NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Lucane, Max, Juan, dan Xera duduk melingkar di depan layar besar yang menampilkan foto-foto bisnis Alexi: klub malam, kantor properti, dan deretan rekening bank.

Max menunjuk ke layar:

“Ini yang paling lemah klub malam di NewYork. Tempat cuci uang utama Alexi. Keamanan di sana nggak terlalu ketat karena dia yakin nggak ada yang berani mengusik.”

Juan menyela, suaranya serius.

“Tapi kalau kita hancurkan klub itu, Alexi akan langsung sadar siapa yang bergerak. Dia bakal ngamuk, Lu.”

Lucane mengangguk pelan.

“Biar saja. Aku mau dia tahu. Aku mau dia merasa takut. Sama seperti yang dia lakukan pada Xera.”

Semua terdiam. Xera tiba-tiba berkata dengan suara rendah tapi mantap.

“Kalau kita hancurkan klubnya kita juga harus selamatkan para gadis yang kerja di sana. Banyak yang terjebak di bisnis Alexi.”

Lucane menoleh cepat, menatap Xera dengan mata tajam tapi penuh rasa bangga.

“Itulah kenapa aku memilihmu. Kau selalu melihat orang lain. Bukan hanya dirimu.”

Xera menunduk sedikit, suaranya bergetar.

“Aku dulu juga pernah merasa tidak berdaya. Aku nggak mau orang lain ngerasain hal yang sama.”

Lucane meraih tangannya.

“Kalau begitu, kita lakukan. Kita serang malam ini.”

* * * *

Klub Malam “Velvet Moon.”

Lampu neon berkedip. Musik keras. Orang menari, mabuk. Sementara itu, di sebuah mobil van hitam terparkir di seberang jalan, Lucane duduk bersama Max, Juan, dan Xera.

Xera mengenakan headset. Tangannya sedikit gemetar.

“Apa aku benar-benar harus di sini?” gumam Xera.

Lucane menatapnya serius.

“Aku ingin kau lihat langsung dunia yang akan kau hadapi jika melawan Alexi. Kau harus siap, Xera.”

Xera mengangguk, menelan ludah.

Max melapor,

“Anak buah Alexi yang jaga pintu malam ini nggak banyak. Kita bisa masuk lewat pintu belakang. Aku udah atur listrik mati beberapa menit. Saat lampu mati, kita angkut semua data ke flashdisk, dan keluarin para gadis.”

Xera memandang ke arah gedung yang berkelap-kelip. Wajahnya keras, penuh tekad.

“Aku mau ikut masuk.”

Lucane langsung menatapnya tajam.

“Tidak. Kau di sini. Kalau terjadi apa-apa”

Xera memotong cepat.

“Aku nggak mau hanya duduk menunggu. Ini hidupku juga, Lucane.”

Lucane terdiam beberapa detik, lalu akhirnya menghela napas berat.

“Baik. Tapi kau tetap di belakangku setiap detik.”

Lampu tiba-tiba padam. Musik terhenti. Suara teriakan dan kaca pecah terdengar. Lucane dan tim bergerak cepat. Xera mengintil di belakang Lucane, napasnya memburu.

Mereka tiba di kantor manager klub. Max menggeledah brankas. Juan mengawal pintu sambil mengacungkan pistol ke penjaga yang mencoba mendekat.

Xera mendengar suara gadis-gadis menangis di ruangan lain. Dia menatap Lucane dengan mata berkaca.

“Kita harus keluarkan mereka sekarang!”

Lucane mengangguk.

“Max, urus data. Juan, bawa para gadis keluar lewat gang belakang.”

Xera masuk ke ruangan gadis-gadis. Mereka semua terlihat ketakutan, sebagian hanya mengenakan pakaian minim. Xera meraih tangan salah satu gadis.

“Ayo ikut aku. Kalian aman.”

Gadis itu menatap Xera, bingung.

“Siapa kamu…?”

“Seseorang yang pernah terjebak juga,” ucap Xera, air matanya hampir jatuh.

Satu per satu gadis mulai berdiri. Xera memimpin mereka keluar di bawah sirene darurat yang meraung.

Saat mereka hampir keluar, seorang pria besar anak buah Alexi menghalangi jalan.

“Mau ke mana kalian, ha?!”

Lucane melangkah ke depan. Satu tembakan dilepaskan ke atas.

“Minggir. Ini urusanmu bukan.”

Pria itu menatap Lucane dengan ketakutan, akhirnya mundur. Lucane langsung menarik Xera ke luar.

Di luar, mobil van sudah menunggu. Semua gadis berhasil dimasukkan. Xera naik terakhir. Matanya basah, tapi wajahnya tegas.

Dalam mobil, perjalanan kabur.

Xera duduk terengah, tangan masih gemetar. Lucane menatapnya dengan rasa bangga.

“Kau luar biasa, Xera.”

Xera menarik napas panjang.

“Aku tak mau jadi korban lagi, Lucane. Aku mau jadi orang yang melawan.”

Lucane mengusap pipinya lembut.

“Dan kau sudah memulainya. Ini baru permulaan.”

* * * *

Apartemen Alexi.

Alan masuk terburu-buru.

“Bos… Velvet Moon hancur. Lucane yang melakukannya. Dan Xera ada di sana.”

Alexi berdiri perlahan. Suara kursinya menggesek lantai marmer. Matanya menyala dingin.

“Jadi kau akhirnya menantangku, Xera. Baiklah permainan dimulai.”

* * * *

Malam itu, di dalam kamarnya, Xera berdiri di balkon. Salju jatuh perlahan. Lucane memeluknya dari belakang.

“Kau sudah masuk terlalu dalam, Xera. Tidak ada jalan mundur.”

Xera menoleh pelan.

“Aku tidak mau mundur. Aku mau semua kembali. Termasuk harga diriku.”

Lucane mencium bibirnya perlahan. Dalam dinginnya salju, api perang sudah dinyalakan.

* * * *

Hujan turun deras di Amsterdam malam itu. Jalanan basah memantulkan cahaya lampu kota. Di salah satu distrik bisnis milik Lucane, sebuah gudang penyimpanan barang mewah meledak hebat. Api menjilat langit malam, suara sirene meraung di kejauhan.

Di ruang kontrol mansion Revantra, Max berdiri gelisah di depan layar CCTV yang menayangkan kobaran api. Lucane duduk di kursi tinggi, rahangnya mengeras.

“Tuan, itu salah satu gudang utama ekspor-impor Anda. Hancur total.” lapor Max

Lucane menatap layar, matanya seperti baja.

“Alexi.”

Max mengangguk.

“Kami temukan pesan di lokasi. Hanya selembar kertas bertuliskan: Kau ambil hidupku. Sekarang kubakar duniamu.” Ucap Max

* * * *

Sementara itu, di sebuah bar gelap, Vivian duduk di kursi VIP. Wajahnya sedikit lelah, tapi masih cantik menawan. Di depannya, Alexi menatapnya tajam, sambil menyulut rokok.

“Kau bilang masih mau dekat dengan Lucane, Vivian?” tanya

Vivian menatap Alexi dengan mata tajam, bibirnya sedikit bergetar.

“Apa kau pikir aku tidak bisa memikatnya lagi? Dia masih pria. Dan dia dulu selalu membiarkanku di sisinya.” jawab Vivian

Alexi menghembus asap rokok perlahan, suaranya dingin.

“Lucane sekarang punya istri. Namanya Xera. Aku ingin kau cari cara mendekatinya. Buat retak hubungan mereka. Kalau kau berhasil kau akan dapat kembali tempatmu. Dan lebih banyak dari itu.” Tawar Alexi

Vivian menatap Alexi lama. Dia tampak bimbang, tapi amarah dan ambisi menari di sorot matanya.

"Apa kau yakin nama istri nya Xera?" Tanya vivian karena dia tidak menemukan identitas istri Lucane

"Tentu saja, aku dapat menjamin nya" jawab Alexi

“Aku tidak akan membiarkan perempuan biasa merebut Lucane dariku.”

Alexi tersenyum miring.

“Bagus, Vivian. Aku suka semangatmu.”

* * * *

Di tempat lain, Adelina Asmara, gadis cantik pewaris keluarga Asmara, duduk di meja makan panjang di rumah besar keluarganya. Seorang pria berbaju hitam berdiri di dekatnya orang suruhan Alexi.

“Nona Adelina. Anda masih ingin menikah dengan Lucane, bukan?” ucap pria suruhan Alexi

Adelina menegang.

“Lucane menolakku. Dia memilih wanita lain. Tapi aku aku tidak bisa berhenti memikirkan dia.” jawab Adelina

“Jika Anda bantu Tuan Alexi, mungkin Lucane akan kembali. Kita hanya perlu singkirkan Xera.” jawab pria itu

Adelina menatap pria itu. Air matanya berkilat, tapi wajahnya tampak keras.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Adelina

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!