NovelToon NovelToon
BAYANG MASA LALU KELUARGA

BAYANG MASA LALU KELUARGA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: biancacaca

Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PART 26

03.58 — rumah masih gelap

Tidak ada alarm, tapi semuanya bangun seperti badan mereka udah hafal jadwal perang.

Bukan rapi.

Bukan keren.

Tapi fungsional… dengan style masing-masing:

Arlen cuma ganti jaket tebal, iket sepatu, selesai.

Najla rambut diiket kilat, masih sempat kumur, tapi lupa bawa air minum.

Damar udah bawa tas slempang isi alat gak jelas kayanya penting semua.

Kenzi siap duluan… tapi pakai sendal jepit.

Kaelan malah baru bangun pas semua mau keluar.

“WOI TUNGGU GUE NGETE DULU—”

Semua serempak: “DI JALAN!”

04.11 — Di gang samping rumah

Raga udah nunggu, duduk di motor bebek bututnya. Tidak sok misterius. Tidak dramatis. Cuma orang capek yang kebagian tugas berat.

Dia lihat mereka berantakan turun dari rumah.

Dia cuma komen:

“Formasi kalian… kayak mau tawuran kantin.”

Kenzi: “Efektif.”

Damar: “Psikologis.”

Najla: “Estetik.”

Arlen: “…jalan.”

Raga putar kunci motor. Empat motor, lima manusia, satu pagi yang baunya bensin dingin dan embun daun.

Mereka meluncur.

04.27 — Utara kota, bekas gudang distribusi

Tempat yang dulu cuma disebut Titik 08 di peta lama mereka.

Karat. Pintu segel rantai. Atap berlubang. Tempat yang “ditinggalkan.” Atau… dibuat terlihat ditinggalkan.

Begitu turun dari motor, Damar langsung jongkok, nyentuh tanah.

“Belum 24 jam,” katanya.

Ada bekas roda mobil yang gak kehapus rapi. Ada abu rokok yang bukan merek warung lokal. Ada baut pengaman pintu yang baru diganti, padahal seluruh gudang kelihatan usang.

Najla menelan ludah. “Mereka udah ke sini.”

Raga menyipit. “Bukan. Mereka masih ngeliatin tempat ini.”

Kenzi langsung nengok kanan-kiri. Kaelan spontan berbisik: “Jadi kita di arah teleskop seseorang?”

Damar: “Kurang lebih.”

Masuk ke dalam

Gak ada fight scene dulu. Yang ada hanyalah: sunyi yang terasa diawasi.

Di tengah gudang, ada kursi tunggal.

Di atasnya:

1 peluru tua (lagi)

Korek api hitam

Secarik kertas, rapi dilipat

Nggak ada nama. Nggak ada cap.

Najla buka pelan.

Tulisannya pendek:

“Lari selesai. Sekarang pilih: bertahan, atau terkubur di rumah sendiri.”

Kaelan spontan nyeletuk: “Najis, ancamannya puitis amat.”

Arlen cuma ambil korek api hitam, tutup lagi, masukin saku. Bukan koleksi. Tapi tanda bukti.

Sementara itu… POV seberang

Di bangunan rooftop 700 meter dari gudang.

Ada dua orang.

Yang pertama muda, potongan cepak, lagi ngunyah permen karet. Yang kedua lebih tua, jas kusam, sarung tangan coklat, nada bicara halus, tapi matanya nggak punya empati.

Cakapannya santai, tapi tajam:

“Jadi yang berdiri di tengah tadi, Arlen?” tanya yang muda.

“Ya.”

“Yang cewek adiknya?”

“Heh.”

“Terus sisanya?”

Yang tua menatap ke kejauhan, suaranya ringan, hampir bosan:

“Ralat. Itu bukan sisanya.”

“Itu unitnya.”

Yang muda mengernyit. “Berantakan amat.”

Yang tua tersenyum tanpa lucu.

“Yang berantakan justru paling sulit dihancurkan. Karena tidak punya pola untuk dipatahkan.”

Kembali ke gudang

Matahari mulai nongol dikit. Udara hangat tipis.

Mereka keluar, tidak bicara banyak. Tapi setiap wajah sekarang punya ekspresi yang sama:

Permainan baru saja mulai, dan mereka sudah masuk papan.

Kaelan nghela napas panjang. “Guys… serius nanya. Besok masih bisa sarapan bubur gak?”

Kenzi mikir. “Bisa. Asal kita menang, atau minimal belum mati.”

Damar nambah: “Atau buburnya dibungkus.”

Najla ketawa dikit, kecil. “Standar kita makin hari makin bawah ya.”

Arlen naik motor duluan, pasang helm, terus bilang:

“Standar hidup kita bukan tinggi atau rendah.”

“Tapi… bareng-bareng.”

Gak puitis. Gak keras. Tapi kena ke semua.

Motor dinyalakan.

Kembali pulang?

Bukan.

Mereka pulang sambil ikut perang.

Bedanya sekarang…

Perang itu mereka hadapi bukan karena dipaksa,

tapi karena rumah mereka ada di garis yang sama.

17.30 — depan rumah

Bukan bom.

Bukan teror.

Cuma sebuah mobil boks pengantar paket berhenti di depan pagar.

Putih. Kotor dikit. Plat luar daerah.

Tukang paket turun. Topi hitam, masker hitam, jaket lusuh. Biasa aja… kalau dia gak berdiri terlalu tegap buat ukuran tukang paket.

Dia bawa satu kardus.

Ukurannya kecil, tapi dilem rapi kayak isi barang mahal.

“Penerima: AR.” katanya datar.

Kenzi yang kebetulan nyapu halaman langsung freeze.

“Bro… lo ngirim Paket Kilat apa Paket Kiamat?”

Tukang paket gak jawab lawakan. Dia cuma angkat alis, sedikit, hampir nggak kelihatan.

Najla muncul dari balik pintu. Damar ikut berdiri di teras. Kaelan nongol paling belakang, masih megang es teh.

Arlen keluar paling akhir.

Tidak tergesa. Tidak grogi.

Cuma hadir, seperti pintu terakhir yang harus dilewati siapapun.

“Tanda tangan.” kata si kurir, nyodorin kertas.

Arlen gak tanda tangan.

“Lo tinggal taro di tanah,” katanya tenang, “lalu balik, sekarang.”

Bukan suara ngancam.

Tapi bukan suara orang yang nawar.

Kurir itu diem 2 detik.

Lalu—tanpa protes, tanpa drama—dia letakkan kardusnya, mundur 3 langkah, balik badan, naik mobil, dan pergi.

GAK ADA SATUPUN DARI MEREKA YANG NAPAS LEGA.

17.33 — Halaman rumah

Kardus kecil di tanah.

Tutupnya disegel lakban hitam.

Kaelan udah jongkok jauh-jauh. “Kalo meledak, gue mau posisinya fotogenik ya.”

Najla nyenggol dia. “Itu bukan prioritas.”

Kenzi pake sarung tangan cucian piring, karena… ya gitu.

Damar scan dulu sekelilingnya pakai aplikasi random di hp (yang hasilnya akurat buta). Arlen? Dia cuma menilai dari sudut bayangan matahari dan kebiasaan taktik lama.

“Bukan bom,” katanya.

Najla melotot. “Kok bang tau?”

“Kalau mereka mau kita mati, dari subuh kita udah gak pulang.”

…fair point.

Akhirnya kardus dibuka.

Isinya:

Korek hitam kedua — kembar dengan yang pertama.

Foto lama, agak buram, tepian kuning.

Pita kain merah kecil, dipotong rapi.

Itu saja.

Tidak ada nama.

Tidak ada pesan.

Tapi justru karena itu… nadanya jelas:

“Ingetin siapa kita.”

Foto itu…

Damar ambil paling dulu.

Tatapan semua langsung ketarik.

Isinya:

Arlen lebih muda, darah tipis di pelipis, jaket kebesaran.

Najla kecil, memegang tangan seseorang yang wajahnya disobek rapi di bagian mata.

Di belakang mereka?

Sebuah rumah yang bukan rumah mereka sekarang.

Kenzi bisik: “Siapa yang motong bagian wajahnya?”

Raga, yang sejak tadi diem di pojok pagar, jawab pelan:

“Yang motong… yang masih hidup.”

Mata Arlen menyipit.

“Dan yang wajahnya disobek?” Najla tanya, suaranya turun setengah nada.

Raga tarik napas pendek.

“Yang seharusnya mati… tapi kalian gak pernah lihat jasadnya.”

Heningnya bukan hening nyaman.

Ini hening yang baunya seperti pintu gudang lama: berkarat, berat, dan pernah dipakai buat ngunci sesuatu yang berontak.

Kaelan berusaha ngangkat suasana, tentu

“…jadi intinya, masa lalu kalian bukan Netflix series 1 season ya?”

Tidak ada yang ketawa.

Oke. Kaelan mundur 1 langkah lagi.

Arlen melipat foto itu, pelan

Bukan karena sentimental. Tapi karena orang yang pernah dikubur mulai miskin etika: bangkit tanpa izin.

“Ini bukan nostalgia,” Arlen bilang.

“Ini panggilan.”

Najla berdiri di sampingnya, bukan di belakang.

Suara dia kecil, tapi jelas:

“Bedanya? Yang dulu kita gak siap. Yang sekarang…”

“…dia yang harus siap lihat kita masih berdiri.”

Damar ngetuk pintu rumah pelan. Kenzi bersiul lirih. Kaelan gak macem-macem lagi, dia bisa bedain kapan bercanda, kapan muscle memory mulai bicara.

Raga hanya tersenyum miring.

“Welcome back to the circle.”

Tapi kemudian Kenzi nyeletuk…

“Circle apaan, lo ngundang kita reunian alumni trauma?”

Dan entah kenapa,

…kali ini,

MEREKA KETAWA.

Karena ya…

Kegelapan boleh datang.

Tapi toh mereka udah biasa makan mie di lampu seadanya.

Yang bahaya bukan gelapnya.

Yang bahaya kalau mereka sendirian.

Dan mereka?

Mereka justru berisik kalau dikumpulin.

1
아미 😼💜
semangat update nya thor
Freyaaaa
🤩🤩🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!