisik Leon di antara ciuman. “Jangan buat suara. Dia akan pergi.”

Langkah kaki terdengar semakin dekat.

David muncul dari sisi lain pilar. Ia mengerutkan dahi saat matanya menangkap siluet dua orang yang sedang berciuman di balik temaram lampu parkiran. Tapi dari sudut itu, hanya sebagian tubuh seorang pria yang terlihat. Sosok wanita dalam pelukannya tersembunyi sempurna dalam bayangan.

Langkahnya terhenti sejenak. Ia menyipitkan mata, mencoba mengenali wajah mereka—tapi bayangan malam dan posisi tubuh mereka membuatnya mustahil melihat dengan jelas.

“Sial... untung bukan urusanku,” gumamnya pelan, seolah mencoba menepis rasa yang mulai mengusik.

Padahal pikirannya jelas terusik. Apalagi saat ciuman panas itu tampak terlalu penuh hasrat.

Ia mengepalkan tangan, diam sesaat, lalu akhirnya memalingkan wajah dan memilih jalan berbeda.

Entah apa yang akan terjadi jika ia tahu… bahwa wanita itu adalah istrinya.

Langkahnya menjauh.

Dan ketika suara itu lenyap, Leon melepaskan ciumannya.

Matanya menatap Ghea, tak bertanya. Tak menjelaskan.

Hanya membiarkannya berdiri di sana—

Dengan bibir gemetar dan dada bergetar hebat, tak tahu harus marah, membenci... atau merasa terguncang karena jantungnya berdetak lebih kencang dari yang seharusnya.

Hingga kata itu keluar dari bibirnya, "Leon, kau--"

"Tidak sopan?”

Suara Leon nyaris tertawa. Tapi ada api tenang di baliknya.

“Kau bisa bilang itu kalau kau benar-benar ingin aku pergi. Tapi…”

Ia merendah, bibirnya nyaris menyentuh telinga Ghea.

“Kau diam saja. Kau bahkan belum benar-benar mendorongku.”

Ghea ingin menyangkal. Tapi tangannya—yang seharusnya mendorong dada pria itu—justru menggenggam ujung kemejanya.

"Kenapa aku tak bisa menolak?

Kenapa tubuhku justru... merindukan dekapan ini? Dan ciuman tadi?"

Ini gila. Ini salah. Tapi juga satu-satunya hal yang terasa nyata malam ini.

“Kau butuh udara,” bisik Leon. “Dan sedikit kebebasan. Hanya malam ini. Aku tidak akan mencuri lebih dari itu.”

Ghea menggeleng pelan, tapi tak melangkah mundur.

“Ini hanya pelarian.”

“Kau butuh tempat berlari.” Leon menatap matanya, dalam. Menggoda.

“Dan aku... bisa jadi tempat paling aman sekaligus paling berbahaya yang pernah kau datangi.”

Ia menarik tubuh Ghea lebih dekat, seakan menantang logika dan kesetiaan untuk melawan insting dan luka yang terlalu lama dipendam.

Ghea masih diam.

Mungkin karena hatinya lelah.

Mungkin karena tubuhnya mengingat sentuhan yang tulus lebih baik daripada kata-kata palsu dari David.

Atau mungkin... karena untuk sekali ini saja, ia ingin merasa diinginkan.

“Ke mana kita akan pergi?”

Suaranya lirih. Menyerah.

Leon tersenyum, mencium pelan kening Ghea tanpa tergesa.

“Ke tempat di mana tak ada yang memanggilmu Nyonya siapa pun.

Hanya… Ghea.”

Cahaya bulan purnama menggantung tinggi, membelah langit malam yang sepi. Kilau peraknya menari di permukaan laut, menebar cahaya seperti permadani mimpi.

Di dalam mobil yang meluncur ke arah pantai, udara terasa padat. Bukan karena suhu atau kabin tertutup rapat—melainkan karena pria di belakang kemudi yang duduk begitu tenang, tapi menyimpan sesuatu yang tak terdefinisikan.

Ghea menyandarkan tubuh ke jendela, matanya melirik ke arah kaca spion.

Di sana, pantulan wajah Leon muncul sekilas. Sorot matanya tetap fokus ke jalan, tapi ada ketenangan yang entah kenapa membuat Ghea makin sulit bernapas.

"Kenapa aku begitu saja menuruti ajakannya?"

Ia menggigit bibir pelan, pikirannya berkecamuk.

"Dan kenapa... saat bersamanya, meski kadang ia terlihat berbahaya—aku merasa aman? Perasaan itu tak pernah ada, bahkan saat bersama David..."

Ia memejamkan mata sejenak. Bayangan dari parkiran tadi kembali muncul—tatapan Leon yang tajam namun meredup saat mendekatinya, ciuman di bibir yang mengoyak logika, lalu kecupan lembut di keningnya, seperti janji yang tak terucap.

"Kenapa aku tak bisa menolaknya? Lebih buruk lagi... kenapa aku menikmatinya?"

Sentuhan bibir itu masih membekas. Bukan hanya pada kulitnya, tapi jauh lebih dalam.

"Kenapa seolah... ada ketulusan di balik semua hasrat itu? Padahal aku bahkan belum benar-benar mengenalnya. Baru beberapa hari... dan aku seperti tenggelam."

Di kursi pengemudi, Leon menggenggam setir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya terulur, menyentuh pemutar AC pelan—gerakan biasa, namun sarat ketenangan.

Sekilas, ia melirik ke arahnya. Tak lama, hanya sejenak, tapi cukup untuk meninggalkan kesan yang sulit diabaikan. Tatapannya seperti menakar sesuatu, menilai... atau mungkin menunggu?

Senyuman kecil terbit di sudut bibirnya. Bukan senyuman mengejek, bukan juga senyuman lembut.

Senyuman itu seperti… rahasia.

Ghea tak tahu harus merasa terganggu atau tertarik.

Ia buru-buru memalingkan wajah ke luar jendela lagi, mencoba menyibukkan mata pada gelombang laut yang mulai terlihat di kejauhan.

Namun pikirannya tertinggal di dalam mobil. Bersama pria yang duduk diam, menyetir tanpa banyak bicara, tapi entah bagaimana... membuat dunia Ghea mulai bergetar.

Mobil akhirnya berhenti. Di hadapan mereka, hamparan laut membentang luas, tenang dalam cahayanya sendiri.

Angin laut menyapa lembut, membawa bau asin yang khas dan dingin yang menyusup perlahan ke balik kulit.

Ghea turun dari mobil. Matanya menyipit, menantang cahaya bulan yang tergantung seperti lentera para dewa.

Belum sempat ia melangkah lebih jauh, suara bagasi dibuka membuatnya menoleh.

Leon muncul dari balik mobil, menarik sesuatu dari dalam—sebuah jas hitam.

"Kau menggigil," katanya pelan sambil mendekat.

Ghea hendak menolak, tapi gerak Leon terlalu cepat dan terlalu lembut untuk ditampik. Dalam satu gerakan, jas itu sudah membungkus pundaknya.

"Aku baik-baik saja," gumam Ghea, menahan getar di suaranya.

"Kau memang keras kepala," balas Leon. Suaranya nyaris seperti senyum yang tak sampai ke bibir.

Mereka berdiri bersebelahan, menatap laut yang bersinar keperakan di bawah cahaya bulan. Ombak menjilat pantai perlahan, seolah tahu malam ini bukan waktunya untuk ribut.

Leon menoleh, menatap Ghea. Sorot matanya berubah. Lebih dalam. Lebih berbahaya.

"Kau tahu?" bisiknya, "Jika kau adalah bibir pantai, aku ingin jadi ombak."

"Yang selalu kembali padamu, meski berkali-kali dibenturkan karang, meski berkali-kali ditarik menjauh."

Ghea menatapnya. Sudut bibirnya terangkat, nyaris ingin tertawa.

"Itu... baris puisi murahan."

Leon bergeming.

"Mungkin. Tapi untukmu, aku rela jadi murahan."

Ghea menggeleng, memalingkan wajah ke laut lagi. Tapi jantungnya berdetak lebih cepat dari seharusnya. Entah karena udara dingin, atau karena pria itu terlalu dekat.

Terlalu berani. Terlalu hidup.

"Kita tak pernah bertemu sebelum di klub malam. Jangan bilang... kau jatuh cinta pada pandangan pertama pada wanita bersuami yang lebih tua darimu. Itu konyol."

Leon tertawa pendek. Ringan, seolah sedang mengingat sesuatu yang terlalu dalam untuk dibagi.

Lalu ia menatap Ghea. Dalam. Liar, tapi tulus.

"Aku memang jatuh cinta pada pandangan pertama padamu."

"Sialnya, aku juga berniat menikahimu sejak hari itu."

Ghea menahan napas.

Detaknya makin kacau.

"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya tanpa basa-basi, menatap ombak yang mencium pantai.

Leon menyeringai kecil, sudut matanya mengerling nakal.

"Pria yang memujamu dalam diam."

Nada suaranya ringan—tapi menusuk.

Ghea mendengus pendek, berusaha mengabaikan degup aneh di dada.

"Jangan bercanda. Apa tujuanmu sebenarnya mendekatiku?"

Leon tertawa. Renyah. Sedikit berbahaya.

"Membuatmu menjanda lebih cepat."

Ia menoleh sejenak, menatapnya lurus.

"Karena aku tak sabar menggendong bayi dari rahimmu."

Ghea mendesis, "Brengsek! Mesum!"

Leon terkekeh, lalu meraih pinggangnya dan mendekat. Tak kasar. Tapi tetap mendominasi.

"Kau makin manis saat marah."

Ghea mendorong dadanya—sia-sia. Pria itu seperti batu karang: kokoh, hangat, dan berbahaya.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Fadillah Ahmad
Aku Yakin N8h, Tessa Mengirim Pesan Pasti Atas Tekanan dari Leon. Kalau Tidak,kenapa Leon Tampak santai Ketika Ghea Menyuruhnya pwrgi,di saat David Ada Di Rumah Ghea... Hemm Mencurigakan...
Anitha Ramto
Hampir saja ketahuan sama si Buaya buntung chatan sama Leon...,Leon tidak kuat menahan rindu Ghea dan kamu juga sebaliknya tapi Ghea tetap pada pendiriannya harus kuat dan Leon harus membuktikannya.padahal sama sama merindu
Fadillah Ahmad
Kenapa Lagi Sih Si David itu,harua memilih Tessa,dasar Bodoh. Huh. 😃😃😃
abimasta
masalahnya vika,ghea jatuh cinta pada leon,jadi tambah rumit nanti klo di manfaatkan
Dek Sri
sabar Leon suatu hari nanti pasti Ghea membuka hatinya untukmu
Puji Hastuti
Leon i lope U
Anonim
David si pecundang, perampok harta warisan orang tua istrinya benar-benar tak tahu diri, tak tahu diuntung.
Ghea kasihan sekali kau sebagai istri yang setia sampai detik ini akal warasmu masih berjalan.
Leon segeralah eksekusi tuh David jadikan dia kere sekere-kerenya.
Atau paling tidak bantu Ghea supaya segera kasih tahu Ghea hasil temuan kecurangan si pengkhianat yang masih bergelar suami Ghea.
Semakin cepat semakin Ghea yang menceraikan suaminya bukan suaminya yang menceraikan istri beda vibes-nya bagi Ghea pastinya.
syisya
Leon tahu ada transaksi hhhhh
aku gak bisa bayangkan jika nanti mereka bisa menikah & malam pertama pasti dasyat karna leon sangat berhasrat jika berdekatan dengan ghea😂
abimasta
yakinkan hatimu ghea
Siti Jumiati
Ghea yakinlah bahwa Leon benar2 tulus,gk modus kayak si david.

sebelum semua hartamu jatuh pada David udah tendang ada dia bersama selingkuhannya.

Leon suami idaman banget...
lanjut kak sehat selalu 🤲
Siti Jumiati
syaratnya kalau Leon sudah membuktikan semuanya,Leon berkata mau kah Kamu menjadi istriku Ghea...
phity
yakinlah pd leon gea...dan hempaskan si david buktikan pdnya kmu bukan wanita bodoh seperti anggapannya slma ini
Felycia R. Fernandez
hi KK Nana...
maaf baru bisa hadir 🙏
Dek Sri
lanjut
nuraeinieni
baru nyadar ya ghea,suami mokondo mu pencuri ulung,,hempaskan dia dan ambil alih perusahaanmu
Lia_Sriwijaya
waawwww nilai yg fantastis... leonnnn gitu Lo...
nuraeinieni
kalau begitu ke inginan ghea,berikan ghea ruang utk sendiri leon,jangan dulu hadir depan ghea,kau akan tau leon betapa ghea merindukankan.
Fadillah Ahmad
Nah Ini Nih Yang Aku Suka kak Nana,Cerita yang Kayak gini Juga Wanitanya di Perlakukan Seperti Cinderella... 😃😃😃 Karena Memang itulah Minat Pasar Di NovelToon kak... 😀😀😀 jadi Ya Harus Begitu Kak Nana...
Anitha Ramto
apa Ghea bisa kuat jika tidak bertemu dengan Leon..,Ghea hatimu dan fikiranmu sekarang sudah penuh dengan Leon,,, Leon akan membuktikannya Ghea karena kamu satu satunya wanita yang di inginkan Leon(RAVENDRA)
Anitha Ramto
good job Leon...kereeennn,tidak di ragukan lagi bahwa Leon adalah Ravendra,,berubah jadinLeon di saat menemui Ghea dan menjadi Ravendara di saat menjadinPemimpin Perusahaan yang dingin,datar tanpa ekspresi seperti kulkas 7 pintu...Ghea dan Leon saling merindu,tuh Leon sudah punya buktinya rencana jahat si David
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!