Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Jarwo membawa Kiai Syarif ke sebuah gedung tua bekas proyek yang terbengkalai, dan gedung itu cukup tinggi. Letak gedung itu, berjarak sekitar satu kilometer dari rumah Aryan. Dari lantai atas gedung itu, rumah Aryan terlihat jelas, meskipun samar-samar tertutup pepohonan.
“Dari sini kita bisa melihat rumahnya dengan jelas, Kiai,” bisik Jarwo.
Kiai Syarif, dengan jubah putihnya, berdiri di tepi jendela. Ia tidak langsung melihat ke arah rumah itu, melainkan memejamkan mata, seolah ia melihat rumah itu dengan mata batinnya. Jarwo hanya berdiri diam, menunggu hasilnya dengan penuh harapan. Ia sangat yakin, jika Kiai Syarif berhasil mendeteksi sumber kekuatan Aryan, maka kehancuran saingan Broto itu tinggal menunggu waktu. Jarwo sama sekali tidak peduli pada janji yang ia ucapkan kepada Kiai Syarif, yang penting baginya adalah kemenangan Broto.
Beberapa saat kemudian, udara di sekitar mereka terasa dingin dan berat. Kiai Syarif mulai membaca beberapa doa dengan suara yang sangat pelan, nyaris tak terdengar. Aura ketenangan Kiai Syarif kini berbenturan dengan hawa dingin yang tiba-tiba menyelimuti ruangan.
Kiai Syarif membuka matanya. Tatapannya kini fokus tajam ke arah rumah Aryan.
“Rumah itu… dilindungi oleh energi gelap yang sangat tebal,” gumam Kiai Syarif, suaranya terdengar seperti bisikan peringatan.
“Apa itu artinya, Kiai?” tanya Jarwo.
“Itu bukan hanya satu penjaga. Ada banyak. Mereka bekerja sama, membentuk benteng. Energi mereka semakin kuat, sebagian berasal dari sesajen yang diberikan secara rutin,” jelas Kiai Syarif. Ia menghela napas panjang, tampak prihatin. “Dan yang lebih buruk, ada dua aura penderitaan yang sangat kuat di sana. Mereka terikat pada rumah itu, tidak bisa pergi.”
Kiai Syarif menoleh ke arah Jarwo dengan tatapan tajam. “Kalian mengatakan ini adalah masalah keadilan. Tapi, Nak, yang saya rasakan ini lebih dari sekadar menghentikan kejahatan. Ini adalah pembebasan jiwa. Dua jiwa, satu aura dendam seorang laki-tua tua, dan satu lagi aura kesedihan seorang wanita muda.”
Jarwo menelan ludah, berusaha menyembunyikan niat busuknya. “Benar, Kiai. Kami hanya ingin menghentikan ini, agar tidak ada lagi nyawa yang menjadi korban.”
Kiai Syarif kembali mengamati rumah itu. “Saya harus melihat sumbernya. Benda yang menjadi ikatan perjanjiannya. Itu pasti tersembunyi dengan baik.”
Kiai Syarif memejamkan mata lagi, memfokuskan seluruh energinya. Kali ini, ia mencoba menembus pagar gaib yang melindungi rumah itu, dengan kekutannya. Jarwo melihat keringat yang mulai membasahi pelipis Kiai Syarif, menunjukkan betapa kuatnya perlawanan gaib yang ia hadapi.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Kiai Syarif tiba-tiba terbatuk pelan. Ia membuka mata dan menggelengkan kepalanya.
“Sulit,” katanya. “Saya merasakan ada sebuah ruangan yang terkunci rapat di dalam rumah itu. Di sana sumber kekuatan itu berada. Ruangan itu dilindungi oleh kekuatan gaib yang sangat kuat.”
“Jadi, ada benda di dalam kamar itu?” tanya Jarwo, matanya berbinar penuh harapan.
“Iya. Benda itu adalah inti dari semua kekuatan Aryan. Selama benda itu tidak dihancurkan, dia akan tetap kuat, dan jiwa-jiwa yang terperangkap itu tidak akan pernah tenang,” tegas Kiai Syarif. “Untuk masuk ke ruangan itu, kita tidak bisa sembarangan dan asal masuk. Kita harus memanfaatkan seseorang yang bisa membukakan pintu itu untuk kita, atau setidaknya memberikan petunjuk.”
Kiai Syarif menatap Jarwo. “Nak, saya akan bantu. Tapi saya butuh seseorang yang bisa masuk ke dalam rumah itu, dan saya akan membimbingnya.”
Jarwo mengangguk cepat. Ia yakin Broto akan senang. Jika Jarwo bisa mendapatkan informasi tentang kamar itu, Broto pasti akan mengatur rencana licik untuk menghancurkannya.
“Saya akan beritahu kepada Bos saya, Kiai. Kami akan mencari orang untuk masuk ke sana,” ujar Jarwo.
Di sisi lain, Azmi yang baru saja bertemu Bu Ratih, dan kini telah menjadi target Kiai Syarif, tanpa ia sadari.
---
Jarwo segera kembali ke rumah Broto setelah pertemuan dengan Kiai Syarif. Broto sedang menunggu di teras rumahnya, raut wajahnya tampak tegang dan tidak sabar.
“Bagaimana, Jarwo? Kamu sudah bertemu orang sakti yang bisa kalahkan Aryan?” tanya Broto tanpa basa-basi, begitu Jarwo melangkah masuk.
Jarwo membungkuk hormat. “Sudah, Bos. Saya bertemu dengan seorang Kiai di padepokan kaki gunung. Namanya Kiai Syarif. Beliau sangat hebat, Bos. Auranya kuat sekali.”
“Hebat? Maksudmu, dia mau membantu?” desak Broto.
“Beliau setuju, Bos. Tapi ada syaratnya,” jawab Jarwo, hati-hati. “Beliau tidak mau di bayar dengan uang. Beliau hanya mau membantu karena niatnya untuk menegakkan keadilan dan menghentikan perbuatan syirik.”
Broto menyeringai sinis. “Keadilan? Omong kosong. Tapi bagus, itu artinya dia bisa kita manfaatkan.” Broto mencondongkan tubuhnya ke depan. “Sekarang, apa yang dia katakan tentang si Aryan itu?”
Jarwo segera menyampaikan semua informasi dari Kiai Syarif, mulai dari benteng gaib yang melindungi rumah Aryan, adanya dua jiwa yang terperangkap di rumah itu (Qorin Pak Hari dan Santi), dan ada sebuah kamar ritual yang terkunci rapat yang menjadi sumber kesuksesan dan kekuatan Aryan.
“Di kamar itu ada benda, Bos. Kiai bilang, selama benda itu tidak dihancurkan, Aryan tidak akan bisa dikalahkan,” jelas Jarwo. “Tapi Kiai Syarif juga bilang, beliau tidak bisa menyerang langsung. Kita butuh seseorang yang bisa masuk ke dalam rumah dan membukakan pintu kamar itu.”
Mendengar detail tersebut, mata Broto berbinar-binar penuh kemenangan. Ini adalah informasi yang ia cari selama ini. Kekalahan beruntunnya selama ini disebabkan oleh satu benda terkutuk.
“Kamar terkunci… ya,” gumam Broto, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja. Senyum licik muncul di wajahnya. “Jarwo, Kiai itu benar. Kita tidak perlu melawan iblisnya. Kita hancurkan saja bendanya. Jika bendanya hancur, kemungkinan kekuatannya juga akan lenyap, dan Aryan akan kembali menjadi tukang bakso kelas teri yang bodoh.”
“Lalu, bagaimana kita masuk ke rumah itu, Bos? Rumah itu dijaga ketat,” tanya Jarwo.
Broto menghisap cerutunya. Ia menyesap asap itu perlahan, otaknya bekerja keras menyusun rencana.
“Kita jangan mengirim anak buah kita lagi. Itu terlalu berisiko, mereka bisa mati,” kata Broto. “Kita harus mencari umpan. Seseorang yang dekat dengan Aryan, yang bisa kita kendalikan, dan yang bisa membuka kamar itu tanpa dicurigai.”
Broto terdiam, memikirkan siapa orang yang bisa menjadi alatnya. Tiba-tiba, ia teringat pada Rina.
“Rina,” bisik Broto. “Istrinya. Dia pernah mencoba kabur dari Aryan. Dia pasti punya cara untuk masuk kamar itu.”
“Aku akan cari cara agar Rina mau membantu kita, kita bisa suruh orang yang dekat dengan Rina, untuk membujuknya, atau setidaknya membuat dia membuka pintu kamar itu,” Broto menyeringai. “Atau jika Rina tidak mau, kita punya satu orang lagi, Ibunya.”
Broto menatap Jarwo dengan tatapan kejam. “Kita akan gunakan Kiai Syarif untuk memuluskan rencana kita. Kiai itu hanya akan fokus pada penyelamatan jiwa, kan? Kita akan memanfaatkan niat baiknya untuk tujuan kita. Kita akan berikan Kiai Syarif petunjuk palsu bahwa kita sedang mencari orang yang bisa masuk, dan kita akan menggunakan orang itu sebagai alat untuk menghancurkan benda yang jadi sumber kekuatan Aryan.”
“Siap, Bos. Jadi, sekarang kita fokus mencari kelemahan Rina atau ibunya?”
“Ya. Jarwo, cari informasi. Selidiki siapa yang paling dicurigai oleh Aryan di rumah itu. Siapa yang paling punya akses. Kita akan susun rencana yang sempurna. Jika kali ini gagal, kita tidak akan punya kesempatan lagi,” tegas Broto, tekadnya kini dihidupkan kembali oleh informasi dari Kiai Syarif.