Alea, wanita tangguh berusia 25 tahun, dikenal sebagai bos mafia paling ditakuti di Itali. Dingin, kejam, dan cerdas—tak ada yang bisa menyentuhnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis mengubah segalanya. Saat terbangun, Alea menemukan dirinya terjebak dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 16 tahun bernama Jasmine—gadis cupu, pendiam, dan selalu menjadi korban perundungan di sekolah.
Jasmine sendiri mengalami kecelakaan yang sama... namun jiwanya menghilang entah ke mana. Kini, tubuh rapuh Jasmine dihuni oleh jiwa Alea sang bos mafia.
Dihadapkan pada dunia remaja yang asing dan penuh drama sekolah, Alea harus belajar menjadi "lemah"—sementara sisi kelam dan insting mematikan dalam dirinya tak bisa begitu saja dikubur. Satu per satu rahasia kelam tentang kehidupan Jasmine mulai terkuak—dan sepertinya, kecelakaan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
Apakah Alea bisa bertahan di tubuh yang tak lagi kuat seperti dulu? Atau justru Jasmine akan mendapatkan kekuatan kedua untuk membalas semua lu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinata Ochie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 – Pecahan Jiwa
Alea sadar ini adalah ujian psikologi terakhir untuk mereka, jika berhasil melewatinya makan pintu akan terbuka namun jika mereka gagal pintu tak akan pernah terbuka. Tantangan kali ini akan lebih berat, bukan soal fisik tapi keseimbangan jiwa dan pikir
...****************...
Setelah sekian lama menunggu pintu baja itu tak kunjung terbuka, hanya ada cahaya lembut dan scanner biometrik yang menyinari wajah mereka. Lalu terdengar suara sistem ERLA bergema di seluruh ruangan.
“Stabilitas jiwa tidak mencukupi. Memasuki Protokol Penyeimbangan: Soul Dive Initiated.”
Sistem ERLA mulai membaca jiwa mereka. Dan dalam sekejap tubuh mereka di tarik oleh gaya gravitasi tak kasat mata.
Dunia nyata mereka lenyap, digantikan ruang putih luas tanpa batas, tempat jiwa dan bawah sadar bertemu. Satu persatu mereka kembali di uji oleh sistem ERLA, di pisahkan dari teman-temannya. Dan mereka akan menghadapi diri mereka sendiri.
...****************...
Alea, berdiri di tengah ruangan yang berdinding putih tanpa batas sendirian, ia mendengar derap sepatu hak tinggi bergema di ruangan itu. Dan muncullah Alea dalam tubuh aslinya, wanita 25 tahun dengan tatapan dingin dan aura yang sangat menakutkan, dengan setelan serba hitam Alea queen of mafia mendekati Alea dalam tubuh Jasmine.
"Kau mengkhianati kita. Dulu kita ditakuti. Sekarang kau lemah. Lihat dirimu terperangkap di tubuh anak SMA.” Ucap Queen of mafia.
Alea tersenyum miring, ia memandang dirinya sendiri dengan tatapan jijik.
“Aku tak mengkhianati siapa pun. Aku hanya tak ingin jadi monster lagi.” ucap Alea.
"Hahahahahahaha, kau lupa siapa dirimu hah, siapa kita, dunia saat ini tak mengenal kaya lemah, tapi dia yang kuat lah yang akan berkuasa" Sinis Queen of mafia.
"Itu kau, bukan aku, sekarang bagi ku keluarga lah yang paling penting dalam hidupku, karena tanpa mereka aku sendirian, aku berbeda dengan mu, yang selalu hidup dalam kesepian" Queen of mafia sangat marah namun Alea tak takut, karena ia harus melawan dirinya sendiri, bukan dengan kekerasan dan Ia menolak untuk membenci. Menang bukan karena kuat, tapi karena menerima bahwa ia ingin berubah. Sosok Alea The Queen of mafia akhirnya retak seperti kaca lenyap. Dan ruangan putih memancarkan cahaya yang amat menyilaukan mata, lalu cahaya itu menabrak tubuh Alea sehingga ia terpental tak sadarkan diri.
...****************...
Cecilia, ia terjebak di dalam sebuah kamar berukuran kecil, itu adalah kamar nya dahulu saat di panti asuhan. Ia melihat adiknya yang sedang menangis di pojok kamar.
"Justin.. " Bocah itu memandang ke arah Cecilia, air matanya membasahi pipi chubby bocah itu. Cecilia menghampiri Justin yang masih menangis sambil memeluk lututnya.
"Semua ini bukan salah kaka, jangan terus menerus menyalahkan diri sendiri kak, apapun yang terjadi pada ku semua sudah takdir" ucap Justin lirih.
Cecilia meneteskan air matanya, ia tahu semua ini tak nyata, karena ini hanya ujian yang ia harus hadapi. Namun tiba-tiba tubuh Justin memudar dan menjadi bayangan hitam, bayangan itu menatap tajam ke arah Cecilia.
“Kau tidak cukup kuat. Kau hanya alat gagal yang tersisa dari eksperimen.” Ucap bayangan Justin dengan suara sistem ERLA.
Sontak Cecilia berteriak-teriak dengan penuh amarah, namun ia menerima semua itu, Cecilia memeluk Justin dengan air mata yang masih membasahi pipinya.
“Aku akan kuat, tapi bukan karena dendam. Karena aku ingin hidup layak, untukmu.” Lirih Cecilia.
Perlahan bayangan itu pudar, Cecilia masiih tersedak oleh tangisan nya sendiri, dan ruangan putih itu bercahaya, membuat Cecilia tak mampu memandang ke arah cahaya itu, semakin lama cahaya itu semakin melebar dan Cecilia tertutupi oleh cahaya putih yang menyilaukan.
...****************...
Zora, ia mendapati dirinya berada di ruang laboratorium kecil milik ayahnya, dan kini Zora sedang berdiri tepat di hadapan ayahnya yang salah seorang ilmuwan pendiri ERLA, ia Dr. Velius,
“Kau orang gila! Kau pakai otakku untuk membuat teknologi pemisah jiwa!” Maki Zora.
“Tanpamu, takkan pernah ada Kubah Nexus.”
Ucap Dr. Velius.
Zora terpaku. Ia mengingat kembali masa kecilnya, eksperimen brutal yang dilakukan atas nama ‘kemajuan’.
Dengan suara sedikit bergetar Zora berkata lantang pada ayahnya.
“Aku bukan alatmu. Aku bukan potongan proyek ilmiah, aku adalah Zora, hidup ku adalah milikku sendiri bukan milik siapapun " Teriak Zora.
Ia merobek lencana ID lama miliknya dan melemparkannya ke lantai. Lalu menatap langit ruangan putih.
"Aku Zora, aku manusia, kalian tak bisa menjadikan aku sebagai boneka, aku yang menentukan hidup ku bukan kalian" teriak Zora.
Langit ruangan yang berwarna putih pun mengeluarkan cahaya yang menyilaukan, semakin lama cahaya itu menutupi seluruh ruangan dan menelan Zora di dalamnya.
...****************...
Leo, ia duduk di ruangan kosong dan kecil, ada sebuah photo di tangannya, photo kakaknya yang tewas karena memberontak sigma. Perlahan dari kejauhan sosok kaka nya datang mendekati Leo. Laki-laki itu tersenyum pada Leo dan mengatakan sesuatu padanya.
“Apa kamu bahagia sekarang? Mengikuti orang yang dulu kita benci?” Ucapnya.
Leo tak dapat menjawabnya, ia tertunduk, selama ini Leo selalu menyalahkan Alea atas semua kejadian yang menimpa dirinya dan juga kakaknya. Namun kini berbeda , Leo merasa Alea yang membuatnya ingin tetap hidup setelah di tinggalkan oleh kakaknya.
"Aku memang, belum bisa memaafkannya. Tapi aku tahu, aku ingin terus di sisinya. Entah kenapa, mungkin karena kami memiliki tujuan yang sama, yaitu kembali hidup normal seperti dulu" Setelah Leo mengatakan hal itu, sosok sang kakak tiba-tiba lenyap, dan ruangan itu pun di penuhi oleh cahaya putih yang menyilaukan memenuhi seluruh ruangan.
...----------------...
Saat cahaya itu menghilang, satu persatu dari mereka tersadar, keringat dingin membasahi seluruh tubuh mereka, napas mereka pun terengah-engah, dan tubuh mereka menggigil kedinginan.
"Kalian tak apa apa, semua baik baik saja bukan" tanya Alea.
"Kami baik, kau sendiri bagaimana" jawab Leo.
"Seperti yang kau lihat" ucap Alea.
"Tubuh ku lemas sekali, seakan seluruh jiwaku keluar dari raga" Sahut Zora.
Saat mereka sedang mengumpulkan kembali tenaga mereka yang terkuras akibat ujian ilusi tadi, secara perlahan pintu baja itu terbuka, dan terdengar suara klik panjang dari pintu tersebut.
Mereka semua saling pandang dan tertawa, tawa bahagia dan tawa kemenangan untuk saat ini.
"Kita berhasil pintu itu akhirnya terbuka" seru Zora.
"Semua ujian yang kita hadapi terbayar sudah" sahut Leo.
"Tapi kita tak boleh terlalu senang dulu, bisa jadi di dalam sana akan ada tantangan yang lebih menyakitkan dan menakutkan dari sebelumnya" ucap Alea.
Keempat orang itu memandang ke arah lorong menuju pusat kendali ELRA.
“Tapi aku yakin... yang paling sulit... baru akan dimulai di dalam sana" Cecilia menunjuk ke arah lorong inti pusat kendali ELRA.