NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Liana mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Oh Lania Sayang

Langit malam gelap tanpa bintang, seolah menyimpan rencana kelam yang menunggu waktu untuk terungkap. Di dalam kamar hotel yang tertata rapi dan beraroma manis sintetis, Adisty menuang segelas wine merah ke dalam beberapa gelas kristal. Gerakannya anggun, senyumnya nyaris tak bercela, tetapi di balik kilau matanya tersimpan agenda yang lebih gelap dari anggur yang dia tuangkan.

“Bersulang untuk kesuksesan dan kerjasama kita hari ini!” seru Adisty bersambut meriah para pegawai dan kolega. “Semoga apa yang kita rencanakan berjalan lancar dan sukses.”

“Bersulang!”

Semua orang mengangkat gelas dan meminum isinya, ada yang hanya sedikit, sampai meneguk tak bersisa.

“Waah, kamu kuat minum ya?” ucap sang kolega ketika melihat Adisty menandaskan isi gelasnya.

“Ini bukan apa-apa, kok,” balas Adisty, lantas menoleh ke Sagara, “dia lebih kuat minum dibandingkan aku.”

“Wah, apa betul Pak Sagara?” Tidak percaya pada ucapan wanita muda itu.

“Itu dulu sekarang sudah tidak.” Semenjak mengenal sang istri, Sagara benar-benar meninggalkan dunia gelap di belakang. “Omong-omong aku harus kembali ke Jakarta lebih awal.” Dia sudah merasa tidak tenang sejak berangkat sampai saat ini, ditambah lagi mendengar kabar buruk.

Desah kecewa terdengar kompak. “Dalam etika bisnis, tidak boleh ada yang meninggal acara lebih awal.” Sang Kolega tampak tak setuju Sagara pamit.

“Tinggal hari ini saja, Pak Sagara. Tentu, tidak keberatan tinggal beberapa jam lagi,” sahut yang lainnya.

“Kita cuma ngobrol santai malam ini," ucap Adisty lembut, menyodorkan gelas ke Sagara yang tampak lelah usai rapat panjang. "Kamu butuh rileks, Ga. Hidupmu terlalu tegang belakangan ini."

Sagara menerima gelas itu dengan enggan, menatap cairan merah di dalamnya sejenak sebelum menyeruput. Tak ada yang mencurigakan di aromanya—Adisty terlalu terlatih untuk itu. Obat yang dia larutkan tak berbau, tak berasa. Efeknya akan perlahan mengaburkan garis antara kenyataan dan ilusi.

Adisty mengamati Sagara dari balik kelopak matanya yang separuh tertutup, seolah-olah sedang menikmati momen nostalgia. Padahal yang dia tunggu adalah detik-detik ketika obat mulai bekerja.

Dan benar saja—sekitar dua puluh menit kemudian, tatapan Sagara mulai kosong. Gerakan tangannya melambat. Kepalanya menoleh, tubuh merasa gerah kendati berada di ruang ber-AC.

“Apakah kau… mendengar itu?” rancau Sagara. “Suara Lania…?”

“Maaf kan kami,” sesal Adisty, “sepertinya Sagara butuh istirahat. Saya pamit mengantarkan dia sebentar.”

Konsentrasi Sagara makin kacau, dia menggapai-gapai lengan Adisty. Jatuh sepenuhnya ke dalam pelukan sang asisten pribadi.

“Lania ada di sini, kan?” bisik Sagara, nyaris tak terdengar.

Sempoyongan Adisty memapah tubuh yang dua kali lipat lebih besar itu. Sagara limbung di atas tempat tidur begitu mencapai kamar. Dia masih bicara tak keruan.

Lampu ruangan yang redup menyisakan bayangan samar, menambah kesan keintiman. Musik klasik mengalun pelan—tidak untuk dinikmati, tetapi untuk menciptakan suasana nyaman dan lebih romantis.

Adisty tersenyum tipis, lalu mendekat, menyentuh bahunya dengan lembut. “Mungkin dia hanya ada dalam pikiranmu. Mungkin selama ini... hanya aku yang benar-benar hadir untukmu.”

Sagara menatapnya, bingung, tercampur kagum, tercampur takut. Dunia di sekitarnya mulai bergetar—warna jadi lebih terang, suara jadi bergema aneh. Dan Adisty, yang kini berdiri di dekatnya, tampak lebih bercahaya dari biasanya. Cantik. Penuh pesona. Seolah dia adalah satu-satunya orang yang nyata.

Adisty tahu—ini bukan cinta. Ini kendali. Dan malam ini, dia baru saja memenangkan satu babak penting.

Sebelum pesta dimulai, Adisty sudah menyiapkan segalanya. Setiap langkah, setiap detail telah dia atur dengan matang.

Dia telah meletakkan kamera tersembunyi di sudut ruangan, tempat rak buku berdiri tegak dengan susunan yang tampak acak. Kamera mungil berwarna hitam pekat, tersembunyi di antara novel klasik yang sengaja ditata sedemikian rupa. Lensa mungil itu menghadap langsung ke ranjang, tempat Sagara dan dia beradegan mesra.

“Kemari, aku merindukan mu, Sayang.” Lamat-lamat terdengar rancauan Sagara.

Mendengar perkataan itu, Adisty langsung membuka aplikasi di ponselnya. Rekaman diaktifkan. Dia tersenyum tipis, hampir seperti refleks. Bukan senyum bahagia, melainkan kemenangan. Tak ada rasa bersalah. Baginya, ini hanya strategi. Cara lain untuk memastikan Sagara tetap berada di bawah pengaruhnya.

“Aku sudah tidak tahan, Sayang.” Sagara mulai melepaskan kancing kemeja satu per satu.

Adisty memainkan perannya dengan sempurna. Lembut, perhatian, menghangatkan. Dia mendekat perlahan, menyentuh wajah Sagara, membisikkan kata-kata yang mengaburkan logika—bak binatang buas bos sekaligus temannya itu menggulingkan tubuh Adisty ke ranjang.

Halusinasi mulai merayap masuk ke dalam pikiran Sagara, Adisty mengambil kesempatan dan menariknya ke pelukan. Pria itu pasrah—mata kabur, realitas retak.

Sagara tak sadar kalau setiap gerak, setiap rintihan, setiap sentuhan kini terekam dengan sangat jelas.

Dari sudut rak buku, kamera mungil itu merekam semua tanpa suara. Tak butuh suara. Visual yang kuat lebih dari cukup untuk menghancurkan reputasi siapa pun. Dan Adisty tahu—dengan rekaman itu, dia memegang kendali. Bukan hanya ke masa lalu Sagara, tetapi juga masa depannya.

“Yah, begitu seharusnya Sagara, seperti itu,” gumam Adisty ketika mulai mendapat sentuhan di berbagai tempat, tubuh langsung mengejang. Bukan karena merasakan hal baru, lebih seperti menikmati belaiannya.

Dengan gerakan lamban, Sagara menjelajahi kaki jenjang nan mulus Adisty. Tidak hanya itu, bibir pun turut andil dalam penjelasan.

“Ohh, ya, jangan berhenti, please,” rengek Adisty menggoda.

Antara sadar dan tidak, Adisty menekan tubuh lebih dekat, memastikan kamera menangkap sudut yang diinginkannya. Dia mulai terpancing gairah—yang semula hanya membutuhkan bukti semata, kini menuntut lebih dari itu.

Gejolak di dalam jiwa meronta, menuntut sentuh lebih dalam dari Sagara. Tanpa malu-malu, Adisty membimbing tangan pria untuk menyentuh sekujur tubuh.

Seperti seorang sutradara dalam drama yang Adisty tulis sendiri. Tangan Sagara mengelus wajahnya, turun ke leher, lalu berhenti sejenak di bahunya. Nafasnya mulai berat, bibirnya bergumam lirih—Adisty tak peduli.

“Oh, Sagara, aku dari dulu menanti kan ini, bisa sedekat ini denganmu,” ucap Adisty membelai pundak Sagara, menarik kemeja perlahan sampai terlepas.

Sagara memejamkan mata, membiarkan dirinya terseret. Entah karena pengaruh obat, atau karena batas pikirannya telah kabur, dia membalas sentuhan Adisty. Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang lambat dan berbahaya—ada kabut tipis di antara kesadaran yang dirusak.

Dalam momen yang telah lama ditunggu, Adisty sengaja mengulur waktu. Dia ingin menikmati kedekatan ini. Dia berlama-lama menggoda Sagara, mencari kait ikat pinggang dan menarik perlahan.

“Aku sudah tidak kuat, Sayang.” Dalam ketidaksadaran, Sagara bergumam. Dia meraih pergelangan tangan kecil itu, membawanya ke atas kepala. “Begini lebih baik.”

“Persis dalam bayanganku selama ini, kamu begitu liar.” Suara Adisty terdengar genit, membiarkan Sagara bermain-main di ceruk tulang selangka. “Ah,” jeritnya ketika merasakan gigitan kecil.

“Oh, Lania, Sayang,” bisik Sagara mesra.

1
[AIANA]
wah dia bukan mak lampir, ternyata dia iblis,
[AIANA]
mak lampir plis hus hus hus.
[AIANA]
tantang aja. kalau kamu (Sagara) masih memperlakukan lania dg buruk dan memilih mak lampir, aku dg tangan terbuka akan menampungnya. hahahaha
Mega: Hahaha, siap jadiin ayam geprek ya.
total 1 replies
Queenci Kim
💃🏻💃🏻
Iza
😭😭😭
[AIANA]
nah, jadi orang bodoh lagi kan. sebel aku lama2
Mega: Sabar-sabar, masih awal.
total 1 replies
[AIANA]
ini si Sagara, sekalipun ilang ingatan. sekalipun yg dia ingat adalah perdebatan tentang perceraian. kok dia lupa sama hatinya ya? ada hal lain kah yg belum dibahas?

jujur selain hasutan nenek lampir, atau ingatan ttg Lania, smp saat ini keinginan sagara sendiri ga jelas
Mega: Sagara jadi korban penulis plin-plan. kikikikik
total 1 replies
[AIANA]
waktu istri
Mega: Banyak banget typo ternyata ya. kikikikik. nulisnya sambil-sambil. Nanti, deh, revisi lagi. makasih
total 1 replies
[AIANA]
bentar, aku ga salah kan? skg ini si Lania kondisi hamil kan ya?
Mega: Iya, kikikikikikik.
total 1 replies
Mega
MasyaAllah dapat kejutan aku. Makasih sudah sempatkan mampir. kikikikikikik
[AIANA]
lihai bener sih ini nenek lampir
kamu dapat inspirasi dari mana jal
[AIANA]
meninggal kamar. sereeem.
hai sayang. aku datang karena penasaran
Mega: Ayo mulai nulis lagi
[AIANA]: semangat!!! aku bangga padamu. kamu aja kyk gt apalagi aku. malu udah hiatus 1th
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!