NovelToon NovelToon
Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Anak Lelaki/Pria Miskin / Penyelamat
Popularitas:740
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buronan Tingkat Tiga dan Perburuan Berbonus

Tepat setelah gelak tawa mereda dan suasana kembali ke ketegangan semula, Kepala Direktur Bram melangkah mendekati Yansya dan Lisa. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius. Ia mengisyaratkan ada hal penting yang ingin disampaikannya. Ia berdeham, menarik perhatian mereka berdua yang masih terlibat dalam momen 'penjeweran' kecil.

"Saya akan mengadakan rapat darurat untuk semua ketua tim dalam tiga hari ke depan," ucap Kepala Direktur Bram. Suaranya terdengar tegas dan lugas. Ia menatap Yansya dan Lisa bergantian, memastikan pesannya tersampaikan dengan jelas.

Lisa dan Yansya saling pandang, mengangguk bersamaan. Mereka tahu ini bukan rapat biasa, melainkan persiapan untuk langkah besar selanjutnya.

"Tiga hari lagi," lanjut Kepala Direktur Bram, "semua tim diharapkan sudah menyelesaikan misi mereka masing-masing dan siap dengan laporan lengkap." Ia menambahkan, "Kita akan menyusun strategi baru untuk menghadapi ancaman yang lebih besar ini." Sebuah keseriusan terpancar dari sorot matanya, karena ia tahu bahwa Fabian dan jaringannya adalah musuh yang jauh lebih berbahaya dari yang pernah mereka duga sebelumnya. Ini adalah titik balik yang akan menentukan nasib kota.

"Dan ada satu hal lagi yang sangat penting," tambah Kepala Direktur Bram. Pandangannya mengeras. "Status Fabian, karena ulahnya yang terus-menerus lolos dan ancaman yang ia timbulkan, sudah kami tingkatkan." Lisa sedikit tersentak, menanti kelanjutan ucapan ayahnya. Yansya mencondongkan tubuh sedikit, rasa penasarannya memuncak.

"Dia kini resmi menjadi buronan tingkat tiga," jelas Kepala Direktur Bram. Nadanya penuh penekanan. "Ini adalah status yang menunjukkan peningkatan bahaya signifikan, di antara lima tingkat yang kita miliki."

Yansya langsung bertanya, "Tingkat tiga? Bukankah semakin kecil nomornya, berarti semakin besar bahayanya, Pak Direktur?" Ia menatap Kepala Direktur Bram untuk konfirmasi, memastikan ia tidak salah paham tentang hierarki status buronan itu. Lisa mengangguk, menyetujui pertanyaan Yansya.

Kepala Direktur Bram menghela napas. "Tepat sekali, Yansya," jawabnya. "Sistem kita punya lima tingkat. Tingkat lima dan empat adalah untuk ancaman skala kecil, seperti penipu atau pencuri biasa. Fabian, dengan tingkat tiganya, berarti dia sudah jauh lebih berbahaya dari itu. Sementara tingkat dua dan satu adalah untuk ancaman paling serius, yang bahkan melebihi Fabian dalam hierarki bahaya."

Lisa menatap Yansya, rahangnya mengeras. "Jadi, kita tidak bisa main-main lagi," ucap Lisa. Ia berbisik pada Yansya. "Fabian sekarang sudah menjadi prioritas utama, melebihi misi apa pun yang sedang berjalan." Yansya mengangguk, sorot matanya berubah tajam, tanda ia sepenuhnya memahami implikasi dari status baru Fabian itu. Ini bukan hanya pertarungan biasa, ini adalah perburuan yang akan menguji batas kemampuan mereka.

Setelah pembicaraan serius dengan Kepala Direktur Bram dan memastikan semua tim sudah mengerti arahan, Yansya dan Lisa memutuskan untuk kembali ke apartemen Lisa. Suasana di markas masih terasa berat karena insiden Fabian, dan mereka butuh sedikit waktu untuk menjernihkan pikiran.

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju mobil Lisa, tidak banyak bicara. Pikiran mereka masih penuh dengan rencana dan strategi yang harus disusun untuk menghadapi ancaman yang lebih besar.

Perjalanan singkat menuju apartemen Lisa terasa tenang, kontras dengan kekacauan yang baru saja mereka alami. Lisa menyetir dengan fokus, sementara Yansya sesekali melirik ke arahnya, merasakan lelah yang mulai menjalar setelah seharian penuh ketegangan.

Ketika sampai, Lisa segera memarkirkan mobilnya. Begitu masuk ke dalam apartemen, keheningan menyelimuti mereka berdua, karena di sana tidak ada lagi tawa tim atau rentetan perintah.

Lisa langsung melemparkan kunci di meja dekat pintu, lalu ia meregangkan tubuhnya. "Akhirnya," desah Lisa, nadanya sedikit lega. "Aku tidak menyangka hari ini akan berakhir seperti ini."

Yansya mengangguk. Ia melepas jaketnya dan meletakkannya di sofa. "Aku juga, Sayang," balas Yansya, menatap Lisa. "Sepertinya kita harus bersiap untuk perburuan yang jauh lebih intensif mulai sekarang. Fabian tidak akan mudah ditangkap."

Dalam benaknya, Yansya sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan kesulitan itu. Justru sebaliknya, ia merasakan gejolak semangat yang berbeda. Pikirannya melayang pada ucapan Kepala Direktur Bram tentang peningkatan status Fabian.

"Buronan tingkat tiga, ya?" batin Yansya sambil tersenyum tipis. Sebuah ide cemerlang melintas di kepalanya. Dia teringat desas-desus di kalangan agen, bahwa hadiah untuk penangkapan buronan akan berlipat ganda setiap kali statusnya dinaikkan.

"Bonus besar," gumam Yansya pelan, nyaris tidak terdengar. Matanya berbinar-binar memikirkan potensi keuntungan finansial yang akan ia raih.

Jika Fabian yang dulunya hanyalah target biasa saja sudah punya nilai, apalagi sekarang dengan status tingkat tiga. Itu pasti akan sangat menguntungkan. Sebuah senyum lebar mulai terukir di bibirnya. Semua kerugian mesin capit boneka dan sate padang yang terlewatkan akan terbayar lunas.

Lisa yang melihat Yansya tiba-tiba tersenyum sendiri langsung menatapnya dengan heran. "Kenapa kamu senyum-senyum begitu, Yansya?" tanya Lisa, sedikit geli. "Apa kamu sudah menemukan ide untuk menangkap Fabian, atau jangan-jangan kamu sedang membayangkan sate padang lagi?"

Yansya hanya terkekeh, menggelengkan kepala, pura-pura tidak ada apa-apa, padahal di dalam hatinya ia sudah menghitung berapa nol yang akan ada di rekeningnya setelah Fabian tertangkap.

Yansya bangkit dari sofa, meregangkan bahunya. "Sayang," panggilnya, sedikit melirik Lisa. "Aku mau keluar sebentar. Mungkin cari Agin, sekalian jalan-jalan melepas penat." Ia tahu Lisa akan sedikit curiga dengan permintaannya yang mendadak itu, tetapi ia butuh udara segar dan sedikit waktu untuk merencanakan 'investasinya' yang baru.

Lisa melipat tangannya di dada, menatap Yansya dengan tatapan menyelidik. "Cari Agin? Atau cari tempat untuk menghitung bonus yang kamu impikan itu?" goda Lisa, bibirnya melengkung geli. "Tumben sekali kamu mau jalan-jalan sendiri. Biasanya kamu pasti mengeluh soal kemacetan atau biaya parkir."

"Sudah, sudah, jangan banyak tanya," Yansya mendengus, sambil meraih kunci mobil Lisa dari meja. "Aku janji tidak akan mencari masalah atau membuat kerugian baru. Aku cuma mau Agin menemaniku sebentar. Paling sebentar lagi juga aku pulang, Sayang." Ia mengedipkan mata, lalu segera bergegas keluar dari apartemen, meninggalkan Lisa yang hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.

Begitu keluar dari apartemen, Yansya langsung menyetir menyusuri jalanan kota yang masih ramai. Lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan pemandangan yang berkilauan. Namun, fokus Yansya bukan pada keindahan malam itu, melainkan pada angka-angka fantastis yang berputar di kepalanya.

"Bonus, bonus, bonus," bisiknya pelan, seolah setiap putaran roda mobilnya adalah langkah menuju kekayaan.

Ia membayangkan segepok uang tunai, lembaran-lembaran rupiah yang tebal, memenuhi tasnya. Senyumnya semakin lebar saat ia membayangkan dirinya membeli segala hal yang dulu hanya bisa ia impikan. Apartemen mewah, mobil sport terbaru, mungkin juga beberapa hektar tanah di pedesaan untuk membangun peternakan sapi impiannya.

Semua itu terasa begitu nyata di benaknya. Bahkan kerumunan orang yang berlalu lalang di trotoar pun seolah menjadi latar belakang tak berarti bagi ambisinya. Yansya terus melaju, pandangannya menerawang jauh, seolah ia bisa melihat Fabian sudah ada di genggamannya, siap ditukar dengan bonus yang menggiurkan.

Saat ia sedang asyik melamunkan masa depan yang penuh cuan, Yansya tiba-tiba melambatkan laju mobilnya di sebuah jalanan yang agak sepi, tidak jauh dari kawasan perumahan elit. Matanya menangkap pemandangan yang tak terduga.

Di depan sebuah rumah megah dengan gerbang besi tinggi, tampak keributan kecil. Beberapa pria berbadan besar dengan wajah garang sedang menggerutu, sementara dua sosok yang sangat dikenalnya terlihat panik.

"Sarah? Herman?" gumam Yansya tidak percaya, menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya. Mantan istrinya dan Herman, suami barunya, terlihat sedang dipepet oleh para rentenir itu. Suara-suara caci maki dan ancaman mulai terdengar samar di telinga Yansya. Wajah Herman terlihat sangat pucat, dan Sarah tampak ketakutan, sesekali mencoba melindungi Herman dari rentetan omelan para penagih utang itu.

Yansya menghentikan mobilnya agak jauh, mengamati drama yang terbentang di depannya. Ia tersenyum tipis, sebuah seringai kepuasan melintas di wajahnya.

"Sepertinya uang yang dulu Sarah kejar itu tidak bertahan lama, ya?" batin Yansya, ada nada ironi dalam pikirannya. Ia melihat Herman yang terus menerus memohon, sementara para rentenir itu tak peduli, terus saja menagih utang dengan ancaman yang semakin keras.

1
Khusus Game
oke, bantu share k
Glastor Roy
yg bayak tor up ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!