Terjerat Cinta Tuan Muda

Ketika Tristan mencoba membuka baju Freya. Ia terpaksa menghentikan aktivitasnya karena melihat sebuah meja terpental.

Braakk !!

Louis menendang meja yang ada di depannya. Ia bangkit dari tempat duduk, pandangannya tajam, tanpa basa-basi tinjunya melayang tepat di wajah Tristan, Tubuh Louis yang terlatih dan tenaganya yang kuat membuat tubuh Tristan terpental ke lantai.

Kali ini Louis melemparkan pandangan tajam ke arah Freya, Freya cukup pintar untuk mengetahui jika laki-laki di depannya memendam amarah yang luar biasa.

Ah biarlah, terserah dia mau melakukan apa pun padaku. Pikirnya

“Lei, urus sampah itu!” Louis berteriak, dari tatapan matanya tersirat keinginan untuk membunuh. Tristan yang masih tergeletak di atas lantai hanya bisa membisu, dari mulutnya mengalir darah segar. Sementara tangannya memegangi bagian wajah yang terkena pukulan Louis.

“Baik Tuan Muda” Tanpa menunggu waktu lama, Tristan telah lenyap dari pandangan mata mereka. Louis kembali menatap Freya, matanya men*lanj*ngi seluruh bagian tubuh Freya dari atas hingga ke bawah. Freya hanya bisa mematung, tubuhnya kaku, bibirnya kelu. Sesaat kemudian pandangan mata Louis berubah, ada keteduhan di dalamnya. Tangan Louis mengelus pipi Freya, menghapus sisa air mata di pipinya.

Ada banyak pertanyaan yang ingin Louis sampaikan, ada banyak hal yang ingin Louis ceritakan. Tapi kalimat pertama yang ke luar dari mulutnya adalah “Are you ok?”

Freya menggelengkan kepalanya, seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak dalam keadaan baik-baik saja, tangisnya pecah. “it’s ok, i’m here” kali ini tangan Louis bergerak menepuk-nepuk lembut pundak Freya, seperti seorang Ayah yang sedang menenangkan putrinya. Ia melepas mantel dan menutupi tubuh Freya.

“Tidak ada seorang pun yang boleh melihat tubuhmu, kecuali aku” Louis menggendong tubuh Freya dengan Lembut, sementara Freya hanya bisa tersipu malu dan membenamkan wajahnya di dada Louis.

Louis menggendong Freya melewati lorong demi lorong di Club itu. Louis tak bisa mengontrol emosinya setiap kali ia mengingat betapa keras kepala wanita yang kini berada dalam pelukannya.

“Apa kau ini bodoh? Bagaimana mungkin kau lebih memilih ditiduri oleh laki-laki seperti Tristan, daripada memohon pertolonganku. Hah?!” Louis kembali bertanya, kali ini diikuti dengan tatapan matanya yang tajam.

“Jika aku memohon padamu, bukankah artinya sama saja seperti aku menjual diriku? Lalu bersedia menjadi wanita simpananmu?” Freya menjawab pertanyaan Louis sembari memukulkan tangannya ke dada Louis, Louis yang memiliki tubuh kekar tak bergeming sedikit pun dengan pukulan tangan Freya, tubuh Louis seperti tidak merasakan sakit.

“Freya, sudah ku katakan. Jangan melewati batasmu!” Louis menaikan sedikit volume suaranya.

“Tidak ada batas di antara kita, bukankah aku tidak memiliki status apa pun. Aku bahkan tidak layak untuk berdiri sejajar di sampingmu. Bukan?" Freya menurunkan pandangan matanya, sesaat kemudian ia menutup matanya.

“Kali ini, ke mana kau akan membawaku? Apa ke rumah itu lagi? Rumah yang bisa di datangi wanita-wanita koleksimu?” Tangannya kembali memukul tubuh Louis. Louis tak bergeming, ia terus melangkahkan kakinya lebar-lebar menyusuri satu persatu ruangan di dalam club malam itu.

“Jawab aku!” kali ini Freya menaikkan volume suaranya, kakinya yang menggantung mulai meronta menendang bagian tubuh Louis. Freya bukan tidak mengerti kalimat terima kasih, Ia bukan tidak tahu balas budi. Freya bersyukur Louis menyelamatkan dirinya dari cengkraman tangan Tristan, namun jika harus kembali ke tempat itu, ke tempat di mana dirinya bisa di caci wanita lain. Freya tidak ingin. Louis menarik nafas panjang, sesaat ia menutup kedua matanya.

“Aku akan membawamu ke tempat di mana kau tidak bisa melarikan diri” mendengar jawaban Louis, Freya tertawa terbahak-bahak, ia membuka mulutnya lebar-lebar sampai Louis bisa melihat gigi geraham Freya.

“Mengapa tidak kau penjarakan saja aku?!” Kali ini Freya tersenyum getir, pada akhirnya ke mana pun kakinya melangkah, sejauh apa pun itu, Louis tetap bisa berada di depannya, dan bisa mencengkram tubuh Freya kapan pun.

Louis mempercepat langkahnya, tatapan matanya dingin. Tidak ada reaksi apa pun ketika mendengar kalimat yang di ucapkan Freya.

Freya hanya bisa menangis, ia menutup matanya erat-erat berharap ini hanya sebuah mimpi. Esok hari ketika ia terbangun dari tidurnya, semua keadaan yang menyakitkan ini akan hilang tertelan waktu. Tetapi Freya mengerti, ini bukanlah mimpi. Dirinya hanya bisa pasrah menjalani catatan takdir yang di gariskan Tuhan. Bertemu dengan Louis, berada dalam genggaman tangannya juga merupakan jalan yang harus dilalui Freya.

Bagi Freya keadaan ini sepeti sebuah magnet yang tarik menarik. Meski ia berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri dari Louis, Pada akhirnya Freya akan tetap kembali dalam cengkraman tangan Louis.