NovelToon NovelToon
Pengantin Bayangan Jadi Tawanan

Pengantin Bayangan Jadi Tawanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Konflik etika / Pengantin Pengganti / Angst / Roman-Angst Mafia
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Kinamira

Ellena dijual ibu tirinya kepada seseorang sebagai pengantin yang diperkenalkan di muka umum, agar istri sah tetap aman.
Namun, di hari pengantin ia diculik sesuai dugaan pria itu, dan disanalah awal penderitaannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Manusia tentunya memiliki rasa kasihan. Kondisi Ellena sangat pantas dikasihani. Namun, ia tidak bisa mengabaikan perintah.

Mau tak mau Johny membangunkan Ellena. "Ayo bangun!" ucapnya sembari menepuk-nepuk pipi Ellena.

Namun, wanita itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Johny semakin menepuk pipinya. "Hey bangun!" perintahnya.

Maxim yang tidak sabaran meliriknya tajam. Ia dengan kesal kembali masuk dalam mobil, menyeret tubuh lemas Ellena keluar tanpa belas kasih.

Hal itu juga membuat Ellena tersadar. "Sstt..." Mengeluh pun rasanya sulit.

Ellena hanya mendesis yang menandakan dirinya telah tersadar. Tubuhnya duduk lemas di atas tanah, dengan tangannya dicengkeram erat Maxim.

Ellena membuka mata, ia langsung tersentak melihat banyaknya orang dengan cairan darah yang ada tidak jauh darinya.

Serta suara senjata yang meledak membuatnya gemetar. "Emm ...." Ellena berusaha memberontak, ingin menjauh. Namun tarikannya sama sekali tidak berguna.

"Lepas, aku mohon, aku takut," pinta Ellena dengan suara lemah.

Maxim menyinggung senyumnya. Ia melepaskan tangan Ellena. Namun, tidak membiarkannya pergi, melainkan mengganti tempat menahan.

Ia menarik rambut Ellena memaksanya untuk berdiri, membuat Ellena mengeluh kesakitan.

"Sakit, sakit."

"ELLENA!" ucap Maxim untuk pertama kalinya menyebut nama Ellena. Namun dengan suara yang ditekan, berat dan terdengar seram.

Maxim menyeringai. "Buka matamu lebar, lihatlah dengan jelas."

Ellena menggeleng, menutup matanya dengan rapat, dengan suara serak dan lemah ia berucap. "Tidak aku takut," ucapnya sembari menangis.

"Oh kau tidak boleh takut. Ini adalah resiko yang harus kamu terima, dengan bersama Felix si bajingan itu," ucapnya terus menarik rambut Ellena memaksanya untuk melihat pertempuran itu.

Ellena menggeleng. "Aku bukan istrinya!" jeritnya sekuat tenaga yang membuat Maxim kesal.

Maxim langsung melayangkan tamparan di kepala Ellena. "Beraninya kau berteriak!" bentaknya.

Detik kemudian suara yang terdengar jelas dengan menggunakan bantuan pengeras suara terdengar menggema menarik perhatian.

"MAXIMUS HARINTON!"

Maxim menyinggung senyumnya, perlahan membalikkan tubuhnya menatap ke arah sumber suara. Matanya yang tajam langsung menangkap sosok pemilik suara.

"Lepaskan istriku!" seru Felix membuat keributan itu terhenti.

Maxim melirik Ellena yang duduk meringkuk. "Kau dengar? Dia sangat mengharapkanmu," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Dalam sebulan, dia mengirim pasukannya selama tiga kali, membiarkan puluhan nyawa lewat, hanya demi dirimu. Sudah jelas dia sangat mencintaimu, tapi kau malah tidak mengakuinya ... CK CK CK, kau sangat kejam," sahut Maxim dengan santai seolah menyangkan sikap Ellena. Namun, dengan senyuman sinisnya yang menunjukkan sebuah ledekan.

Maxim kembali menatap lurus ke depan, melihat Felix yang berdiri gagah di seberang pagar setinggi lutut sebagai pembatas.

Felix mengangkat kakinya, tanpa ragu ia menyebrangi pagar tersebut, yang menjadi bentuk perlawanan utama akan terjadi.

Maxim menyinggung senyumnya. "Dengan tanganku sendiri aku pasti akan membunuhmu," batinnya dengan sorot mata tajam penuh kebencian.

"Johny Liam, kalian tetap di sini. Pastikan wanita itu melihat pertempurannya. Dia ... harus gila, sebelum dikembalikan pada Felix!" ucap Maxim sembari mempersiapkan pistolnya, dan mata yang tetap waspada pada pihak musuh.

"Baik!" jawab kedua pria itu serentak.

Maxim mengerakkan lehernya yang kaku. Mengambil dan membuang nafas kasar. Felix telah masuk di areanya, dan ia harus menyambutnya sendiri.

Tanpa rasa takut, Maxim berlari cepat masuk dalam kerumunan pertempuran yang kembali terjadi. Orang-orang Maxim, melindunginya dengan sekuat tenaga, untuk sampai ke tujuan yang diinginkan.

Meski terkadang Maxim harus melawan beberapa yang menghalanginya. Sedangkan Felix masih diam menunggu, membiarkan beberapa orangnya sedikit menguras tenaga Maxim.

"Jika bukan demi melindungi istriku. Aku malas melakukan ini, menunda bulan maduku," batin Felix menyaksikan bagaimana Maxim menumbangkan satu persatu orang-orangnya.

Perhatiannya bergerak menatap Ellena yang dipaksa menyaksikan pertempuran itu, padahal jelas wanita itu sedang ketakutan.

Ia mendesis bukan kasihan. "Benar-benar merepotkan. Kalau dia tidak penakut, pasti aku tidak perlu melakukan ini dan sekarang sudah bersenang-senang dengan Lovie," batinnya mendelik kesal.

Melihat Maxim semakin dekat, membuat Felix segera bersiap diri. "Sudah sebulan lebih aku menunda bulan maduku. Jadi, aku muak, dan harus membawamu kembali sekarang, dan kau harus menebus jika aku terluka," batinnya seolah bicara pada Ellena, meski Ellena tidak mendengarnya, sembari memasukkan peluru dalam senjatanya.

Felix mengambil nafas panjang, kakinya perlahan terangkat, detik kemudian mulai berlari cepat, memasuki medan pertempuran.

"Maxim!! Aku akan membunuhmu!" teriak Felix memasuki kerumunan orang yang sedang melawan dan melindungi Maxim.

Setelah beberapa orang tumbang di tangan mereka. Dua pria itu kini berhadapan. Tidak langsung menyerang, mereka saling memandang tajam.

"Aku pasti akan mengambil istriku kembali!" ucap Felix menekan kata istri berharap Maxim tetap percaya dengan tipuannya.

Maxim tersenyum remeh. Tanpa mengatakan apapun, kakinya terangkat dengan gerakan cepat, memulai pertarungannya dengan Felix.

Namun, gerakan kakinya yang cepat itu, terbaca oleh Felix, sehingga Felix mampu menangkisnya.

Pertarungan semakin sengit. Baik dari pihak Maxim dan Felix tidak ada yang menyerah. Satu persatu anggota tumbang, namun akan mendapat ganti oleh anggota pasukan lain yang sudah dipersiapkan kapan saja siap terjun.

Maxim dan Felix, keduanya masih bertarung secara pribadi. Jika terjadi jeda itu hanya beberapa menit. Keduanya terbilang seri. Namun, karena kondisi yang semakin tidak memungkinkan. Anggota mereka menjadi benteng melindungi Tuan masing-masing, dan membawanya mundur, menghentikan pertarungan itu sesaat.

Felix menyentuh perutnya yang terdapat aliran darah. Sebuah luka robek terpampang jelas di sana. Maxim berhasil memberikan satu tusukan tajam di area perutnya.

"Sialan, kau benar-benar hebat Maximus!" gumam Felix meringis pelan menahan sakit, berjalan pelan kembali melewati pepohonan lebat, hingga menemukan tempat terbuka, di mana orang-orangnya sedang mendapatkan pertolongan pertama.

"Tuan Felix!"

Perhatian semua orang langsung tertuju padanya. Perawat khusus langsung mendekat untuk membantunya.

Felix di bawa masuk ke dalam tenda perawatan. Ia dibaringkan di atas ranjang lipat.

"Tuan anda terluka."

"Hm, luka pisau," jawabnya memejamkan mata dan membiarkan dokter mulai menanganinya.

"Tuan aku akan menjahitnya," ucap sang dokter.

"Tidak jangan dulu, aku masih harus teejun ke pertempuran. Selama wanita itu belum didapatkan, pertempuran ini belum boleh selesai! Aku harus mendapatkannya hari ini juga!" ucapnya dengan tegas.

"Ba-baik Tuan," ucap sang dokter tak bisa membantah.

Pada akhirnya ia hanya bisa membersihkan luka itu, dan menutupi dengan perban lebih dulu.

"Ken!" panggil Felix.

"Ya Tuan."

"Pasukan kita tinggal berapa?" tanya Felix.

"Masih ada empat kelompok pasukan yang belum maju. Enam puluh delapan yang terluka, dan sudah ada dua puluh dua orang yang meninggal."

Felix terdiam beberapa saat. Empat kelompok, yang mana per kelompok yang sudah diatur terdiri tiga puluh orang, yang artinya masih ada pasukan seratus dua puluh yang sehat.

Ia yang sudah penuh rancangan, dan membentuk tim sebanyak mungkin dengan melewatkan uang yang tidak sedikit, demi mendapatkan Ellena, demi menyelesaikan rasa kesalnya.

Felix menghela nafas berat. "Sebentar lagi malam, kita mundur dulu. Kita rancang rencana berikutnya! Pastikan sisa pasukan kita cukup untuk mendapatkan Ellena!"

"Baik Tuan."

"Dan untuk pasukan yang meninggal, bebaskan keluarga mereka dan berikan kompensasi!" perintahnya dengan tegas.

Meski ia terkesan tidak peduli nyawa anak buahnya. Namun, ia tetap menghargai, dan memberikan kompensasi besar sesuai apa yang dijanjikan pada mereka semasa hidup.

"Baik."

Felix menghela nafas pelan, keningnya berkerut merasakan perihnya obat yang diberikan, dengan benaknya yang tetap bekerja, merampung rencana berikutnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!