NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:13.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 26

Pagi masih dini ketika Raka tiba di depan rumah Aruna. Embun belum sepenuhnya hilang dari dedaunan, dan udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Ia memarkir mobilnya dengan hati-hati di halaman depan. Sesaat setelah membunyikan klakson pelan, gerbang dibuka oleh Pak Yusron, penjaga rumah dan kebun yang sudah lama bekerja untuk keluarga Aruna.

“Wah, tumben pagi-pagi sekali sudah datang, Pak Raka?” sapa Pak Yusron, sedikit terkejut.

Raka tersenyum sopan. “Iya, Pak. Saya mau ke area baru di kebun, tapi belum tahu rutenya. Ibu Aruna katanya akan mengantar.”

Pak Yusron mengangguk ramah, mempersilakan masuk. “Silakan, Pak. Ibu tadi bilang sudah siap.”

Raka berjalan melewati jalur taman kecil yang basah oleh embun. Di teras rumah, Aruna sudah duduk santai, mengenakan kemeja sederhana warna putih gading dan celana kain cokelat muda. Di depannya, dua cangkir teh hangat mengepul pelan, ditemani piring kecil berisi kue-kue tradisional.

“Aku kira kamu bakal datang lebih siang,” ujar Aruna sambil tersenyum kecil.

Raka membalas senyuman itu, lalu duduk di kursi kayu yang tersedia. “Aku tidak bisa tidur semalaman. Penasaran ingin lihat area baru itu... atau mungkin karena sesuatu yang lain.”

Aruna sempat terdiam, kemudian hanya menjawab dengan senyuman tipis. Ia menawarkan teh padanya, dan mereka mulai mengobrol ringan, membicarakan potensi area baru, rencana tanam herbal, dan beberapa eksperimen pertumbuhan tanaman tropis yang sedang diuji.

Namun, semakin lama mereka duduk bersama, semakin terasa keheningan-keheningan yang janggal. Bukan karena canggung, tapi karena setiap kali mata mereka saling bertemu, ada sesuatu yang mengalir sebuah energi diam yang sulit diabaikan. Tatapan Raka begitu dalam, membuat Aruna nyaris lupa napasnya. Ia merasa seolah sedang dilihat lebih dari sekadar kulit luar. Tatapan itu menelusup ke dalam, seakan mengerti hatinya yang rapuh dan kosong.

Aruna akhirnya mengalihkan pandangannya ke langit.

“Pagi-pagi begini... cuacanya sudah mendung,” gumamnya cepat, menyembunyikan kegelisahan. “Lebih baik kita berangkat sekarang sebelum hujan turun.”

Raka hanya mengangguk pelan, seolah memahami ada sesuatu yang baru saja tidak jadi diucapkan. “Oke, ayo. Biar aku yang nyetir, Bu.”

Mereka meninggalkan rumah dengan mobil Raka. Di sepanjang perjalanan menuju area baru, tak banyak kata yang terucap. Tapi diam di antara mereka bukan keheningan yang asing, melainkan kedekatan yang tak perlu dijelaskan. Sesekali, Raka melirik Aruna yang tampak menatap keluar jendela, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Mobil Raka berhenti perlahan di sisi jalan tanah yang masih berbatu. Di hadapan mereka terbentang area luas yang belum tersentuh, dengan rerumputan liar tumbuh tak beraturan. Beberapa semak menyembul di sela-sela pohon mangga yang tampak sudah tua, dahannya menjuntai seperti menyimpan cerita masa lalu. Di salah satu sudut, berdiri rumah kecil dari bilik kayu yang sudah mulai lapuk. Atap sengnya berkarat, beberapa bagian dindingnya sudah bolong. Terlihat sepi, sunyi, dan menyimpan aroma kenangan yang tak terucap.

“Ini lahan yang paling ujung,” ucap Aruna pelan, menuruni jalan dengan tatapan lekat ke arah rumah kecil itu. “Dulu, waktu zaman ayahnya Bagas, area ini sempat ditanami. Tapi sejak beliau meninggal, aku belum sempat mengolah sampai ke sini.”

Langkah mereka pelan menyusuri tanah setengah basah karena embun yang masih enggan menguap. Udara pagi mulai terasa hangat, meski mendung masih menggantung seperti tirai kelabu di langit.

Raka menyentuh batang pohon mangga yang kasar, seolah ingin merasakan sisa energi yang pernah melewati tempat ini. “Pohon ini sudah lama sekali ya... Tapi masih kokoh.”

“Iya. Aku rasa, dulu ini pohon mangga harum manis. Ayah Bagas sangat suka buah dari pohon ini. Ia bahkan pernah bilang ini pohon keberuntungan.”

Aruna tertawa kecil, tapi ada nada getir di dalamnya. Raka menoleh, memperhatikan raut wajahnya yang teduh namun menyimpan lelah.

“Aku merasa bersalah,” ujar Aruna tiba-tiba, menunduk, menatap sepatu boot-nya yang sedikit kotor oleh tanah. “Karena membiarkan tempat ini terbengkalai selama itu. Padahal, dulu... aku pernah berjanji ke diri sendiri akan menjaga semuanya.”

“Ibu nggak harus menyalahkan dirimu sendiri,” kata Raka, suaranya tenang. “Kadang kita terlalu sibuk berusaha menyelamatkan hal-hal yang retak, sampai lupa menjaga yang pernah membuat kita bahagia.”

Ucapan itu membuat Aruna terdiam. Bukan karena tak paham, tapi karena kalimat itu terlalu tepat. Hatinya terasa disentuh. Ia menoleh pelan, menatap Raka. Dan lagi-lagi, mereka saling beradu pandang. Kali ini lebih lama. Ada kehangatan, ada pengertian yang sulit dijelaskan. Tidak ada yang diucapkan, tapi keduanya tahu ada sesuatu yang mulai tumbuh, pelan tapi pasti.

Aruna memutuskan menatap ke arah rumah bilik. “Dulu, rumah kecil itu dipakai untuk menyimpan alat-alat berkebun. Mungkin masih ada beberapa barang yang tertinggal di dalam.”

“Aku penasaran,” kata Raka. “Boleh kita lihat ke dalam?”

Aruna mengangguk, dan mereka berjalan mendekati rumah kecil itu. Pintu kayunya agak sulit dibuka, tapi setelah sedikit didorong, engselnya yang berkarat perlahan menyerah. Di dalam, udara lembap menyambut mereka. Beberapa rak kayu masih berdiri, meski miring. Ada kotak logam berdebu di sudut ruangan, dan sebuah bangku tua dengan bantal kusam.

“Dulu di sinilah aku suka diam kalau ingin menyendiri,” ucap Aruna lirih. “Kalau sedang bertengkar dengan Bagas, atau kalau... merasa tidak dimengerti oleh siapa pun.”

Raka menatapnya dalam diam, lalu berkata dengan lembut, “Ibu masih sering merasa seperti itu sekarang?”

Aruna menoleh, menatap Raka dengan tatapan jujur yang nyaris transparan. “Lebih sering dari yang kamu bayangkan.”

Suasana mendadak hening. Angin pagi berhembus pelan lewat celah dinding bilik, menggerakkan tirai usang di jendela kecil. Raka ingin berkata sesuatu, ingin menghapus rasa sepi yang tiba-tiba terasa begitu dekat dengan Aruna. Tapi ia tahu batas. Ia tahu, cinta yang terburu-buru akan lebih menyakitkan daripada rasa sepi itu sendiri.

Namun, di dalam benaknya, satu hal menjadi semakin jelas. Ia jatuh cinta pada perempuan ini. Pada cara Aruna menatap alam dengan penghormatan. Pada caranya bertahan, meski hatinya mungkin sudah pecah berkali-kali. Dan pada kesendiriannya yang tidak pernah benar-benar disuarakan, namun terasa sampai ke hati.

“Kita bisa hidupkan lagi tempat ini,” ucap Raka tiba-tiba, mencoba mengalihkan. “Bisa jadi rumah semai, atau tempat eksperimen herbal. Aku yakin, tempat ini masih punya napas.”

Aruna tersenyum. Senyum yang kali ini tidak dipaksakan. “Kedengarannya seperti harapan. Dan aku sudah lama tidak mendengar nada itu dalam suara siapa pun.”

Mereka keluar dari rumah kecil itu. Hening, tapi bukan canggung. Lebih seperti dua jiwa yang menemukan kedekatan dalam kesederhanaan. Langit semakin mendung, angin mulai membawa aroma hujan. Tapi keduanya tidak terburu-buru.

1
ovi eliani
ayo aruna waktunya bertindak , tlp bagus agarbmemberikan bukti ke polisi, biar bagas tau senjata makan tuan, biar dia yg masuk polisi biar tau rasa kamu bagas , biar bagas tau dingin nya jeruji besi, aku mwndukung mu aruna jgn kasih ampun bagas dan biar mata mak lampir juga terbuka bahwa kamu wanita yg baik aruna. semangat thor up nya tambah hreget ini.
R 💤
betul sih ini Thor...
R 💤
kok aku ikut seneng ya Raka gitu, dosa gak sih 🙈
Dee: Tenang, itu tandanya kamu punya hati yang peka. Raka emang bikin suasana jadi adem ya~ Yuk terus ikuti kisahnya, siapa tahu kamu makin sayang sama dia 🤭💕"
total 1 replies
R 💤
bisa dikatakan ia lagi puber kedua gak sih
Dee: Siap Kakak, nanti aku coba mampir ya,🥰
R 💤: ditunggu Thor,, jika berkenan mampir di lapakku juga Thor hehe 👋🏻 CINTA TUAN MAFIA , terimakasih
total 3 replies
R 💤
acieee...Aruna berbunga bunga tuhh
R 💤
selamatkan juga hati ibu hehe
ovi eliani
up lagi dong thor ketemuain aruna dan raka ,pingin melihat bicara , mak lampir suruh pulang dulu sama pak lampir biar ngak nganggu...semangat thor up lg malam ini, ceritanya bikin penasaran
ovi eliani
ayo aruna kamu harus membela yg benar, suami mu sdh mulai gila, kasian raka dia tak bersalah. terus buat mak lampir minta maaf sama kamu sampai mengemis maaf mu karena sdh kurang ajar mulutnya
Daniah A Rahardian
puitis banget☺️
ovi eliani
sedih amat sih thor , seng sabar ya aruna, alon alon waton kelakon , awas aja kamu nyamuk nenek lampir tak sedot ubun2 mu, wes tue belagu , semangat thor kasihbpelajaran itu nyamuk mak lampir karo bagas laki2 tak berguna.
Daniah A Rahardian: Beneran deh tuh nyamuk mak lampir sama si Bagas emang udah kelewatan. Aruna tuh udah sabar banget, tapi ya gimana... kadang orang baik tuh malah disakitin mulu 😤.
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Wow.. keren and puitis banget. Author emang pinter ya memilih kata2.
O ya aku udah jg ngeliat visual mereka di ig mu Thor, Aruna cantik banget dan Raka guanteng abis 🫶
Dee: Makasi Kakak, aku nyari yg pos buat karakter mereka.
total 1 replies
xia~xiaoling
ngena banget kata2 e aruna...kyk e aruna ini puitis banget deh...suka ma karakter aruna
Dee: Makasii! Senang banget Aruna bisa nyampe di hati Kakak😍
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Suami 🤬🤬
Dee: Sabar... sabar...☺️
total 1 replies
ovi eliani
aku suka kesal sama nyamuk nyamuk ini selalu heboh embok ya di dengarkan dulu, no sono laporin aja bagas nya biar tau rasa, nyamuk sama bagas memang cocok kumpulan manusia pencinta hutan jadi hifup seenaknya aja. lho kate kebun binatang, semangat thor aku jd gregetan bacanya, sholat dulu ya.
Dee: Memang ya nyamuk dan Bagas tuh kombinasi bikin emosi, tapi tenang... nanti ada kejutan buat mereka, ditunggu terus yaa~ Makasih banyak udah baca dan komen seru begini, semangat terus dan selamat beribadah juga ya kak ,💚🙏
total 1 replies
ovi eliani
aruna aruna saksi ya kan ada para pekerja kan melihat, twrutama kamu melihat sendiri, ngaoain hidup dgn bagas yg egois, lupa kan hempaskan masih banyak laki laki yg lain, semangat aruna ..
ovi eliani
thor up dobble biar tambah semangat bacanya, maunya aruna urusi raka aja, bagas buang aja ke laut
Daniah A Rahardian
Thor pliss...jgn kamu buat kayak di "Ternyata Hanya Kamu Cintaku", nanti aku nangis lagi nih! Aku jadi inget Alex😭
ovi eliani
wah wah mulai agak panas in ceritanyai seperti panas nya matahari di siang hari , bagas2 sekarang aja cemburu orak dewasa dewasa diri mu son son, udah raka laporkan bagas dengan tindak pidana main hakim sendiri biar mampus terkubur di penjara sepertih aruna yg hatinya tetpenjara di hati raka, Hidup adalah perjalanan, jangan lelah untuk terus berjuang. semangat thor buat ceruta yg lebih panas wkwkwwk
ovi eliani
belum greget ini thor, mau yang jeng jeng disaat aruna raka berdua, suami yg tak berguna datang. maaf ya thor bukan berarti aku setuju dhn perselingkuhan tp manusia punya batas kesabaran karena kelah nya wanita akan berujung dengan ke tidak pedulian. wahar klo bagas diberi pelajaran buat sadar diri , dobble up atuh thor semabgat benar bacanya.
xia~xiaoling
baca kayak nak muda lg kasmaran thor..pd hal ini yg bc emak2 berdaster..wkwkwk
Dee: Hahahaha... emak berdaster juga boleh dong kasmaran lagi!, semoga tetap bikin hati deg-degan yaa 😄💖
Tapi justru pembaca setia kayak emak-emak berdaster lho yang paling tulus menikmati cerita😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!