Area ehem ehem! Yang bocil harap Skip!!!
Bagi Candra, sang Casanova, tidak ada perempuan yang bisa dia ajak serius untuk menjalin suatu hubungan setelah merasa hidupnya hancur karena perceraian sang ayah dan ibunya.
Perempuan bagi Candra adalah miniatur, pajangan sekalian mainan yang hanya untuk dinikmati sampai tetes terakhir.
Namun, kehadiran Lila, seorang gadis yang kini menjadi adik tirinya, membuat dia harus memikirkan ulang tentang cinta. Cinta dan benci hadir bersamaan dalam indahnya jalinan kasih terlarang.
Lalu bagaimana jika larangan itu tetap dilanggar dan sudah melampaui batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berangkat Bareng
Kalila menggertak kesal, mencubit perut Candra yang masih tertidur pulas dengan memeluk pinggangnya erat.
"Lepasin! Dasar laki-laki suka curi kesempatan!" hardik Lila sambil terus mencubit pinggang dan perut Candra berulang kali.
Candra menggeliat, merasakan sakit di area perutnya karena serangan cubitan menggila dari adik tirinya itu.
"Stop!!!
Candra segera mengelak lalu secepat mungkin beranjak dari ranjang dengan Kalila yang sudah terengah-engah memberinya serangan khas perempuan itu.
"Apa?! Kamu melanggar kesepakatan kita! Kamu bilang kamu tidur di luar! Kenapa bobo di dalem?!" protes Kalila tak terima.
Candra menatap Kalila malas, ia tak menggubris Kalila yang masih gondok setengah mati. Ia malah meraih handuk lalu mulai membuka bajunya.
Kalila yang awalnya masih melihat Candra langsung menutup matanya dengan tangan saat lelaki itu juga sudah membuka celananya. Kini Candra hanya memakai celana dalam ketat dengan sesuatu yang menonjol tapi jelas itu bukan bakat.
"Mas Candra! Kenapa kamu porn0 banget sih?! Gak tahu aturan, buka baju sembarangan!" Kalila meraba-raba, berusaha meraih bantal dengan mata masih tertutup. Candra usil lagi, didekatinya Kalila, makin Kalila meraba ia malah jadi salah jamah.
Kalila berhenti ketika jemarinya kini tepat berada di atas sesuatu yang besar dan menonjol juga berdenyut. Kalila membuka mata dan seketika berteriak berang menatap jari lentiknya sudah nangkring manja di atas sesuatu yang berurat tetapi terlindungi cawat.
"Aaaaaaaakkhhh! Kamu benar-benar keterlaluan!" Kalila meraih bantal guling lalu memukulkan ke tubuh kakak tirinya itu berulang kali.
Candra hanya tertawa senang. Paginya menyenangkan dengan adanya Kalila yang selalu berhasil ia kerjai.
"Mau mandi bareng gak?" tanya Candra lagi sambil tertawa dari dalam kamar mandi. Kalila mendengus kesal.
"Dasar laki-laki mes*m kamu!"
Lagi, Candra tertawa senang dari dalam kamar mandi. Kaila sendiri hanya menggeleng-gelengkan kepala teringat Candra yang tadi sudah menjelma bak Batman hanya dengan celana dalam berada di depannya.
Kalila beranjak, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Baik ia maupun Candra sudah pasti datang terlambat ke perusahaan.
Kalau Candra jelas tak masalah, lah dia yang punya perusahaan. Lalu bagaimana dengan Lila? Kalila menggigit bibirnya takut nanti nilai magangnya jelek.
Apalagi saat ini ia melihat ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari Danu dan juga Jessy. Baru saja Kalila hendak meletakkan kembali gawainya, benda itu kembali berdering. Dari Danu, kepala HRD perusahaan itu.
Kalila menarik nafas panjang. Entah apa yang akan ia jelaskan pada pak Danu. Masa ia mesti bilang semalam ia pingsan lalu Candra datang bak pahlawan menyelamatkannya dan kemudian mereka berakhir bobo bareng? Apa kata dunia? Sudah gilaaaaaaaaaaaa.
"Iya selamat pagi, Pak Danu." Akhirnya diangkat juga telepon itu.
"Kamu dimana, Kalila Jenar Jovanka? Kamu gak masuk hari ini tanpa ada pemberitahuan. Kamu sudah telah satu jam. "
"Maaf, Pak Danu. Saya sedang ada masalah sebentar lagi saya segera ke perusahaan."
"Lila, mandi sana. Gue ada meeting jam sembilan. Lo pergi bareng gue aja."
Candra yang baru saja keluar dari kamar mandi menyela pembicaraan Lila dengan Danu.
"Suara apa itu, Lila? Saya seperti tidak asing."
Kalila melotot menatap sebal Candra. Ia tidak mau ketahuan tentang hubungannya dengan Candra. Ceileh, hubungan apa sih? Kan cuma kakak adek tiri doang?
"Bukan siapa-siapa, Pak, cuma tukang kebun."
Gantian Candra yang melotot sempurna. Dia yang tampan paripurna itu disamakan dengan tukang kebun. Kalila bergegas mematikan sambungan telepon sebelum Danu bertanya macam-macam.
"Mas, aku pergi naik bus aja. Mas Candra duluan gak papa kok."
"Bantah bener sih lo jadi orang. Kalo gue bilang pergi bareng gue, ya bareng gue. Lo tahu gak, ada banyak perempuan ngantri mau naik mobil bareng gue.
Kalila menatapnya jengah, ia malas berdebat. Pagi begini, perutnya juga lapar. Daripada nanti maagnya kambuh lagi, ia segera ke kamar mandi dan berharap bisa singgah ke kantin nanti sesampainya di perusahaan untuk mengisi perut.
Kalila selesai mandi, ia keluar dengan handuk melilit. Candra yang sudah ganteng dengan setelan kerja sedang mengeringkan rambutnya di depan cermin.
"Lo bisa tolong kuncir rambut gue gak?" Candra memanggil Lila yang baru saja hendak meraih kemeja dan bermaksud masuk lagi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
"Tapi aku ganti baju dulu, Mas."
"Kelamaan. Cepetan lah sini!"
Kalila mendecak kesal. Ia letakkan lagi bajunya lalu menuju Candra yang sudah duduk di depan kaca.
Candra menyerahkan sebuah ikat rambut berwarna hitam kepada Kalila. Kalila dengan ragu mendekat lalu meraih ikat rambut itu. Kalila mulai merapikan rambut Candra.
Candra melihatnya dari cermin.
Ia fokus pada bibir Kalila yang tampak basah dan merah muda. Sesekali tatapannya turun melihat dua gunung kembar yang tertutup handuk dan nampak bulat menonjol itu.
Gemas rasanya Candra, ingin ditangkupkannya kedua tangan di sana apalagi saat Kalila mengikat rambutnya beberapa kali kepalanya tak sengaja bersentuhan dengan sesuatu yang bulat menantang itu. Menyundul-nyundul gemas membuat yang di bawah sana perlahan bangun.
"Udah, Mas. Aku ganti baju dulu ya."
Candra mengangguk. Rasa tidak rela karena tidak bisa menyundul-nyundul lagi. Dasar lelaki tukang sundul!
"Gue tunggu di bawah. Lo inget passwordnya kan?"
Kalila hanya mengangguk. Ia menunggu sampai Candra benar-benar keluar baru berani mengganti bajunya. Ia kembali mengenakan kemeja ketatnya. Masih wangi jadi Kalila tetap akan memakainya lagi hari ini.
Setelah selesai Kalila bergegas keluar dari apartemen Candra. Ia masuk ke dalam lift yang secara tak sengaja pula ada perempuan yang semalam bertukar nomor ponsel dengan Candra.
"Hai, kamu adik Candra kan?"
Kalila tersenyum kecil lalu mengangguk.
"Tapi setahu aku dia gak punya adik."
Perempuan itu nampak berpikir lalu menatap Kalila penuh selidik.
"Aku adiknya kok. Adik tiri dia."
"Waaah. Pantesan." Perempuan bernama Meisya itu mengulum senyum penuh arti, sementara Kalila menatapnya tak mengerti, "Gede ya?" tanyanya lagi. Kalila makin tidak paham. Ya anak perawan ditanya begitu. Manalah tahu ...
"Aku duluan ya, Mbak."
Kalila buru-buru keluar setelah pintu lift terbuka dengan Meisya yang sudah melambai tangan melepas Kalila pergi. Di basement, tampak Candra sudah menunggu di dalam mobil mewahnya.
Candra membuka matanya lebih lebar, kesal melihat Kalila masih memakai kemeja ketat itu. Namun, ia tidak mengatakan apapun saat Kalila masuk terkait pakaian adik tirinya yang menganggu mata atas juga mata bawahnya sekarang.
"Lama banget sih lo," desis Candra sambil menghidupkan mesin mobil.
"Kan aku udah bilang aku naik bus aja," balas Kalila tak mau kalah.
"Ini aja lo udah telat!"
Kalila mengatupkan bibir, ia menoleh sebal melihat Candra yang juga nampak sama sebalnya. Tapi sebal Candra beda, ia sebal Kalila akan jadi perhatian para staff laki-laki lagi karena penampilannya. Gusar Candra, ingin ajak Kalila di apartemen saja biar tak ada yang melihat adik tirinya itu selain dirinya.