"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"
"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"
"Kau terlalu berani Signorina Ricci"
"Aku bukan mainan mu"
"Aku yang punya kendali atas dirimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhak Bahagia
Malam itu, mansion Alex masih diterpa hujan yang tak kunjung reda.
Lampu-lampu gantung kristal di aula utama menyebarkan cahaya keemasan yang hangat, seolah berusaha menepis dinginnya udara yang merambat masuk dari luar.
Suara mesin mobil berhenti di depan pintu utama, dan tak lama kemudian Valeria turun, disusul Bianca yang menggenggam payung lipat berwarna biru muda.
Wajah Bianca tampak cemas, matanya merah seolah menahan tangis sejak tadi. Valeria dengan balutan mantel krem dan langkah mantap, menuntun putrinya masuk ke dalam.
Alex sudah menunggu di depan pintu bersama istrinya, Emily.
Wajah Alex terlihat serius tapi lembut, sedang Emily menyambut dengan senyum hangat khas seorang nyonya rumah yang penuh perhatian.
“Valeria, Bianca, masuklah. Malam terlalu dingin untuk kalian berlama-lama di luar,” ucap Emily sambil meraih tangan Bianca dan meremasnya dengan lembut.
“Terima kasih Emily,” balas Valeria dengan suara rendah, namun tetap anggun. “Bagaimana… bagaimana keadaan Kairos?”
Alex menarik napas pelan. “Dia akhirnya tertidur, setelah Dr. Artha menenangkannya. Samuel sudah ada di sini sejak sore, dia menolak pulang. Katanya, dia ingin menemani kakaknya.”
Bianca menoleh cepat. “Samuel ada di sini? Kenapa dia tidak bilang padaku?” suaranya pelan, tapi sarat emosi.
Emily tersenyum tipis, lalu mengusap lengan Bianca dengan lembut. “Dia mungkin terlalu sibuk menjaga kakaknya. Kamu bisa menemuinya sekarang.”
Mereka berempat berjalan menyusuri koridor panjang mansion yang penuh dengan lukisan klasik dan cahaya lampu dinding yang hangat.
Hujan di luar masih terdengar samar-samar menghantam kaca jendela, tapi di dalam mansion itu, suasananya terasa berbeda, hangat dan intim seakan rumah besar itu menampung luka-luka yang sedang berusaha dipulihkan.
Saat sampai di depan kamar Kairos, Alex menahan langkahnya.
“Dia tidur. Jangan kaget kalau dia tampak sangat lelah. Hari ini bukan hari yang mudah untuknya.”
Valeria mengangguk, matanya berkaca-kaca, tapi ia berusaha tegar. Ia mendorong perlahan pintu kamar, dan bersama Bianca masuk ke dalam.
Cahaya lampu redup menyelimuti ruangan yang luas dengan nuansa modern klasik.
Kairos terbaring di ranjang king size, napasnya teratur, namun wajahnya masih terlihat tegang meski dalam tidur.
Di sisi tempat tidur, Samuel duduk di kursi, bersandar dengan mata setengah terpejam, jelas sekali ia menolak meninggalkan kakaknya bahkan untuk sejenak.
Bianca menutup mulutnya, menahan isak kecil. Melihat kakaknya yang selama ini terlihat kuat kini rapuh dan kelelahan, membuat dadanya sesak.
Ia melangkah pelan, mendekat, lalu duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Kairos dengan hati-hati.
“Bianca…” suara Samuel pelan, matanya terbelalak kaget begitu melihat adiknya masuk. “Kau di sini?”
Bianca hanya mengangguk, air matanya jatuh membasahi jemarinya sendiri.
Valeria mendekati Samuel, lalu menyentuh pundaknya dengan lembut.
“Terima kasih sudah di sini untuk kakakmu, Sam.” Suaranya penuh kehangatan, berbeda sekali dengan dinginnya Leandro.
Samuel hanya mengangguk kaku.
Valeria kemudian berdiri di sisi ranjang, menatap Kairos yang tertidur.
Wajahnya melembut, senyum samar penuh kasih sayang muncul. Ia membelai rambut anak tirinya itu dengan lembut, seolah sedang menidurkan putranya sendiri.
“Maafkan Mommy yang tidak bisa berbuat banyak untuk kamu Kai.” bisiknya lirih, hampir pecah oleh air mata yang ia tahan.
“Andai Mommy bisa, Mommy akan menukar semua yang Mommy punya supaya kamu tidak perlu menanggung semua luka itu sendirian.”
Ia mengusap pelipis Kairos perlahan, jemarinya gemetar. “Sejak awal Mommy hanya bisa berdiri di belakangmu, berharap kamu tahu… kalau kamu tetap anak Mommy, meski dunia kita rumit. Mommy menyesal karena tidak bisa melindungimu dari masa lalumu, dari semua rasa sakit yang terus menghantuimu.”
Valeria menarik napas berat, matanya berkaca-kaca. “Kamu pantas bahagia, Kairos. Lebih dari siapapun.”
Bianca yang mendengar itu tak sanggup lagi menahan air mata, sementara Samuel menunduk, menyembunyikan wajahnya yang ikut bergetar.
Tbc🐼