Perjalanan hidup Gaman julang yang tidak pernah tuntas menyelesaikan pendidikan di sekolah maupun di pesantren.
Ia tidak bisa mengimbangi waktu dengan hobinya bermain musik,sehingga sekolahnya terbengkalai.
meski demikian, dia seorang yang cerdas.
Hingga suatu ketika dia harus bergelut dengan problematika hidup dan beban moral menghadapi gunjingan keluarga dan tetangga.
Semua sepupunya terbilang telah hidup sukses dan sudah punya keluarga sendiri,tinggal ia seorang yang masa depannya tak tentu arah.
Ditengah kehidupannya yang relatif carut marut secara ekonomi ,dia jatuh cinta dengan putri seorang Kyai besar pengasuh pondok pesantren.
Tantangan terberatnya harus bersaing dengan dua orang lain yang juga ingin melamar putri sang Kyai.
Mereka berdua mapan secara ekonomi dan punya gelar akademik S2 lulusan Universitas Al-azhar Kairo,Mesir.
Upaya apa yang akan dilakukan Jul untuk menghadapi tantangan tersebut demi menaklukkan hati sang Kyai agar menerima ia sebagai menantu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bungdadan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU SEMUA KELUARGA
Sang bagaskara di timur telah meninggi, kian menjauh dari tempatnya terbit, namun mata ini masih terpejam.
Udara sejuk di desaku masih terasa belaiannya. Hembusan angin berbisik manja.
Namun kewajiban telah membuka waktunya. Dzuhur telah menyapa.
Meski berat mata terbelalak ,namun harus dipaksa.
Segelas kopi telah tersaji di meja, menyegarkan jiwa yang masih lelah.
Bangun siang hari ini, sudah tidak sama seperti hari kemarin, setahun yang lalu. Meskipun berada di tempat yang sama.
Menikmati waktu liburan panjang ,sungguh kebahagian yang tidak bisa diukur dengan apapun.
Bismillah, hadapi hari pertama di rumah dengan senyuman ikhlas. Semoga hari ini penuh ceria.
Habis menunaikan shalat dzuhur, makan siang sudah ibu siapkan di meja.
Semua kerabat datang untuk bersalaman denganku saling melepas kangen.
Mas Ahmad bersama istri dan kedua anaknya, mereka semua datang ke rumah Ibu.
Rumah mas Ahmad cuma beda beberapa meter dengan rumah Ibu. Masih satu Desa dan satu RW.
Sementara mbak Salma, dia masih saja dingin terhadapku. Aku pikir setelah punya suami, dia akan lupa terhadap masalahku yang dulu.
"Apakah karena dia perempuan ya ? perempuan kalau udah terlanjur benci memang lama sembuhnya, udah kadung kecewa mungkin. Meskipun orang yang di benci udah taubat."
Padahal, udah setahun lebih kita nggak ketemu. Mestinya kan kangen adeknya pulang.
Tapi ya sudahlah, setidaknya walau sikapnya dingin, yang penting tidak marah-marah ,malu dengan suaminya. Lagi pula kayaknya dia juga sedang hamil.
Untungnya dia dapat suami mas Rama, orangnya sangat baik dan pengertian.
Beberapa sepupu dan kerabatku datang bergantian.
"Wah pak kyai, sugeng rawuh pak Kyai..."; saudaraku sudah ada yang memanggilku kyai.
Begitu pula beberapa tetangga yang baik, mereka sangat menghormati ku, meski yang julid pun masih terap ada.
Namanya manusia tentu tidak mungkin semua orang akan suka. Sebaik apapun orang ,pasti ada saja yang namanya hatters.
Selama liburan di rumah, aku benar -benar makmur sentosa aman tentram. Apa - apa sudah disediakan oleh Ibu ,makan disiapin ,rokok dibeliin, kopi dibuatin, mungkin ini bagian dari barokahnya penuntut ilmu.
Meski selama liburan aku mung tura turu, gitaran ,tapi ya tetap saja angpao selalu lancar jaya.
Kawan - kawan lamaku banyak yang datang main ke rumah. Meluapkan rasa rindu suasana nongkrong bareng, ngopi bareng, gitaran bareng ,begadang bareng.
Kalau dulu ada mabok bareng, sekarang good bye itu semua.
Kalau ada temenku yang masih suka begitu, aku lebih baik menghindar dulu.
Iya kalau aku bisa menyadarkan dia ? kalau aku yang kembali ikut - ikutan begitu kan repot.
Seyogyanya demi keamanan lebih baik aku menghindar saja dulu. Nanti sekira kalau aku sudah merasa punya benteng keimanan dan aqidah yang kuat, baru tidak jadi masalah bergaul dengan siapapun.
Sekarang aku lebih membatasi pergaulanku. Namun aku selalu berusaha menjaga perasaan temanku yang tak sehaluan.
Adapun kalau aku menghindar dari interaksi dengan sahabat yang masih suka maksiat, aku selalu memakai cara halus, sekira tidak menyinggung apalagi menyakiti perasaan mereka.
Aku tak pernah menghakimi mereka yang masih belum mengenal Tuhan. Semua tetap menjadi sahabatku.
Selain gitar, sekarang teman di rumahku sudah bertambah ,yaitu kitab kuning.
Dari kecil aku memang sudah kenal kitab kuning ,namun baru jadi teman sekarang.
Ku baca kalam para Ulama, maqolah - maqolah ulama untuk ku tampung dalam pustaka otakku.
Tentang syariat ,aqidah ,hakikat ,kalam hikmah .Aku juga suka membaca tarikh sejarah para tokoh - tokoh islam ,para mujtahid, ahli hadits, ahli fiqih sampai para sufi.
Saat udah boring baca kitab ,ku selingi dengan memetik gitar akustik dan menyanyikan lagu - lagu slow.
Kalau lagi butuh penyemangat, segera ku tutup rapat kamarku, lalu ku ambil gitar elektrik ,ku pasang efek dengan distorsi yang gahar ,colok ampli dan hajar mainkan musik - musik metal.
Walau suaranya terdengar kecil dari luar kamar ,tetap saja mbak salma ngomel - ngomel bilang berisik katanya.
Padahal kucing saja tetap tidur nyenyak di luar.
Aku sudah tidak pernah melawannya sekarang, kalau dia marah - marah padaku, aku memilih untuk diam.
Beda dengan dulu, pasti selalu ribut. Kami sama - sama nggak ada yang mau ngalah.
Tapi kalau sekarang, aku selalu berusaha untuk mengalah. Meskipun kadang masih terpancing emosi juga.
Sekarang sekuat mungkin, harus tahaaaaaan......tahan.
Beda banget sama mas Ahmad, pas aku bikin masalah saja dia tidak pernah memarahiku ,apalagi pas aku baik.
Kubawa hasil tamrin dari madrasah di pondok, rata - rata nilaiku shahih ,ku tunjukkan pada mas Ahmad.
Dia sangat bangga padaku, aku dikasihnya rokok sebagai hadiah.
"Mantap Jul....sip...,kamu harus terus rajin belajar, rajin mengasah ilmu .Ilmu itu seperti golok, lama tidak diasah dia akan tumpul, bahkan berkarat, bahkan rapuh dan mudah dimusnahkan."
"Makin banyak ilmu kamu akan semakin terang, ilmu tidak bisa diibaratkan dengan air maupun api, yang mana jika jumlahnya berlebihan akan membahayakan. Namun, ilmu itu cahaya yang tidak panas , makin banyak ,makin terang ,makin bisa melangkah ke manapun."
Mas Ahmad tak pernah bosan memberiku petuah serta nasihat agar semangatku terus bertambah dalam menuntut ilmu.
Tak lupa aku berziarah ke makam bapak. Ku lafalkan kalimah - kalimah tauhid di samping kuburannya. Aku berdoa kepada Sang Maha Pencipta untuk bapakku di alam barzah.
Sampai saat ini, walaupun orangnya telah tiada di dunia, namun beliau masih membiayai keperluanku di pesantren dari gaji pensiunannya.
"Pak, sekarang anakmu sudah besar, puji syukur alhamdulillah anakmu diberi kesempatan berjumpa dengan orang - orang 'alim, orang - orang shalih ,para guruku di pondok pesantren."
"Pak, sekarang anakmu sudah bisa baca kitab kuning, sudah bisa berbahasa arab, walaupun belum bisa jadi orang baik seperti bapak, belum bisa jadi orang sabar seperti bapak, tapi aku janji, aku akan sungguh - sungguh terus dan terus belajar untuk menjadi lebih baik."
"Saat ini masih ada satu yang menjadi PR ku pak..., yaitu baikan dengan mbak salma. Mudah - mudahan segera bisa ku atasi."
Bahagia di alam sana pak....
Dalam buku diary ,ku tuliskan semua peristiwa yang terjadi padaku.
Pengalaman hidup, perjalananku ,ku goreskan tinta di kamar ini untuk mengabadikan semuanya.
Di lembar usang penaku menari, mencatat pilu juga geli. Dalam bisu hati berbisik curahan rasa yang tak terlukiskan.
Buku diary jadi salah satu teman setiaku ,menampung asa juga nestapa.
Kau mengabadikan cerita hidupku dari mulai tawa hingga tangis pilu.
Kadang marah, kadang rindu, semua terukir dalam kalbu. Kau tak pernah menghakimiku,
kau mau menerima apa adanya diriku.
Lembaran demi lembaran menjadi saksi perjuangan. Dari jatuh lalu bangkit lagi, semua tertuang di buku diary sebagai penawar sepi.
Terima kasih buku diary, kau tempatku berbagi tanpa butuh kata tapi. Kau pendingin di siang gersang dan pelita di malam kelabu.