Lanjutan dari novel Iblis penyerap darah, untuk baca season 2 gak wajib baca season 1,tapi kalau mau baca itu lebih bagus.
Kaisar Mo Tian adalah tirani hidup. Dikenal sebagai Iblis Darah Abadi, ia memimpin Kekaisaran dengan tangan besi dan kegilaan yang disengaja. Bagi Mo Tian, kesetiaan adalah segalanya; pengkhianatan dibalas dengan pembantaian brutal—seperti yang dialami para pemberontak Sekte Tinju Api, yang dihancurkan tanpa sisa olehnya dan Liu Bai, sang Tangan Kanan yang setia namun penuh kepedulian.
Di mata rakyatnya, Mo Tian adalah monster yang mendamaikan dunia melalui terror. Namun, di balik dominasinya yang kejam, bersembunyi luka lama dan kilasan ingatan misterius tentang seseorang Seorang wanita cantik misterius yang mampu memicu kegelisahan tak terkendali.
Siapakah dia? Apakah dia adalah kunci untuk menenangkan Iblis Darah, atau justru pedang bermata dua yang akan menghancurkan Takhta Abadi yang telah ia bangun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Perintah darurat
Liu Bai melangkah tenang ke arah prajurit Kekaisaran yang tersisa. Meskipun posturnya dingin, aura kesedihan yang tersembunyi terasa melingkupinya, sebuah beban emosi yang tak terucapkan membebani bahunya.
Dia menatap mereka, matanya yang sedingin es melembut sedikit, mengakui pengorbanan mereka. "Kalian sudah bekerja keras demi melindungi Kekaisaran. Kalian luar biasa!" Liu Bai menepuk pundak Jenderal Hui, gerakan yang mengandung pengakuan dan rasa hormat yang mendalam, sebuah penghormatan dari qi tertinggi.
Semua orang merasa sangat terangkat dan terhormat mendapatkan pujian dari tangan kanan Kaisar yang legendaris. "Kami merasa sangat terhormat mendapatkan pujian dari Anda, Tuan!" Mereka menunduk serempak, memberi hormat dengan khidmat dan disiplin kepada Liu Bai.
Liu Bai mengangkat tangan, memberi isyarat menyuruh mereka untuk berdiri tegak. Liu Bai kemudian berjalan ke arah samping, menatap hamparan mayat dengan mata kosong dan menyesal. "Kita harus mengubur prajurit yang gugur, mereka adalah pahlawan sejati yang rela mengorbankan nyawa demi Kekaisaran." Liu Bai menghela napas berat, desah kesedihan yang terdengar jelas di tengah sunyi yang tiba-tiba.
"Aku tahu, kita semua merasa sedih karena harus berpisah dengan mereka, tapi kesedihan adalah kemewahan yang tak kita miliki. Kita harus mengumpulkan jasad mereka dan secepatnya melakukan upacara pemakaman singkat." Liu Bai menatap ke arah langit yang terus menyambar-nyambar petir dan kilat merah, seolah mencari jawaban pada amarah kosmik yang bergolak itu.
"Setelah itu kita hanya tinggal menunggu Kaisar kembali." Liu Bai menyarungkan kembali pedangnya dengan suara klik dingin, bilahnya menghilang ke dalam sarung tanpa jejak. Ia mengangkat pundak sambil bernapas berat, sebuah kelelahan mental yang nyata. "Haaah! Entah kenapa aku merasa sangat hampa. Mungkin aku hanya merasa gagal dalam menjadi wakil Kaisar."
"Seharusnya aku dapat lebih pintar dan berguna. Seandainya aku bertindak lebih tegas, mungkin saja korban jiwa yang tragis ini tidak akan terjadi." Tatapannya penuh kesedihan dan rasa bersalah yang menusuk, Liu Bai sudah kehilangan banyak orang yang sudah ia anggap keluarga yang berharga. Yang tersisa di sana hanya seratus lebih yang mampu bertahan, jumlah korban sudah terlalu banyak dan memilukan untuk Kekaisaran.
"Seandainya Kaisar ada saat pertempuran, mungkin saja tidak akan ada korban sama sekali." Liu Bai berharap waktu dapat diulang, maka ia pasti akan bertindak lebih cepat untuk membasmi ketiga pengkhianat ini hingga ke akar-akarnya sebelum mereka sempat bernapas.
Keenam Rin berjalan tegap dan serempak ke arah Liu Bai dengan baju mereka penuh akan darah yang mulai mengering dan mengeras. Aura mereka semakin bertambah kuat setelah menyerap banyak energi musuh, qi mereka kini lebih pekat dan agresif, mereka tampak puas dengan kekejaman yang telah mereka lakukan.
"Kak, aku baru saja mendapatkan informasi dari pasukan intelijen bahwa Tang Cha dari Klan Tang berusaha melarikan diri." Rin 1 melaporkan informasi yang ia dapatkan dengan nada monoton dan robotik, sebuah penyampaian data, bukan cerita. Ia juga memberikan gulungan intelijen yang disegel rahasia kepada Liu Bai.
Liu Bai membuka gulungan tersebut dengan gerakan perlahan, tatapannya tajam dan mengunci pada tulisan. Di dalam gulungan tersebut ada tulisan acak dari sandi intelijen: "Racun itu berusaha menggali tanah dan arah timur." Artinya adalah, Master Tang Cha sedang berusaha melarikan diri dengan mencari tempat persembunyian di arah timur, seperti tikus yang menyelinap ke lubang tanah yang gelap.
Liu Bai meremas gulungan itu dengan penuh amarah yang terpendam sampai menjadi gulungan berbentuk bulat kusut, qi kecil membakar kertas itu hingga menjadi debu. Liu Bai kemudian berbalik arah menuju timur, dengan tatapan penuh dendam, matanya berkilat dingin, seolah api es telah menyala. Ia berniat akan menangkap Master Tang Cha hidup-hidup dan menyiksanya perlahan sebagai balasan atas pengorbanan para prajurit.
"Panggil semua pasukan yang berada di benua lain! Beri mereka perintah bahwa mereka harus membuat Formasi Pelindung Spiritual di semua kota maupun desa karena bencana sesungguhnya akan segera datang!" Liu Bai berkata dengan tenang, namun otoritasnya mutlak, ucapannya menyiratkan bahwa kengerian kosmik yang sebenarnya baru saja akan dimulai.
"Baik, Kak! Kami akan segera mengirimi mereka surat dan pesan qi darurat." Rin 1 mengerti, ia kemudian menulis puluhan surat dalam sekejap mata, tulisan tangannya secepat mesin cetak, untuk dibagikan kepada seluruh unit pasukan Kekaisaran yang tersebar luas.
Liu Bai kemudian manatap ke arah Jenderal Hui dan sisa prajurit di sana. "Jenderal Hui, angkat mayat-mayat prajurit kita. Mereka harus diberi penghargaan atas pengorbanan mereka. Aku tahu kebanyakan dari mereka tidak memiliki keluarga atau pun siapa-siapa, tapi sebagian dari mereka memilikinya."
"Aku tidak tahu harus berkata apa kepada keluarga mereka atas kematian orang yang mereka sayangi." Lanjutnya, nada suaranya melunak, menampilkan sisi manusiawinya yang tersembunyi dan rapuh.
Jenderal Hui mengerti dan memberi hormat dengan tegas. "Baik, Tuan. Saya dan prajurit akan secepatnya melakukan perintah." Mereka pun mulai bergerak sangat efisien dalam komando Jenderal Hui, membersihkan kekacauan medan tempur dan memisahkan yang gugur dari yang selamat.
Ketika pasukan yang lain mengumpulkan mayat-mayat prajurit yang gugur, Liu Bai menghilang seperti bayangan, tanpa suara, qi-nya seolah menyatu dengan angin, meluncur menuju timur dan meninggalkan Kekaisaran yang kini diselimuti oleh awan hitam keunguan yang bergemuruh dan mengancam.