Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Kena Batunya.
Samantha langsung berdiri, begitu Bethseba dan dokter keluarga yang telah memeriksa kondisi Kiano keluar dari kamar pribadi pria itu. Dalam hati ia terus berdoa, berharap Kiano baik-baik saja, dan tidak lupa menyiapkan hatinya untuk menerima kemarahan Bethseba atas apa yang telah ia lakukan pada putra kesayangan wanita itu.
"Baiklah, saya pamit dulu, bu Beth," dokter Daniel tersenyum sebelum pergi.
"Ya, terima kasih banyak ya, Dok," Bethseba balas tersenyum, mengantarkan dokter Daniel hingga ke depan pintu.
"Sama-sama, Bu."
Wanita itu menutup rapat pintu ruang kerja Kiano begitu dokter Daniel pergi dan sudah tidak terlihat lagi.
Masih berdiri di tempatnya, Samantha menunduk kian dalam. Hatinya terus saja berdebar sejak beberapa menit yang lalu, terlebih saat Bethseba datang mendekatinya.
"Duduklah, tidak perlu berdiri seperti siswi yang sedang dihukum karena telah melakukan pelanggaran."
Samantha cepat mengangkat wajahnya.
"Bu Beth, mohon ampunilah saya, saya bersalah," ucapnya takut, kembali menunduk dalam.
"Duduklah Samantha, aku tidak akan menelanmu," titahnya lagi, sedikit menyaringkan suara.
Samantha menurut, ia mendudukan dirinya di sofa tamu ruang kerja Kiano dengan perasaan canggung, tegang, dan kembali menunduk.
"Kiano, dia baik-baik saja. Hanya demam, reaksi yang selalu ia tunjukan saat tiba-tiba berada di tempat yang gelap. Alina pasti sudah menceritakan alasannya kenapa Kiano bisa seperti itu," ucapnya dengan nada rendah dan datar seperti biasa.
"Aku pun sudah mendengar dari Alina alasan kenapa kamu melakukan itu pada Kiano. Bagiku, wajar kamu bereaksi seperti itu saat Kiano melakukan hal yang tidak terpuji, apa lagi ini adalah kantor."
Samantha menelan salivanya, ada sedikit kelegaan langsung menyelinap dalam dadanya, tapi belum berani mengangkat wajahnya.
"Setelah Kiano menikahimu nanti... suamiku pasti sudah pernah menyampaikannya padamu, kalian akan tinggal di rumah baru Kiano." Bethseba menatap lekat Samantha yang masih menunduk.
"Jangan pernah berfikir kalau kami tidak menyukai rumahmu yang sekarang. Kami hanya ingin menyelamatkanmu dari rasa malu pada para tetanggamu. Bila listrik di komplek rumahmu tiba-tiba saja padam, bisa-bisa Kiano akan kembali berteriak-teriak seperti yang telah kamu alami tadi, karena trauma masa kecilnya itu, Kiano fobia gelap. Para tetanggamu pasti akan heran karenanya."
Bethseba berhenti sejenak, menghela nafas berat, ada beban dalam benaknya yang ia rasakan saat ini.
"Kamu sudah siap melakukan pengakuan dosa di gereja, lusa?" tanya Bethseba pelan.
Samantha cepat mengangkat wajah, menemukan raut getir di wajah ibu kandung dari pria yang menjadi calon ayah dari ketiga janin itu.
"Maafkan saya bu Beth, karena kecerobohan saya waktu itu, yang tidak mempertimbangkan baik buruknya, telah mencoreng nama baik keluarga bu Beth yang telah dijaga dengan baik selama ini. Saya benar-benar tidak tahu kalau pria itu adalah pak Kiano, putra dari ibu Beth dan pak Andreas," sesal Samantha.
"Disesali sekalipun, semua sudah terjadi," pungkas Bethseba datar.
"Saya hanya berharap kamu dan Kiano bisa memetik pelajaran berharga dari apa yang telah kalian alami. Dalam hidup ini, bila kita melakukan kesalahan fatal, imbasnya bukan pada diri sendiri, tapi akan berdampak pada orang lain juga. Jadi berhati-hatilah, saat sedang marah jangan menuruti kata hati kita yang sedang marah, hasilnya bisa membuat kita kecewa seumur hidup," imbuhnya menasehati, kembali menatap lekat Samantha saat ingat sesuatu yang cukup mengganggu fikirannya.
"Ada urusan apa Kadin Pekerjaan Umum memanggilmu ke kantor mereka? Apa sesuai isi surat mereka?" Berondongnya penasaran.
"Tidak, Bu. Malah ada team penyidik yang ingin mengambil keterangan saya."
"Team penyidik?" kening Bethseba berkerut heran.
"Ya, Bu. Mungkin bu Beth sudah mendengar juga tentang operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi pada proyek Ruas jalan Kabupaten kota kita?"
"Pak Galuh Sanjaya, pimpinan proyeknya?" tanya Bethseba. Sebagai salah satu pengusaha yang bergerak dibidang properti, berita-berita semacam itu juga sampai ke telinganya.
"Ya, benar, Bu. Menurut mereka, mas Elias, mantan suami saya, turut terseret namanya dalam kasus tipikor itu. Itu sebabnya mereka juga ingin memeriksa saya."
"Keterangan apa yang sudah kamu berikan?" tanyanya lagi memastikan.
"Belum ada, Bu. Tidak ada surat tugas resmi yang bisa mereka tunjukan."
Bethseba mengangguk pelan, sedikit lega karena calon menantunya itu ternyata tidak gegabah. Namun, tetap saja ia cemas, karena Samantha sekarang sudah menjadi tanggung jawab Kiano karena janin yang ada dalam kandungan wanita itu.
"Biasanya, siapapun yang terjerat kasus tipikor, akan dimiskinkan. Bila mantan suamimu terbukti, tidak menutup kemungkinan kamupun akan turut diperiksa berkaitan dengan nafkah yang kamu terima dari suamimu selama kamu hidup dengannya. Apa kamu siap menghadapi itu?"
Samantha terdiam sejenak, sedikit banyak ia tahu akan hal itu. Ia pernah menyaksikan kasus serupa menimpa salah satu tetangga kompleknya, semua yang mereka miliki disita tanpa sisa.
"Mas Elias memang pernah menjadi suami saya. Sejak awal kami menikah, ibunya yang memegang kendali keuangan mas Elias. Sebagai anak pertama, mas Elias yang menjadi tulang punggung keluarganya. Rumah tempat tinggal, biaya sekolah adik-adiknya, juga biaya hidup keluarganya, mas Elias yang tanggung."
"Lalu kamu.... dapat apa?" Bethseba lumayan kaget mendengarnya.
Samantha tidak menjawab. Raut Bethseba yang mempertanyakan hal itu saja sudah mewakili bagaimana bodohnya ia dahulu, status bersuami tapi menghidupi diri sendiri.
Melihat Samantha tak menjawab, Bethseba pun tidak berusaha bertanya lebih lanjut.
"Mengingat kamu sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga kami, saya tidak bisa tinggal diam membiarkan kamu menghadapi kasus hukum seorang diri. Bila nanti ada panggilan dari kantor polisi berkenaan dengan kasus yang kita bicarakan tadi, kamu akan didampingi oleh pengacara keluarga kami," putus Bethseba.
"Samantha! Pakaian saya mana?"
Samantha dan Bethseba saling pandang sesaat.
"Kamu cukup menyiapkan segala berkas kepemilikan yang menjadi milik kamu, Samantha," lanjut Bethseba menyelesaikan obrolan mereka sembari berdiri.
"Samantha! Samantha! Cepat, pakaian saya mana? Dari tadi kamu biarin saya telanjang, senang ya kamu?"
Samantha mengerjap canggung, ia begitu nervous dengan mulut Kiano yang kembali berulah, tapi ia sangat bersyukur kali ini Bethseba mendengar sendiri ocehan putra kebanggaannya itu.
"Kamu disini saja, biar saya yang mengurus anak saya itu," ucapnya lagi buru-buru beranjak ke kamar Kiano dengan wajahnya yang merah padam
Bersambung✍️