Demi harta Dirja rela melakukan pesugihan, pesugihan yang katanya aman. Tak perlu menumbalkan nyawa, hanya perlu menikah lagi saja. Semakin Dirja menikah dengan banyak wanita, maka harta yang dia dapatkan juga akan melimpah.
"Ingat, Dirja! Kamu harus menikah dengan wanita yang memiliki hari spesial, seperti wanita yang lahir pada malam satu suro. Atau, wanita yang lahir pada hari Selasa Kliwon."
"Siap, Ki! Apa pun akan saya lakukan, yang terpenting kehidupan saya akan jadi lebih baik."
Akan seperti apa kehidupan Dirja setelah melakukan pesugihan?
Benarkah pesugihan itu aman tanpa tumbal?
Gas baca, jangan sampai ketinggalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hinaan Membawa Dendam
Darmi begitu senang ketika tiba di kampung halamannya, karena wanita itu langsung diajak ke rumah baru yang sangat dia impikan. Rumah yang ada di dekat pasar, sederhana, tetapi cocok untuk berjualan.
Rumah itu hanya memiliki 1 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga yang bercampur dengan dapur dan juga kamar mandi. Namun, Darmi sangat menyukai tempat yang tidak besar itu. Karena dengan seperti itu, dia tak perlu cape untuk membersihkan rumah tersebut.
"Mas, terima kasih banyak karena kamu sudah mewujudkan rumah impian aku."
Selain membeli rumah untuk Darmi, Dirja juga membeli rumah khusus untuk pemujaan. Karena dia tidak mau mengambil resiko jika mengadakan tempat pemujaan di rumah Darmi atau di rumah Susi, pasti akan mengancam keselamatannya.
Karena beberapa waktu setelah dia menikah dengan Susi saja, dia hampir ketahuan. Karena Susi ternyata merupakan wanita yang begitu kepo dan ingin tahu tentang apa yang ada di sekitarnya.
Lambat laun pasti istrinya akan curiga, makanya dia sengaja membeli rumah baru untuk ketenangannya sendiri, untuk masa di mana dia harus memuja dengan tenang dan tanpa gangguan.
"Sama-sama, Sayang. Oh iya, sekarang kamu istirahat saja dulu. Aku mau ketemu sama Susi, mau ngobrol masalah buah-buahan yang nantinya akan kamu jual."
"Iya, Mas. Pergilah, jangan terburu-buru untuk menemui aku kembali. Menginap-lah barang satu atau dua hari di rumah Susi, kasihan juga dia sudah tidak bertemu dengan kamu selama satu minggu lebih."
"Iya iya, kamu itu memang istri yang sangat pengertian. Ya udah, Mas pergi. Tapi kalau kamu ditinggal sendirian di rumah, apa mampu mengurus diri sendiri?" tanya Dirja dengan khawatir.
"Bisa, tenang aja. Lagi pula aku ingin belajar mandiri," jawab Susi.
"Iya, kalau begitu aku pamit."
Sebelum pergi ke rumah mertuanya, Dirja memutuskan untuk membeli jajanan pasar yang tidak jauh dari rumah baru Darmi. Saat Dirja sedang asyik memilih jajanan pasar, tiba-tiba saja dia dikagetkan dengan suara seorang wanita yang sedang menyindir dirinya.
"Ternyata orang miskin yang sedang berusaha menikmati uang orang kaya itu lagi jajan. Kayaknya mau nemuin mbak Susi, jadi mau datang dengan membawa jajanan pasar."
Dirja menolehkan wajahnya ke arah suara, ternyata yang sedang menyindir dirinya itu adalah Dea. Wanita hamil itu kini sedang tersenyum sinis ke arahnya, Damar yang ada di sampingnya bahkan tertawa mengejek.
"Kalau orang miskin walaupun sudah menikah dengan orang kaya tetap susah ya, baju aja tidak bisa menyesuaikan. Tetap memakai pakaian murah yang lusuh," ejek Damar.
"Namanya juga orang miskin, Yang. Nggak bisa menyesuaikan diri, padahal uang yang dikasih bapak pasti banyak. Dia itu kan' tukang morotin duit," ujar Dea.
"Aku yakin kalau duit mbak Susi juga pasti diporotin sama dia, apalagi mbak Susi kayaknya cinta banget sama dia. Baru ketemu tapi udah lengket banget, kayak orang dipelet."
Dirja mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna, buku-buku tangannya sampai memutih. Dia kesal sekali dengan apa yang dikatakan oleh suami istri tersebut, tetapi dia tidak bisa marah begitu saja.
"Hooh, orang miskin itu mainnya kotor. Udah ah, kita jangan terlalu lama dekat dengan orang miskin. Nanti ketularan miskin," ujar Dea yang langsung menarik tangan suaminya untuk segera pergi dari sana.
Selepas kepergian Dea dan juga Damar, tiba-tiba saja pikiran kotor langsung menghampiri pikiran Dirja.
"Sekali lagi dia berani hina aku, akan aku tumbalkan janin yang ada di dalam perut wanita busuk itu!" ujar Dirja pelan tapi penuh dengan penekanan.
Dirja menghela napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan, dia melakukan hal itu berkali-kali. Dirja mencoba untuk menenangkan dirinya, setelah merasa tenang dia langsung pergi ke kediaman lurah Sukarta dengan membawa banyak jajanan.
"Kang, kapan pulang?"
Baru saja Dirja datang ke kediaman lurah Sukarta, dia sudah disambut dengan kedatangan Susi yang kebetulan baru saja mandi dan ingin menikmati udara sore.
"Tadi siang," jawab Dirja yang langsung memberikan bungkusan jajanan pasar yang sudah dia beli.
Susi menerimanya, bahkan dia dengan cepat mengambil salah satu kue yang ada di dalam plastik itu dan melahapnya.
"Enak, Kang?"
"Syukurlah kalau kamu suka, oiya. Darmi sudah pulang, dia sudah sehat. Tapi, dia tidak bisa berjalan seperti dulu."
"Ya Allah, terus ... di mana mbak Darmi sekarang, Kang?"
"Di rumah baru, rumah kecil yang ada di dekat pasar. Katanya dia mau jualan, walaupun hidup bergantung pada kursi roda, tetapi dia tidak ingin menjadi wanita yang terlihat begitu lemah."
Susi menarik tangan suaminya dengan lembut, lalu mengajak pria itu untuk duduk di salah satu bangku yang ada di dekat taman belakang. Susi yang merindukan pria itu bahkan langsung menyadarkan kepalanya di pundak Dirja.
"Kalau mbak Darmi sakit, Akang pasti akan lebih sering di tempat mbak Darmi ya?"
Dirja mengusap puncak kepala Susi dengan begitu lembut, kemudian dia menunduk untuk mengecup bibir Susi dan berbisik tempat di telinga wanita itu.
"Nggak juga, tergantung Akang pengen main kuda-kudaan sama kamu atau nggak."
"Akang nakal!" ujar Susi dengan wajahnya yang sudah memerah.
Di saat sedang asyik mengobrol berdua, Dea datang sambil mencibir keduanya.
"Susah kalau lagi bucin, dikasih makan angin juga cinta aja. Mikir, Mbak. Mending nyari suami baru, Kang Dirja itu gak level sama keluarga kita."
Dea pergi setelah mengatakan hal itu, Susi yang merasa tidak enak hati langsung menatap mata Dirga dengan dalam.
"Nggak usah diambil hati, Kang. Dia itu emang mulutnya jahat, padahal kalau aku nggak nikah sama Akang, dia juga gak bakal bisa nikah sama pria pujaannya."
"Santai saja, Neng. Dia pasti kena karmanya karena sudah menghina kita," ujar Damar.
Damar menatap kepergian Dea dengan tatapan penuh kebencian, dia berjanji di dalam hati akan memberikan pelajaran kepada wanita itu.
'Aku akan pastikan kamu menyesal karena sudah menghinaku,' ujar Dirja dalam hati.
punya pikiran tidak sih Dea ini.
Egois, judes dan emosian
iblis kalau di turuti semakin menjadi membawamu makin dalam terperosok dalam kehinaan .
Dirja ,ringkih banget hatimu ,baru di katain begitu kau masukkan ke dalam hati terlalu jauh ,hingga punya pikiran melenyapkan kehidupan insan tidak bersalah yang baru berkembang.
semangat teh Ucu