NovelToon NovelToon
Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ganendra pernah hampir menikah. Hubungannya dengan Rania kandas bukan karena cinta yang pudar, tapi karena ia dihina dan ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya yang menganggapnya tak pantas karena hanya pegawai toko dengan gaji pas-pasan. Harga dirinya diinjak, cintanya ditertawakan, dan ia ditinggalkan tanpa penjelasan. Luka itu masih membekas sampai takdir mempertemukannya kembali dengan Rania masa lalunya tetapi dia yang sudah menjalin hubungan dengan Livia dibuat dilema.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 25

Livia sempat menghentikan langkahnya di lorong lantai tiga. Tangannya refleks meraih gagang pintu saat melihat Lintang keluar dari ruangan Ganendra. Wajah Lintang kelihatan biasa, tapi langkahnya cepat.

“Lintang?” panggil Livia spontan.

Lintang hanya menoleh sekilas. “Eh, Kak Livia aku cuma numpang istirahat sebentar. Ruangan kosong soalnya,” ucapnya cepat lalu langsung pergi tanpa menunggu respons.

Livia berdiri beberapa detik, menatap punggung Lintang dengan dahi mengernyit. Ada yang aneh.

Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu yang masih sedikit terbuka. Di dalam, Ganendra sedang berdiri membenarkan kerah kemejanya.

“Lintang ngapain di sini?” tanya Livia langsung, nadanya datar tapi tajam.

Ganendra terkejut, menoleh cepat. “Nggak ngapa-ngapain. Dia cuma masuk sebentar, bilang lagi nyari tempat buat leyeh-leyeh aja,” jawabnya, berusaha terdengar santai.

Livia mendekat tanpa berkata apa-apa. Tatapannya tajam, matanya tak lepas dari wajah Ganendra.

“Lintang tuh adik tiriku. Kamu tau kan gimana cara dia deketin cowok?” ujarnya sambil berdiri tepat di depan Ganendra.

Ganendra mengangkat tangan, memegang kedua lengan Livia. “Aku tahu siapa kamu dan siapa dia. Aku bukan anak kemarin sore, Liv.”

Tanpa aba-aba, Livia menarik wajah Ganendra dan melumat bibirnya dalam-dalam. Tak ada kelembutan. Yang ada hanya emosi dan ketakutan.

Ganendra sempat menegang, tapi tak menolak.

“Ini buat ngingetin kamu,” ujar Livia setelah melepaskan ciuman itu. Nafasnya memburu. “Kalau kamu pengen milih yang dewasa, ya pilih aku. Bukan dia.”

Ganendra diam, tidak menjawab.

Livia menatap matanya dalam-dalam. “Jangan sampai aku nyesel udah percaya sama kamu,” imbuhnya sebelum akhirnya berjalan keluar dari ruangan dengan langkah mantap.

Livia baru saja memutar gagang pintu, hendak meninggalkan ruangan itu, saat suara Ganendra menyusul pelan namun tegas.

“Cintaku cuma buat kamu, Livia Mareta.”

Langkah Livia terhenti.

Ia membalikkan tubuh pelan-pelan, menatap Ganendra yang masih berdiri tegak, namun sorot matanya penuh keyakinan. Tak ada keraguan di sana. Hanya kejujuran yang tulus.

Sekejap mata Livia berkaca-kaca. Pipinya memerah, bukan karena malu, tapi karena hatinya yang dipenuhi rasa haru.

“Ulangi,” bisiknya nyaris tak terdengar.

Ganendra tersenyum tipis. Ia melangkah pelan mendekat. “Aku cinta kamu, Liv... Livia Mareta Danuarta. Cuma kamu. Dari awal.”

Detik berikutnya, tanpa pikir panjang, Livia kembali berlari menghampiri pemuda itu. Kali ini tak ada keraguan, tak ada gengsi. Ia langsung memeluk Ganendra erat, seperti takut kehilangan.

“Maafin aku tadi maksa nyium kamu,” gumam Livia di dadanya.

Ganendra tertawa pelan, memeluk balik tubuh mungil perempuan yang beberapa tahun lebih tua darinya itu. “Nggak perlu minta maaf. Itu... obat paling manjur biar aku nggak ke mana-mana.”

Livia menatapnya dari jarak dekat, jari-jarinya merapikan rambut Ganendra yang sedikit acak. “Jangan pernah bikin aku ragu lagi, ya.”

“Nggak akan. Aku serius sama kamu. Walaupun statusku cuma sopir pribadi... hatiku milikmu sepenuhnya.”

Livia tersenyum, tulus dan hangat. Untuk pertama kalinya hari itu, ia merasa menang. Menang sebagai perempuan, sebagai pewaris RD Grup, dan sebagai kekasih dari pria yang benar-benar ia cintai.

Dan tanpa mereka tahu... dari ujung lorong, ada sepasang mata yang menyaksikan semua itu dalam diam. Lintang menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum tipis.

“Permainan baru saja dimulai,” gumamnya lirih sebelum berbalik dan pergi dengan langkah ringan.

Ke esokan harinya…

“Tumben kamu dateng lebih awal,” ucap Livia sambil menatap Ganendra yang sudah berdiri di depan mobil, lengkap dengan kemeja rapi dan senyum tipisnya.

“Aku nggak mau telat jemput perempuan yang aku sayang,” imbuh Ganendra sambil membuka pintu mobil untuknya.

Livia nyengir kecil, masuk ke dalam dan berkata pelan, “Udah makin jago aja kamu bikin aku klepek-klepek.”

“Aku belajar dari yang terbaik,” sahut Ganendra cepat.

“Siapa? Aku?” tanya Livia dengan alis terangkat.

Ganendra tertawa. “Iya. Dari kamu, Liv. Dari caramu nyium aku di kantor waktu itu.aku sadar kalau kamu nggak butuh janji. Kamu cuma butuh pembuktian.”

Livia terdiam sebentar. Senyumnya perlahan tumbuh. “Kamu berubah, Ndra. Tapi aku suka.”

“Aku nggak berubah. Aku cuma lebih berani,” katanya sambil melirik ke kaca spion, memastikan tak ada yang melihat, lalu menyelipkan bunga melati kecil di telapak tangan Livia.

“Ini apaan?” tanya Livia heran.

“Wangi kayak kamu,” ucapnya lirih.

Livia terdiam, matanya sedikit memanas. “Kamu... mulai bikin aku takut.”

“Takut kenapa?” tanya Ganendra cepat.

“Takut... terlalu sayang.”

Ganendra menghentikan mobil di pinggir jalan sebentar, memandangnya serius. “Sayang nggak pernah salah. Yang salah itu kalau kita pura-pura nggak ngerasain apa-apa.”

Livia menunduk, menggenggam bunga kecil itu erat.

“Jangan tinggalin aku, ya,” bisiknya pelan.

“Aku di sini bukan buat sekadar jadi sopir pribadi, Liv... aku di sini buat nemenin kamu sampai kamu bosen lihat wajah aku.”

Livia tertawa kecil, matanya berkaca. “Berani ngomong gitu sama anak direktur?”

Ganendra mengangguk tanpa ragu. “Bukan soal jabatan. Ini soal hati. Dan hatiku cuma nyebut satu nama Livia Mareta Danuarta.”

"Ingat, sebentar sore balik dari kantor kita ke rumah ibumu," ucap Livia sambil merapikan lipstik lewat kaca visor mobil. "Tapi ngomong-ngomong, ibumu suka apa, sayang?"

Ganendra yang duduk di belakang kemudi menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil. “Ibu tuh orangnya sederhana, Liv. Dia suka hal-hal yang penuh niat, bukan harga.”

Livia mengangguk paham. “Tapi tetep aja aku pengen kasih sesuatu. Biar dia tahu kalau aku serius sama kamu.”

Ganendra tertawa pelan. “Coba tebak beliau suka apa?”

Livia melirik penuh rasa penasaran. “Bunga? Makanan?”

“Beliau suka buku doa dan selendang batik, hijab,” jawab Ganendra sambil menghidupkan mesin. “Apalagi yang warnanya ungu. Katanya, ungu itu warna sabar.”

Livia terdiam sebentar. “Unik ya…”

“Beliau perempuan kuat. Nggak banyak ngomong, tapi tatapannya bisa bikin aku langsung sadar kalau aku salah langkah.”

Livia menatap Ganendra diam-diam. Ada kagum yang sulit disembunyikan. “Pantas kamu bisa segigih ini, ya. Ternyata kamu dilahirkan dari perempuan hebat.”

Ganendra tersenyum, lalu menggenggam tangan Livia yang ada di atas pahanya.

“Makanya aku nggak bisa main-main kalau soal kamu. Aku harus bisa bikin Ibu percaya kalau kamu bukan cuma cinta, tapi juga jawaban dari doa-doanya.”

Livia mengerjap pelan, terharu.

“Aku akan datang bukan sebagai tamu, tapi sebagai seseorang yang pengen jadi bagian keluargamu,” ucapnya lirih.

Siang itu, setelah menuntaskan beberapa rapat penting, Livia Mareta Danuarta melangkah dengan percaya diri menuju ruangan eksklusif pemilik perusahaan.ruangan yang hanya dimiliki satu orang kakeknya, Rais Danuarta, sang pendiri dan pemegang kendali tertinggi RD Grup.

Ketukan pelan menggema.

“Masuk,” suara berat dan berwibawa itu terdengar.

Livia membuka pintu dan tersenyum, “Kakek, aku ganggu sebentar.”

Tuan Rais menutup berkas yang sedang dibacanya. Matanya yang tajam menatap cucu kesayangannya, “Kalau kamu yang datang, nggak pernah disebut ganggu.”

Livia duduk perlahan, merapikan letak duduknya, lalu menarik napas dalam-dalam. “Kek... ada yang ingin aku sampaikan. Dan aku harap Kakek nggak marah.”

Rais menyipitkan mata. “Kamu hamil?”

“Kek!” Livia langsung memukul pelan tangan kakeknya. “Bukan itu!”

Rais tertawa pendek. “Lalu apa?”

Livia menggenggam kedua tangannya sendiri. “Aku pacaran sama Ganendra.”

Hening sejenak.

Rais hanya memandangi cucunya tanpa ekspresi jelas. Livia menelan ludah, jantungnya berpacu.

“Ganendra supir pribadimu?” tanya Rais, memastikan.

“Ya, sekaligus orang kepercayaan Kakek juga,” jawab Livia, berusaha tegas.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
sunshine wings
dan kamu emang udah layak dari pertemuan pertama insiden itu Livia .♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Wah aku yg salting.. asekkk.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
hahaha.. energi ya mas.. powerbank.. 💪💪💪💪💪😍😍😍😍😍
sunshine wings
Kan.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Good Ganendra.. 👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yaa begitulah..Mantapkan hati.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Memang ada pilihan lain tapi hati hanya punya satu ya mau gimana lagi ya kan..
sunshine wings
Sudahlaa Lintang nanti makan diri sendiri.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
sunshine wings
kerana Livia yg pertama ada selepas hati Ganendra hancur berkeping².. ♥️♥️♥️♥️♥️
Naila
lanjut
Purnama Pasedu
lintang jadi badai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: duri dalam daging 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😘😘😘😘😘
sunshine wings
Yesss!!! 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
daaan calon suami juga.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Purnama Pasedu
Livia,,,sekali kali ajak ibunya ganen sama ganen ke restoran
Purnama Pasedu: begitu ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum waktunya kak mereka belum resmi pacaran
total 2 replies
sunshine wings
Laa.. rupanya adek sepupu kirain adek sekandung.. buat malu aja.. sadar dri laa ɓiar sedikit.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Al Ghifari
lanjut seru banget
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak insyaallah besok 😘🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!