NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:19.7k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Darrel keluar dari mobil tanpa menunggu penjelasan.

Langkahnya tenang, tapi aura dinginnya terasa bahkan sebelum dia sampai di depan mereka.

“Sudah waktunya masuk,” katanya pendek.

“E–eh iya, iya. Saya juga mau ke kelas. Hehe… makasih, Pak Dastan!” Fio menunduk cepat, hampir lari kecil menuju gerbang.

Pak Dastan hanya tersenyum sopan pada Darrel. “Temanmu?”

Darrel menatap tajam, nada suaranya datar. “Bisa dibilang begitu.”

“Ah, baiklah. Semangat paginya luar biasa, Mas. Saya duluan.” Pak Dastan berlalu dengan senyum santai.

Darrel hanya menatap punggung pria itu sampai menghilang di tikungan.

Begitu Fio membuka mulut hendak bicara, Darrel lebih dulu menatapnya tajam.

“Dia dosenmu?”

“Eh… iya.”

“Dan kamu biasa bicara seramah itu dengan dosen laki-laki?”

Fio menahan tawa. “Heh, jangan bilang kamu—”

“Masuk.”

“Baik, Tuan Cemburu.”

Darrel menatap tajam lagi, tapi Fio sudah lebih dulu berlari kecil menuju kelas sambil menahan tawa, meninggalkannya di parkiran dengan dada yang terasa aneh: separuh jengkel, separuh... takut mengakui bahwa ia memang sedang cemburu.

Begitu Fio masuk kelas, napasnya masih belum teratur. Ia menaruh tas di kursi dan buru-buru duduk, tapi sayangnya belum sempat menenangkan diri, Linda sudah melongok ke arahnya dengan tatapan kepo setengah menggoda.

“Woy… tadi itu dosen killer, kan? Yang nyapa lo di depan kampus?” tanya Linda, suaranya ditahan pelan tapi cukup membuat dua teman lainnya menoleh.

“Eh?” Fio kikuk. “Iya sih, tapi cuma nyapa doang. Lagian aku juga kaget, tahu-tahu dia manggil.”

“Hmm~ nyapa doang katanya,” Ardi ikut nimbrung sambil mencondongkan badan. “Tapi gue lihat dari jauh, dia senyum loh ke lo, Fio. Itu bukan senyum ke mahasiswa biasa. Itu senyum—ya gimana ya—senyum versi ‘aku tertarik tapi tetep menjaga wibawa dosen killer’.”

Sinta yang duduk di belakang langsung menepuk meja kecil. “Setuju! Dari gesturnya tuh kelihatan banget kalau dia nggak cuma dosen killer, tapi juga gentleman. Cocok banget buat lo, Fio. Sama-sama pinter, sama-sama punya aura ‘nggak gampang disentuh’.”

Fio melongo. “Apa sih, kalian ini?!”

Linda malah menatap Fio dari ujung kepala sampai ujung kaki sambil pura-pura mikir keras. “Hmm… lo cantik, lugu tapi kadang nyolot. Dia dingin tapi elegan. Aduuuh, paket komplit banget kalau kalian jadian. Nggak usah cari jauh-jauh. Daripada sama mahasiswa biasa yang cuma modal motor, kan?”

Sepertinya Linda lupa kalau Fio sudah menikah

Fio menahan tawa, menutupi wajahnya dengan buku catatan. “Astaga, kalian ini kebanyakan nonton dracin, deh!”

Ardi langsung nyeletuk, “Tapi yang barusan kayak adegan dracin loh, Fio. Lo disapa dosen ganteng di depan kampus, terus ada mobil mewah berhenti, dan cowok di dalam mobilnya keliatan… marah.”

Deg!

Fio langsung tersedak air mineralnya. “Kalian lihat?”

Sinta dan Linda langsung serempak, “Jelas lihat!”

Sinta menatap tajam, curiga. “Tunggu deh… siapa cowok di mobil itu, Fio?”

Fio gelagapan, buru-buru mencari topik baru. “Eeeh, itu… abang gojek mobil langganan. Nih, siapa yang belum nyicil tugas kemarin, hayo?!”

“Jangan ngeles, Nona!” Sinta menyipitkan mata. “Gaya abang gojek mana yang pakai jas mahal dan mobilnya plat hitam pribadi?”

Fio meneguk air lagi, berharap bumi menelannya saat itu juga. “Pokoknya bukan siapa-siapa.”

Ardi mengangkat alis, senyum menggoda. “Yaudah deh, kalau bukan siapa-siapa, lo nggak keberatan kan kalau kita godain Pak Dastan buat deketin lo?”

“Eh jangan—!” Fio hampir terlonjak dari kursinya, wajahnya memerah.

Tiga pasang mata langsung memandang curiga.

Sinta menepuk bahu Fio dengan senyum licik. “Oke, noted. Reaksi panik itu mencurigakan banget. Pasti ada sesuatu!”

Fio hanya menatap kosong ke depan sambil bergumam pelan, “Tuan Duda… tolong jangan muncul tiba-tiba di kampus lagi. Aku bisa gila kalau begini terus.”

***

Siang menjelang sore.

Bel tanda berakhirnya kelas berbunyi. Mahasiswa langsung riuh, sebagian buru-buru keluar, sebagian lagi masih sibuk berfoto diam-diam dengan Pak Dastan — dosen killer yang tampan tapi jarang senyum.

Fio baru saja hendak beranjak ketika suara berat dan tegas memanggilnya.

“Mahasiswi Fio.”

Langkahnya terhenti. Ia menoleh pelan. “I-iya, Pak?”

“Ke ruang dosen sebentar.”

Suasana di kelas langsung hening sejenak. Linda, Ardi, dan Sinta saling pandang lalu menatap Fio dengan ekspresi ‘waduh, ini antara dimarahi atau dilamar’.

Fio menghela napas panjang. “Ya ampun, kenapa aku lagi sih…” gumamnya sambil mengikuti Pak Dastan ke ruang dosen.

Setibanya di tuang dosen.

Ruangan itu tampak tenang. Aroma kopi dan tumpukan berkas memenuhi meja panjang di sudut ruangan. Pak Dastan duduk sambil membuka laptop, lalu menatap Fio yang berdiri di depan.

“Silakan duduk.”

“Baik, Pak.”

“Presentasi kelompokmu tadi bagus, tapi ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Kamu bisa bantu koordinasi dengan teman-temanmu?”

“Oh, tentu, Pak. Saya siap bantu.”

Pak Dastan mengangguk, tapi tatapannya tidak langsung beralih. Ada sesuatu di balik pandangan tajamnya — bukan tatapan marah, lebih seperti… penasaran.

“Kamu mahasiswa yang menarik, Fio.”

“Eh?” Fio melongo.

“Maksud saya, kamu selalu menonjol dalam setiap diskusi. Tapi akhir-akhir ini kamu terlihat… tidak fokus. Ada masalah?”

Fio tersenyum kikuk. “Ah, nggak kok, Pak. Cuma kurang tidur aja. Banyak tugas.”

Pak Dastan menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya berkata pelan, “Kalau ada yang bisa saya bantu, jangan ragu bicara, ya. Kamu mahasiswa yang potensial.”

“Terima kasih, Pak.”

Begitu Fio keluar dari ruang dosen, langkahnya berhenti di depan tangga. Ia kaget melihat mobil hitam mengkilap terparkir di bawah pohon besar. Q

Eh?

Kaca jendela mobil itu turun pelan.

Darrel.

Dengan wajah dingin seperti biasa, namun mata yang jelas-jelas menyorot tajam.

Deg.

Ya Tuhan, dia datang lagi!

Fio buru-buru merogoh ponselnya karena bergetar. Chat masuk dari Darrel:

[Turun. Sekarang]

Fio langsung membalas: [Aku masih di kampus]

[Aku tahu] Darrel kembali membalas.

[Ngapain datang?] balaa Fio.

[Menjemput istri sendiri, salah?]

Fio menepuk dahinya. Habis aku nanti digoreng lagi sama berita viral di kampus!

Ia menuruni tangga pelan-pelan, menunduk, berharap tak ada yang memperhatikan. Tapi tentu saja, Linda sudah menatap dari kejauhan dengan ekspresi terkejut.

“Eh—itu kan mobil yang kemarin!” bisiknya pada Kevin dan Farhan. Linda sendiri memang sudah bergabung dengan kakak tingkatnya itu saat Fio ke ruang dosen.

Sementara Fio membuka pintu mobil, Darrel hanya menatap lurus ke depan.

“Ngapain kamu tadi sama dosen itu?” tanyanya pelan, tapi dingin.

“Ya Allah, Tuan Duda, itu dosen aku, bukan gebetan,” balas Fio kesal.

Darrel melirik sekilas, wajahnya tetap datar. “Mulai sekarang, kalau mau ngobrol sama dosen siapa pun, izin dulu.”

Fio terbelalak. “Apa?! Emangnya aku ini anak TK?”

“Kalau perlu, iya.”

“Wah, kamu cemburu ya?” Fio menaik-turunkan alis, senyum jail.

Darrel menatap lurus, pura-pura tidak dengar. Tapi dari rahangnya yang menegang, Fio tahu — lelaki dingin itu benar-benar sedang terbakar api cemburu.

***

Mobil Darrel melaju dengan kecepatan stabil di jalanan yang teduh. Sementara itu, Fio duduk santai di kursi penumpang dengan wajah jahil yang sudah siap beraksi.

“Aduh, tadi tuh Pak Dastan ganteng banget ya,” gumam Fio pura-pura kagum, tangannya menopang dagu.

Darrel tidak menjawab. Pandangannya lurus ke depan, tapi jemarinya yang menggenggam setir sedikit menegang.

“Kalau dia nggak jadi dosen, kayaknya cocok deh jadi model jas formal. Ya nggak, Tuan Duda?” lanjut Fio sambil menoleh nakal.

Darrel melirik sekilas, datar. “Nama saya Darrel. Jangan panggil saya itu.”

Fio nyengir. “Oh iya maaf, Pak Suami Dingin.”

Sudut bibir Darrel nyaris terangkat, tapi buru-buru dia menahan. “Kalau terus godain, nanti kamu saya suruh jalan kaki pulang.”

Fio terkekeh. “Ih, cemburu ya?”

Darrel menghela napas pelan. “Saya cuma nggak suka kamu ngomongin orang lain di depan saya.”

Fio memiringkan kepala, tersenyum makin lebar. “Ohhh… berarti kalau ngomongin kamu boleh dong?”

Darrel tetap diam, tapi kali ini matanya melirik sebentar—dan Fio bisa lihat ada sesuatu di sana: bukan marah, tapi jelas bukan biasa.

Beberapa menit kemudian, Fio menyadari mobil tidak menuju arah rumah.

“Lho, kita ke mana?” tanyanya.

“Lapar,” jawab Darrel singkat.

“Lapar? Tapi arah rumah—”

“Saya tahu.”

Mobil berhenti di tepi sebuah danau yang tenang. Anginnya lembut, memantulkan bayangan awan di permukaan air. Di sisi jalan, ada warung kecil sederhana dengan bangku kayu panjang.

“Di sini?” Fio tercengang.

Darrel turun tanpa menjawab, lalu berjalan ke arah danau sambil menunjuk bangku. “Duduk.”

Fio menurut, meski masih bingung. Tak lama kemudian Darrel datang membawa dua porsi nasi bakar dan es kelapa muda.

“Tumben banget kamu ngajak makan di tempat beginian,” gumam Fio sambil tersenyum.

Darrel duduk di seberangnya, membuka nasi bakar dengan rapi. “Kadang, yang sederhana justru bikin tenang.”

Fio menatapnya lama. “Lagi filosofis, nih?”

Darrel mengangkat wajahnya, menatap balik. “Cuma pengen diam bareng kamu… tanpa gangguan.”

Kali ini, giliran Fio yang kehilangan kata-kata. Sementara Darrel menunduk lagi, menahan senyum kecil yang akhirnya gagal disembunyikan.

“Lihat kan, senyum juga akhirnya,” goda Fio.

Darrel pura-pura datar. “Kamu halu.”

“Tapi manis,” balas Fio cepat.

Darrel mendengus, menatap ke danau. Tapi Fio tahu, pipinya sedikit memanas.

Angin sore berembus lembut, menggoyang ujung rambut Fio yang jatuh menutupi sebagian wajahnya. Suasana di tepi danau itu begitu tenang—hanya ada suara gemericik air dan burung-burung kecil yang terbang rendah di permukaan.

Fio menyandarkan dagu di atas meja kayu, menatap Darrel yang sedang makan dengan tenang. “Kalau aku tahu kamu bisa ngajak ke tempat begini, dari dulu aku udah sering bikin kamu cemburu,” ucapnya dengan nada menggoda.

Darrel berhenti mengunyah, lalu menatap Fio datar. “Kamu sengaja, ya?”

“Enggak juga. Cuma… ternyata seru lihat ekspresi kamu kalau cemburu. Dingin-dingin, tapi auranya berubah,” kata Fio sambil menahan tawa.

Darrel meletakkan sendoknya pelan. “Saya nggak cemburu.”

Fio pura-pura terkejut. “Oh? Jadi waktu kamu suruh aku pulang dari kafe itu karena... peduli aja?”

“Ya.”

“Peduli banget sampai ngomel di depan teman-teman?”

Darrel melirik tajam tapi tak berkata apa-apa.

Fio terkikik pelan. “Kamu tuh ya, kalau cemburu mending ngaku aja. Kan nggak dosa.”

Darrel menghela napas, menatap permukaan danau. “Kamu suka banget bikin suasana tenang jadi ribut.”

Fio memutar mata. “Biarin. Hidupmu terlalu sunyi. Harus ada yang meramaikan.”

Darrel menatapnya sebentar, lalu menunduk lagi—namun kali ini, sudut bibirnya sedikit terangkat.

Fio langsung menunjuk. “Nah! Ketahuan! Kamu senyum!”

“Refleks,” balas Darrel cepat.

“Refleksnya manis banget,” tambah Fio dengan wajah menggoda.

Darrel memutar gelas kelapa di tangannya. “Kamu ini…”

“Apa? Lucu?”

“Berisik.”

“Tapi kamu betah kan sama aku yang berisik ini?”

Darrel tak langsung menjawab. Ia hanya memandang Fio lama, matanya lembut tapi suaranya tetap tenang.

“Kadang… iya.”

Fio diam sejenak, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia berusaha menutupi dengan senyum nakal. “Tuh kan, kamu jatuh cinta lagi sama aku.”

Darrel menatapnya datar. “Saya nggak pernah berhenti.”

Kata-kata itu membuat Fio spontan tertegun. Suara air dan angin tiba-tiba terdengar lebih jelas, seolah dunia berhenti sesaat.

“Darrel…” panggil Fio pelan.

“Ya?”

“Kalimat barusan… boleh diulang?”

Darrel menatapnya dengan tenang, lalu berpura-pura mengunyah lagi. “Tadi saya bicara apa?”

Bersambung

1
Miu Miu 🍄🐰
kasihan fio ..kamu hrs bahagia fio
Francisca
keren
Ijah Khadijah: Masya Allah... terima kasih kakak
total 1 replies
Ilfa Yarni
iya fio udah menikah suaminya ganteng bak aktor korea tajir pula kenapa km iri ya
Ilfa Yarni
apa rencana pak Arya dan kl mereka pergi krmh ayahnya apa yg akan terjadi kaget pasti mereka fio dapat suami yg kaya raya dan mgkn ayahnya mau ambil kesempatan jg mulai mengannggap fio anknya krn ada maunya
Nety Dina Andriyani
😍
Ilfa Yarni
hahaha pd takut mrk pd darrel tatapannya itu lo bikin orang ga bisa nafas cieee udah saling cinta nih darrel dan fio
Aurel
lanjut 😍😍😍 semangat
Ijah Khadijah: Terima kasih kak
total 1 replies
Miu Miu 🍄🐰
next Thor semgt 😍
Ijah Khadijah: Oke, Kak.
total 1 replies
Nety Dina Andriyani
akhirnya up jg
Ijah Khadijah: Iya kak. HPnya rebutan sama anak🙏
total 1 replies
Nety Dina Andriyani
ayo smangat kak
ditunggu up nya
Nety Dina Andriyani: ditunggu 💪
total 2 replies
Aurel
lanjut 😍😍 semangat
Aurel
lanjut 😍😍😍 semangat
Ilfa Yarni
cieee darrel udah ga dingin lg udah cair eh mang msh ada trauma yg lain ya fio jgn sedih lama2 ya km itu cocok gadis yg ceria
Ilfa Yarni
ooo jadi ceritanya begitu udah ga papa fio ada Farrel dan orangtuanya yg anggap km ank udah ga usah dipikirin suatu saatayahmu pasti sadar klo dia udah salah tetap semangat kuliah ya ada darrel yg bisa bantu km
Ilfa Yarni
getar2 cinta mulai terasa skr udah mau pelukan besok2 ciuman dan trus MP deh tp tar dulu pengen tau apa yg terjadi pd fio msh penasaran banget aku
Kusii Yaati
kok bisa skripsinya fio di ambil saudara tirinya, emang mereka satu kampus 🤔... kayaknya awal" baca nggak ketemu adegan fio ketemu lira di kampus 🤔...jek rak mudeng aq
☘️💮Jasmine 🌸🍀
next Thor 😍💪
Nety Dina Andriyani
lanjutttt
Ijah Khadijah: Siap kak.
total 1 replies
Ilfa Yarni
oooh ternyta fio berantem sayg mamanya lira saudara tirinya mang mereka sekampus apa?
lira jg mencuri bhn skripsinya berarti mrk satu kampus dong ah bingung jg aku blom terlalu jelas masalahnya
Ijah Khadijah: Tunggu kelanjutannya kakak. Terima kasih.
total 1 replies
Dar Pin
penasaran deh Thor ayo lanjut Thor semangat updatenya 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!