Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Siang itu cuaca di pulau Tunda sangat aneh, hari yang semula cerah kini berubah menjadi hujan deras disertai angin kencang. Saat itu Tirpitz, Enterprise, dan Marina sedang berjalan-jalan di kebun samping pekarangan rumah dinas. Tirpitz merasa ada yang janggal dari badai yang datang secara tiba-tiba itu, begitupula dengan Enterprise.
Sedangkan Marina menatap tajam ke arah lautan di sebelah timur laut pulau itu. Tatapannya yang tajam nan dingin semakin membuat Tirpitz waspada terhadap serangan Seiren, yang biasanya datang bersamaan dengan badai di pesisir.
"Eugene-san," ujar Marina setengah berbisik, "aku merasakan ada kapal asing yang berlayar di sana."
Tirpitz segera memposisikan teropong binokular nya di depan kedua matanya. Dari gubuk tempat menyimpan peralatan berkebun, pandangannya tidaklah luas karna terhambat dedaunan anggur yang bergoyang-goyang ditiup angin.
"Aku tak bisa melihat apapun disana," sahut Tirpitz tenang, "aku harus ke tempat yang lebih tinggi, dedaunan anggur ini menghalangi pandanganku."
"Sepertinya kita harus kembali ke rumah, badai ini membuatku terlalu tegang." saran Enterprise.
"Ide yang bagus!" Tirpitz segera menanggalkan mantelnya untuk digunakan Enterprise sebagai payung sementara, sedangkan ia meraih sebuah papan kayu yang lumayan lebar untuk melindungi Marina.
Mereka bertiga segera berlarian menuju rumah dinas, dimana ketika mereka berlari Tirpitz tak sengaja melihat Singosari yang sedang duduk di bangku taman.
"Sepertinya tadi aku lihat Singosari di taman," ujar Enterprise saat mereka berhasil mencapai teras rumah, "apa yang dilakukan oleh gadis itu di tengah badai seperti ini?"
"Entahlah, biasanya dia selalu begitu ketika badai sedang melanda."
Setelah mereka masuk kedalam, Tirpitz segera bergegas ke kamarnya di lantai dua. Tirai penutup jendela segera ia singkirkan lalu teropong kembali di pasang untuk memperjauh jarak pandang nya. Entah nasib sial apa yang sedang ia temui sekarang, yang jelas ia melihat sebuah kapal layar yang ia kenal sedang berlayar di atas ombak lautan yang mengganas.
"Dutchy? Sedang apa kau disana?" tanya Tirpitz kepada dirinya sendiri, "apa kau berniat menjemput ku lagi untuk hadir di pesta minum kalian?"
Marina muncul dan menghampiri Tirpitz yang masih berdiri di depan jendela, memantau sesuatu yang tak bisa ia lihat di kejauhan.
"Apa yang kau temukan?"
"Tidak ada," jawab Tirpitz berbohong, "entah kenapa aku merasa ada yang aneh di sana."
"Aku merasakan ada sebuah kapal yang sedang memantau pergerakan kita, Eugene-san."
"Aku juga merasakannya, sayangku. Tapi sejauh pandanganku, hanya ombak besar menggulung bersusulan disana."
Tiba-tiba telepon di kamarnya berdering kencang, Tirpitz segera mengangkat gagang telepon lalu mulai berbicara dengan orang yang melakukan panggilan itu. Sejurus kemudian ia sudah mengembalikan gagang telepon yang ia genggam, raut wajahnya dipenuhi ketegangan.
"Takumi! Farel!" sahut Tirpitz memanggil. Tak butuh waktu lama kedua orang itu segera muncul di ambang pintu.
"Takumi, pergilah ke desa. Evakuasi semua warga yang ada disini! Suruh mereka berkumpul di bunker Alfa, pastikan tidak ada sebatang rumput pun yang masih berada di luar bunker!"
Takumi terlihat hendak bertanya, tapi ia memilih untuk segera pergi karna dilihatnya wajah Tirpitz yang begitu ketakutan.
"Farel, pergilah ke pusat komando pertahanan! Nyalakan sirine serangan udara dan pimpin lah pertahanan pesisir!"
"Memang akan ada serangan?"
Tirpitz menoleh ke arah keponakannya itu dengan mata berkilat marah. Jika ia tak ingat bahwa pemuda itu adalah keponakannya, bisa saja saat itu juga Tirpitz menembak dahi pemuda itu.
"Lu ini beneran bego apa pura-pura tolol?! Cepat pergi! Kita tak punya banyak waktu!"
Sedetik kemudian Farel segera bersungut-sungut sambil beranjak meninggalkan kamar itu. Tirpitz kembali menatap kapal Flying Dutchman yang masih berada di tempatnya, seolah kapal hantu itu sedang mencoba membimbingnya.
"Marina, bolehkah aku meminta bantuan mu?"
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?"
"Tolong katakan kepada Enterprise dan Madjapahit, suruh mereka memimpin kapal-kapal mereka untuk segera bertolak dari daratan."
"Apa kau juga akan ikut dengan mereka?"
"Kita akan ikut, kau akan sangat berguna jika mau memberi tahu informasi mengenai kapal-kapal yang menyerang kami."
...****************...
Lima belas menit kemudian, Tirpitz dan Marina sudah berada di anjungan kapal Madjapahit, sedang gadis itu sendiri berdiri di ujung haluan dengan tangan bertopang pada pinggangnya.
"Disini kaisar. Apa suara ku terdengar, Enty?" ujar Tirpitz lewat mikrofon radio.
"Sangat jelas, kaisar!"
"Menurut laporan dari pesisir selatan Borneo, mereka menangkap sebuah anomali di dalam badai," Tirpitz melirik ke arah panel radar di depannya, "sebuah portal terbuka tepat di arah nol derajat dari pulau Tunda, sepertinya Seiren akan menyerang dengan kekuatan penuh."
Tirpitz melirik sebentar ke arah Marina yang sedang berdiri di sampingnya, matanya terus menatap tajam ke arah Flying Dutchman yang hanya bisa di lihat oleh Tirpitz, bahkan Madjapahit sendiri tidak bisa melihatnya!
"Eugene-san," panggil Marina sambil menarik-narik lengan kanan Tirpitz, "apa kau melihat sesuatu di sana? Sepertinya apapun yang tak terlihat disana sedang mencoba untuk membimbing kita."
"Ya, aku melihatnya," jawab Tirpitz, kali ini ia tidak berbohong, "itu hanyalah kapal hantu dalam legenda umat manusia, kehadirannya bisa dibilang sebagai malapetaka bagi yang melihatnya."
Marina terkejut lalu menatap mata Tirpitz dengan penuh kewaspadaan, seolah perkataannya barusan merupakan salam perpisahan untuk dirinya.
"Apa kau akan meninggalkan kami lagi?"
"Tidak, sayangku. Kali ini kapal itu tidak membawa bencana bagi ku, dia mencoba untuk membimbing sekaligus melindungi kita dari alam baka."
Sesaat kemudian sebuah laporan sekaligus peringatan dari kapal penjelajah ringan Grobogan masuk, gadis itu memperingati bahwa radarnya menangkap pergerakan Seiren di dekat mereka.
"Shikikan-sama, aku mendapatkan kontak," lapor Grobogan lewat radio, "arah tiga-nol-tiga, jarak lima puluh mil..."
Suara gadis itu tidak bisa di dengar jelas setelahnya, membuat Tirpitz merasakan adanya gelombang pengacau yang membuat jaringan radio terganggu.
"...Total ada seribu kapal!..."
Tirpitz tersentak kaget mendengar jumlah yang tak masuk akal itu, tapi Marina segera memberi tahu bahwa kapal-kapal terbaru Seiren memiliki jumlah produksi yang bahkan jauh melebihi populasi manusia saat ini!
"Sepertinya mereka akan menyerang kita menggunakan kelas produksi massal," jelas Marina, "kelas ini memiliki jumlah yang fantastis, tetapi tidak memiliki daya serang atau bertahan yang mumpuni dari kelas Eksekutor. Jadi mereka menggunakan jumlah sebagai kekuatan kelas ini."
"Kalau begitu keadaannya, maka pertempuran ini akan menjadi pertempuran yang lumayan panjang."
Madjapahit segera kembali ke anjungan setelah mendengar laporan tadi. Wajah cantik gadis itu terlihat putus asa, tapi Tirpitz berhasil meyakinkan nya dengan menjelaskan kekuatan kapal Seiren yang akan menyerang pangkalan mereka ini.
"Apa kau yakin, Marina-chan?"
"Kalau kau merasa aku ini berbohong, ingatlah bahwa aku salah satu diantara mereka."
Tirpitz mulai menyalakan sebatang rokok sebagai obat penenang, lalu ia segera memberikan perintah kepada para gadis.
"Putar haluan ke arah tiga-nol-tiga, semua bergerak beriringan dengan kecepatan dua puluh enam knot!"
"Eugene-san, apa kami juga ikut dalam formasi?" tanya Hornet lewat radio.
"Kita berpisah, kalian bergerak ke arah empat-lima derajat. Sebagian gadis ku akan berpisah dan menyerang dari arah berlawanan dengan kalian, kita akan menyambut mereka dengan pukulan tiga arah!"
"Dimengerti! Elang menuju ke arah empat-lima derajat, over and out!"
Setelah komunikasi radio dengan para gadis Eagle Union terputus, Madjapahit mendapatkan pesan masuk dari armada patroli Royal Navy yang kebetulan berada di dekat pesisir Jesselton, saat ini dikenal sebagai kota Kinabalu.
"Disini Prince of Wales dari armada patroli British Malaya. Apa suara ku terdengar oleh mu, Madjapahit-san?"
"Sangat jelas, Waly."
"Kami meminta izin untuk memasuki perairan Emerald. Jumlah kami hanya sepuluh kapal, tapi Indomitable berada di formasi."
Madjapahit menoleh ke arah Tirpitz untuk meminta persetujuan. Tirpitz mengangguk lalu meminta Madjapahit untuk memberitahukan situasi saat ini.
"Izin diberikan, kami sedang mencoba menghadang armada Seiren. Apakah kalian bisa membantu kami?"
"Dimengerti, berikan kami koordinat nya dan tunggu kedatangan kami. Komando berada di tangan mu, over and out!"
Setelah sambungan terputus, Tirpitz mulai menjelaskan strategi yang akan digunakan dalam pertempuran yang akan mereka hadapi.
"Baiklah gadis-gadis ku, tolong dengarkan penjelasan ku ini."
Tirpitz menarik nafas dalam-dalam, di singkirkan nya asbak rokok yang ia letakkan di samping panel radar, lalu mulai menjelaskan.
"Armada patroli Royal Navy di bawah pimpinan Prince of Wales dan Indomitable akan membantu kita dari arah tiga-nol-tiga, sedangkan armada Eagle Union dibawah pimpinan Enterprise dan Hornet akan menyerang dari arah empat-lima derajat."
Dihisapnya rokok yang terselip di antara bibirnya sebentar, lalu kembali meneruskan penjelasannya.
"Kita akan menyerang dari dua arah. Saya minta armada Tanjung Pinang dan Pulau Banda mengepung mereka dari arah dua-sembilan-sembilan derajat, sedangkan armada dari Pulau Tunda akan menggempur mereka dari arah satu-satu-tujuh derajat. Untuk armada korps Hiu dan paus, berpencar ke setiap armada guna mendukung serangan dari bawah air."
Setelah selesai menjelaskan, para gadis segera berpisah dari armada utama untuk mengepung armada lawan dari sisi barat.
Tirpitz menoleh menatap kapal Flying Dutchman kembali, kali ini perasaannya sedikit takut bercampur sedih. Ia terus terngiang perkataan Dutchman saat ia terdampar di Davy Jones' Locker kemarin.