NovelToon NovelToon
Blood & Oath

Blood & Oath

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Tentara / Perperangan / Fantasi Timur / Action / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:571
Nilai: 5
Nama Author: Ryan Dee

Tharion, sebuah benua besar yang memiliki berbagai macam ekosistem yang dipisahkan menjadi 4 region besar.

Heartstone, Duskrealm, Iron coast, dan Sunspire.

4 region ini masing masing dipimpin oleh keluarga- yang berpengaruh dalam pembentukan pemerintahan di Tharion.

Akankah 4 region ini tetap hidup berdampingan dalam harmoni atau malah akan berakhir dalam pertempuran berdarah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryan Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Act 10 - A warm hug

Malam begitu gelap hingga langit seolah menelan cahaya bulan. Hutan sunyi, tak ada serangga yang berani bernyanyi. Setiap langkah kaki mereka terdengar jelas di atas tanah basah yang dingin, diiringi napas berat dan desir angin yang membawa aroma lembab dari dedaunan yang gugur.

James berjalan paling depan, menunduk tanpa suara.

Mereka berlima melangkah pelan, tubuh babak belur dan pakaian robek setelah pertempuran yang baru saja mereka lewati.

Mereka telah selamat—entah karena keberuntungan atau keajaiban—dari bentrokan dengan salah satu pasukan paling kuat di seluruh Tharion.

Namun kemenangan itu tak terasa seperti kemenangan.

Yang tersisa hanya rasa getir dan sadar akan satu hal: mereka masih terlalu lemah.

“Kita harus mencari cara untuk jadi lebih kuat,” ucap James lirih, matanya menatap jalan setapak di depan.

Zein menoleh, wajahnya masih penuh lebam.

“Ya, kalau terus seperti ini, keberuntungan kita bakal habis juga,” sahut Galland sambil mengusap perutnya yang masih terasa nyeri.

“Aku masih kesal orang itu membantingku seperti karung gandum,” gerutu Zein, menendang batu kecil di tanah.

Celeste tak bicara. Pandangannya lurus ke depan, namun sorot matanya tajam dan serius, seolah pikirannya sudah jauh melangkah ke depan.

Keheningan kembali menyelimuti mereka—sampai Sandel memecahnya dengan suara ragu.

“Aku... mungkin tahu ke mana kita harus pergi kalau ingin jadi lebih kuat.”

Mereka serempak berhenti melangkah.

James menoleh, menatap Sandel yang tiba-tiba jadi pusat perhatian.

“H-hey, jangan menatapku seperti itu,” ucap Sandel gugup. “Aku cuma ingat cerita dari nenekku. Aku nggak tahu benar atau nggaknya.”

James memberi isyarat agar ia melanjutkan.

“Nenekku dulu pernah bercerita tentang sebuah pulau. Katanya dihuni oleh keluarga bangsawan yang bukan berasal dari Tharion. Mereka disebut memiliki kekuatan aneh... semacam sihir yang berhubungan dengan darah.”

“Sihir darah?” Celeste akhirnya bicara, suaranya pelan namun tegas. “Kekuatan seperti itu... jarang membawa kebaikan.”

“Aku tahu, tapi bukan itu yang menarik,” jawab Sandel cepat. “Mereka juga petarung yang hebat. Bahkan disebut lebih hebat daripada para knight terbaik Tharion.”

James memperhatikan dengan saksama. “Lanjutkan.”

“Ratusan tahun lalu, keluarga itu berperang melawan kaum Tydral — ras yang bisa mengendalikan air, bahkan menunggangi ombak seolah menunggang kuda. Tapi meski Tydral bertarung di laut, keluarga itu tetap menang.”

Zein menatapnya dengan mata berbinar. “Keluarga macam apa mereka itu?”

“Mereka disebut House Thalvane, dan tinggal di pulau bernama Shattered Isle. Letaknya di barat Iron Coast, di tengah lautan Shadow Sea,” jelas Sandel.

“Ia bilang, kabut di sana sangat tebal sampai kapal-kapal sering hancur menabrak batu sebelum bisa mendekat.”

Galland mendengus pelan. “Kedengarannya seperti tempat yang ingin ditinggali orang bodoh, bukan yang ingin didatangi.”

“Tapi justru karena itu,” timpal Zein bersemangat, “kalau benar mereka sekuat yang kau bilang—kita harus ke sana!”

Galland langsung menepuk kepala Zein. “Kau bahkan kalah dari Darius, dan sekarang ingin menantang laut? Dasar gila.”

Namun James tak tertawa. Tatapannya justru tampak berpikir dalam.

Pulau misterius, keluarga asing, sihir darah... semua itu terasa seperti jawaban atas rasa tak berdaya yang kini membakar dalam dirinya.

“Mari kita bicarakan ini lagi setelah sampai di rumah Sandel,” ucap James akhirnya. “Selama kita belum keluar dari hutan ini, semuanya masih berisiko.”

Mereka pun mengangguk dan kembali melangkah.

Angin malam berhembus lembut, membawa kabut tipis yang merayap di antara pepohonan.

Tak ada yang menyadari, di balik kegelapan hutan itu, sesuatu sedang memperhatikan langkah mereka—diam, menunggu, seolah tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.

Galland menoleh kearah pepohonan yang gelap dan terhenti ketika melihat suatu bayangan kecil diantara pepohonan itu.

"Rubah? Bermata merah?" Ucapnya pelan sambil memperhatikan pepohonan itu.

"Ah mungkin hanya bayangan ku saja" ucap Galland sambil terus berjalan tidak memperdulikan hal itu.

---

Setelah perjalanan panjang melewati hutan gelap dan sunyi, cahaya redup dari sebuah rumah kecil di tepi desa akhirnya terlihat di kejauhan. Di tengah kegelapan, hanya cahaya itu yang terasa seperti harapan.

Sesampainya di sana, mereka disambut hangat oleh Aurora — adik Sandel — yang ternyata masih terjaga karena khawatir akan keadaan mereka.

> “Aurora, kukira kamu sudah tidur,” ucap Sandel sambil masuk ke dalam rumah, mencoba tersenyum meski wajahnya masih tampak letih.

Raut khawatir terpancar jelas di wajah cantik gadis itu, sampai-sampai Galland dan Zein langsung terdiam menatapnya tanpa sadar.

> “Hmm.”

Celeste hanya mendengus pelan, lalu menginjak kaki keduanya bergantian.

Galland dan Zein meringis menahan sakit sambil cepat-cepat menunduk, menutupi wajah yang sudah memerah.

> “Apa yang terjadi? Kenapa tubuh kalian penuh luka?” tanya Aurora sambil membawa air dan kain untuk membersihkan luka mereka.

> “Tidak usah dipikirkan,” jawab Sandel santai. “Hanya sedikit pekerjaan yang harus kami selesaikan.”

Aurora mengangguk pelan, lalu mengalihkan pandangan ke Galland yang kepalanya masih berdarah akibat benturan di hutan.

> “Luka itu terlihat parah. Sini, biar aku bantu bersihkan,” katanya lembut.

Galland menelan ludah. Jantungnya berdetak kencang.

> Wajahnya… terlalu dekat…

> “A-ahh!”

Jeritnya spontan saat air tumpah ke baju Aurora.

> “Ah! Maaf ya, pasti kamu kesakitan?” ucap Aurora cemas, buru-buru mencoba membersihkan lagi.

“Aku akan lebih hati-hati kok.”

Galland menatapnya panik. Wajahnya semakin merah. Ia segera merebut kain dari tangan Aurora.

> “T-tidak! Aku bisa sendiri! T-terima kasih, ya!” katanya tergagap.

Sandel yang sejak tadi memperhatikan mereka akhirnya bersuara.

> “Hey! Jangan pikir yang aneh-aneh tentang adikku!” bentaknya sambil menendang Galland yang langsung jatuh tersungkur ke lantai.

James dan Zein langsung tertawa keras sementara Celeste hanya menggeleng, jelas ini bukan pertama kalinya ia melihat adegan seperti itu.

Malam itu, api unggun menyala dengan tenang, menghangatkan ruangan kecil yang dipenuhi tawa mereka. Angin dingin dari luar tak mampu menembus kehangatan yang terasa di dalam rumah itu.

Suara tawa terdengar hingga ke luar, terbawa oleh angin malam yang lembut.

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, mereka merasa seperti manusia biasa — tertawa, bercanda, merasakan hangatnya rumah.

Mereka tidak tahu… apakah malam seperti ini akan datang lagi.

---

1
Mr. Wilhelm
kesimpulanku, ini novel hampir 100 persen pake bantuan ai
Ryan R Dee: sebenernya itu begitu tuh tujuannya karena itu tuh cuma sejenis montage gitu kak, kata kompilasi dari serangan disini dan disana jadi gak ada kata pengantar buat transisi ke tempat selanjutnya, tapi nanti aku coba revisi ya kak, soalnya sekarang lagi ngejar chapter 3 dulu buat rilis sebulan kedepan soalnya bakalan sibuk diluar nanti
total 7 replies
Mr. Wilhelm
transisi berat terlalu cepat
Mr. Wilhelm
Transisinya jelek kyak teleport padahal narasi dan pembawaannya bagus, tapi entah knapa author enggak mengerti transisi pake judul kayak gtu itu jelek.
Ryan R Dee: baik kak terimakasih atas kritik nya
total 1 replies
Mr. Wilhelm
lebih bagus pakai narasi jangan diberi judul fb kek gni.
Mr. Wilhelm
sejauh ini bagus, walaupun ada red flag ini pake bantuan ai karena tanda em dashnya.

Karena kebnyakan novel pke bantuan ai itu bnyak yg pke tanda itu akhir2 ini.

Tapi aku coba positif thinking aja
perayababiipolca
Thor, aku hampir kehabisan kesabaran nih, kapan update lagi?
Farah Syaikha
🤔😭😭 Akhirnya tamat juga, sedih tapi puas, terima kasih, author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!