NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.2k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Akan Menjadi Kesatria Pribadimu

Suasana di dalam toko kue itu seakan terhenti. Denting sendok beradu dengan piring, suara tawa samar para pelanggan lain, bahkan aroma manis gula yang memenuhi udara semuanya mendadak kehilangan makna. Yang tersisa hanyalah dua pasang mata yang saling mengunci di atas meja kayu sederhana.

Pertanyaan pria itu masih menggantung, tajam sekaligus penuh jebakan.

“Apa yang akan Anda berikan pada saya?”

Elena menahan napas, jemarinya terhenti di pangkuan. Tatapannya tidak bergeser, meski dalam dadanya, gelombang gugup mulai menyerang. Ia sudah menduga percakapan ini tidak akan berjalan mudah, namun mendengar kata-kata itu langsung dari bibirnya terasa jauh lebih berat dari yang ia bayangkan.

“Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya,” suara Elena terdengar pelan namun jernih, “Aku tidak bisa memberikan apapun.”

Pria itu mengangkat alis tipis, ujung bibirnya melengkung samar, seakan menemukan hiburan dari ucapan Elena. Ia diam, menunggu kelanjutan kata-kata dari mulut wanita yang kini duduk tegak di hadapannya.

Elena merapatkan kedua telapak tangannya di atas meja, menahan getaran halus di jemarinya. "Yang bisa kukatakan, aku membutuhkanmu."

Pria itu terdiam, senyumnya melebar tipis, matanya berkilat bukan karena terkesan, melainkan karena rasa ingin tahu yang semakin tajam. Jemarinya yang kokoh mengetuk pelan permukaan meja, seirama dengan detak jantung Elena yang semakin cepat.

"Butuh?" Ia mengulang kata itu, menekankannya seolah hendak menguji kebenaran. "Kau… wanita bangsawan dengan segala kemewahan dan perlindungan, mengatakan butuh pada seorang sepertiku? Katakan, apakah kau paham makna dari perkataanmu barusan?"

Elena tidak mundur. Bahunya tetap tegak, meski di dalam dirinya ada rasa ingin lari. "Ya," jawabnya singkat. "Aku paham."

Tatapan pria itu mengeras. "Butuh bisa berarti banyak hal. Uang? Kekuatan? Atau hanya sekadar… keberanian yang tak bisa kau temukan di istanamu?"

Elena menelan ludah, lalu menggeleng pelan. "Bukan itu." Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, suaranya diturunkan, namun justru terasa semakin tajam. "Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya."

Pria itu terdiam sesaat, lalu terkekeh pelan bukan tawa lepas, melainkan semacam ejekan halus. "Kau saja tidak bisa mengatakannya bagaimana bisa aku mengerti yang kau maksud, hm? Kau tak tahu apa yang kau minta, Nyonya."

Elena menatapnya lebih dalam, kali ini tanpa goyah. "Inilah kebenarannya, aku akan menanggung akibatnya."

Keheningan kembali jatuh di antara mereka. Pelayan yang lewat menaruh cangkir teh di meja mereka tanpa suara, bahkan tak berani mengganggu atmosfer yang kini penuh dengan listrik tak kasat mata.

Pria itu berhenti mengetuk meja, lalu menyandarkan tubuh ke kursinya, menimbang-nimbang. Bibirnya melengkung tipis, namun matanya tajam menusuk. "Kau menarik, Nyonya. Tapi ingat, segala sesuatu yang kau butuhkan dariku… tidak akan pernah datang tanpa harga."

Pria itu mengusap dagunya perlahan, senyumnya kian samar, namun jelas ada kilatan kepuasan yang muncul di matanya. “Menarik,” gumamnya lirih, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Sangat menarik.”

Ia membenarkan posisi duduknya, tubuh tegapnya condong sedikit ke depan. “Baiklah, Nyonya Carwyn. Jika kau tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, maka biarkan aku sendiri yang mencarinya. Aku akan menjadi kesatria pribadimu.”

Elena menahan napas, jemarinya yang sedari tadi menegang perlahan mengendur. Ia tahu jawaban itu bukan kemenangan penuh.

“Tapi,” pria itu menekankan kata tersebut, suaranya serendah bisikan namun cukup tajam untuk menusuk, “aku melakukannya bukan karena kesetiaan… melainkan karena aku ingin melihat sejauh apa kau berani menanggung akibat dari keputusanmu.”

Tatapan Elena sedikit bergeser, tapi ia cepat menguasai dirinya kembali. “Itu cukup bagiku.”

Pria itu tersenyum miring, jelas sekali ia menikmati setiap detik interaksi ini. “Lalu katakan, bagaimana aku bisa masuk ke dalam Duchy Carwyn? Kau tahu Duke Mervyn Carwyn bukanlah orang sembarangan. Bahkan bayang-bayangnya saja bisa membuat banyak orang gemetar. Dan sekarang, istrinya sendiri yang datang padaku… mengucapkan kata-kata seperti ini.”

Ia menatap Elena tajam, penuh rasa ingin tahu bercampur ejekan. “Aku masih tidak mengerti, Nyonya. Kau hidup di bawah naungan kekuasaan besar, dilindungi dengan segalanya yang tak bisa dibeli oleh orang lain. Namun justru kau yang berkata butuh… pada seorang seperti aku?”

Elena menghela napas perlahan, suaranya stabil meski hatinya masih diguncang. “Biar aku yang mengurusnya. Kau tidak perlu memikirkan cara masuk ke Duchy Carwyn. Aku yang akan membukakan jalannya untukmu.”

Pria itu menyipitkan mata, lalu terkekeh lagi, kali ini lebih jelas. “Kau benar-benar berbahaya, Nyonya. Dan itu membuatku semakin penasaran… sampai di mana kau sanggup melangkah.”

Percakapan mereka akhirnya mereda, menyisakan udara yang masih sarat dengan ketegangan. Pria itu hanya mengangkat cangkir tehnya, meneguk perlahan seakan semuanya hanyalah permainan ringan baginya. Elena menatapnya sekali lagi sebelum bangkit dari kursinya, meninggalkan beberapa koin di meja, lalu berjalan ke arah etalase untuk membeli beberapa kotak makanan manis.

Tangannya yang kini membawa kantong besar berisi berbagai kue seolah menjadi penutup percakapan yang penuh rahasia itu. Namun, dalam hati Elena, justru awal dari sesuatu yang lebih besar sedang dimulai.

Ia melangkah keluar dari toko, cahaya matahari sore menyambutnya. Dan benar saja tak jauh dari sana, di jalan setapak tempat ia meninggalkan mereka, para kesatria berdiri tegak di bawah rindangnya pepohonan. Wajah mereka tampak kaku, seolah tak terjadi apa-apa, seakan mereka patuh menunggu sesuai perintah Elena.

Namun Elena tahu lebih baik. Senyum tipis terukir di bibirnya. Mereka tidak pernah benar-benar menungguku. Mereka mengikutiku… dan aku hanya mengetahuinya karena dia.

Tanpa mengatakan apapun, ia berjalan melewati mereka. Para kesatria langsung sigap mengiringi, menjaga jarak seperti biasa. Langkah-langkah itu membawa mereka semua kembali ke Duchy Carwyn.

Di gerbang, barisan penjaga menunduk memberi hormat. Dan di sana, tepat di depan mansion, sosok yang baru saja kembali berdiri tegap dengan mantel hitamnya yang masih berdebu perjalanan Duke Mervyn Carwyn.

Tatapan dingin namun tajamnya menyapu Elena, lalu bergeser pada para kesatria. Hanya sekejap, namun cukup untuk membuat mereka menunduk dalam-dalam dan mengangguk pelan. Sebuah isyarat tanpa kata mereka sudah melapor.

Elena, dengan kantong besar di tangannya, melangkah mendekat. Matanya bertemu dengan Mervyn. Ada sesuatu di sana sebuah kepuasan yang tak bisa ia sembunyikan. Ekspresinya yang senang dan puas membuat Mervyn menatapnya lebih lama dari biasanya.

“Puas?” tanya Mervyn datar, namun suaranya mengandung nada samar yang lebih lembut dari biasanya.

Elena tertegun sesaat, lalu mengangguk kecil.

Sudut bibir Mervyn melengkung tipis. “Kalau begitu… apakah kau akan kembali makan bersamaku?”

Pertanyaan itu membuat dada Elena sedikit menghangat. Ada ketulusan samar, yang membuatnya sejenak lupa pada semua kepura-puraan.

Elena tersenyum lembut, langkahnya sejajar dengan sang Duke. Mereka berjalan beriringan melewati halaman menuju dalam duchy. Kantong besar di tangannya terayun pelan sebelum akhirnya ia menoleh.

“Aku membeli terlalu banyak. Apa kau ingin mencicipinya?” tanyanya sambil sedikit mengangkat kantong kue.

1
Rahmawati Diah
alur ceritanya bagus, rapi.
bahasa nya ringan, mudah dicerna, tdk berbelit2
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa ada penyusup dikalangan kesatrian mervin? maka elena bersikeras mau pertahan laki² itu menjadi pengawal.peribadinya?
restu s a
semangat thor.
saya tunggu bab selanjutnya.
restu s a
good
restu s a
mampir thor
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
ceritanya bagus.. aku suka. gak bosan membacanya
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
meski tak bnyk komentar yg bisa aku berikan tapi jujur aku suka ceritanya thor.. bahasanya tersusun bisa aku fahami.. up lagi thor
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa karna kematiannya itu menyebabkn elena mau mencari kesatria peribadi?
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria ⧗⃟ᷢʷ
apa mervyn sebenarnya mencintai dlm diam elena, istrinya🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!