Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
—
Pict from : Pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : A guy
...****************...
Beberapa hari telah berlalu sejak Serein menerima undangan dari Sang Ratu. Hari ini, ia berada di salah satu kawasan perbelanjaan terbesar dan paling bergengsi di ibu kota. Daerah otonom ini adalah pusat kemewahan para bangsawan, dihiasi barisan toko-toko eksklusif yang dimiliki oleh keluarga bangsawan berpengaruh dan para pedagang ternama dari luar wilayah yang sukses menembus pasar elite Aethermere.
Tujuan Serein sendiri adalah mencari gaun untuk ia kenakan di pesta nanti. Walaupun sebenarnya, itu hanyalah kamuflase. Serein hanya membeli satu gaun yang sekiranya layak untuk pesta di Kerajaan itu, setelahnya ia berburu kain-kain berbahan sutra untuk diberikan pada Maria sebagai bahan tempahan nya.
Tapi sebelum itu, Serein memerlukan dana yang cukup menguras kantongnya. Karena uang bulanannya kini di batas Duchess Valencia, hari ini Serein diam-diam penjual beberapa perhiasan permatanya. Hanya sebagian dari banyaknya perhiasan mewah yang ia punya, tidak akan ada yang sadar jika Serein menjualnya.
“Nona, apa Anda yakin?” Tanya Agnes ketika Serein mulai memperlihatkan salah satu kalung dengan batu permata biru tua di atas etalase toko tempat ia menjualnya.
Serein mengangguk ringan, “Aku yakin, Agnes.” Jawabnya. Serein menambahkan salah satu gelang perak tipis dan memberikannya pada pemilik toko itu, “Aku juga akan menjual ini, peraknya benar-benar asli dari pertambangan dataran rendah Verhoeven.” Jelasnya.
Pria setengah baya yang merupakan pemilik toko jual beli perhiasan ini memperhatikan benda itu, “Tunggu sebentar, Nona muda. Saya akan memeriksanya.”
“Apa Anda tidak merasa sayang akan barang berharga itu? Bukan karena harganya, tapi asal usulnya?” Tanya Agnes lagi, memastikan majikannya benar-benar mantap akan keputusannya.
Serein terdiam sejenak, kalung dan gelang itu adalah pemberian dari ayahnya ketika menjalankan tugas di luar daerah, saat mereka masih tinggal di Eldoria dulu. Bukannya Serein tak menghargainya, tapi Perhiasan yang ia miliki juga lebih dari cukup. Duke Draka memang sering melimpahkan barang-barang mewah untuknya, Karena ia memang tahu selera Serein akan barang-barang berkualitas tinggi. Seperti halnya dengan ibu kandung Serein.
“Kalung dan Gelang itu adalah pemberian ayahku,” Ungkap Serein, “Aku menghargainya, tapi saat ini aku membutuhkan koin lebih untuk diuangkan, bukan perhiasan pajangan.”
Serein menatap ajudannya itu, “Aku sama sekali tidak keberatan, Agnes. Mungkin jika nanti aku memiliki dana lebih, aku akan menebusnya kemari jika masih ingat.” Tambah Serein ringan.
Setelah mendapatkan uang dari penjualan perhiasannya. Serein menuju salah satu butik impor yang memang sudah terkenal akan kualitas gaunnya. Tidak membutuhkan waktu lama, Serein hanya memilih satu gaun yang menurutnya cocok dan keluar tanpa membeli barang lain di butik itu. Sebuah gaun indah berwarna nevy yang menarik perhatiannya, dengan aksen bunga di bahu sebagai hiasan simpel.
Dan tujuan utamanya adalah membeli kain-kain sutra untuk proyeknya bersama Maria.
“Aku ingin tiga warna ini dalam ukuran standar.” Ucap Serein menentukan kain yang ingin ia beli. Sembari menunggu barangnya disiapkan, Serein mengelilingi toko kain dasar ini untuk melihat-lihat bahan jahitan lain yang mungkin menarik perhatiannya.
Bruk!
“Nona!” Agnes berteriak ketika seorang pria yang berjalan terburu-buru sampai menyenggol Serein dan membuat minuman di tangannya tumpah mengenai gaun gadis itu.
Serein memejamkan mata menahan kekesalannya. Gaun nya yang berwarna biru cerah terlihat sangat kontras dengan noda teh di bagian lengan dan sedikit di roknya.
“Anda baik-baik saja?” Tanya Agnes dengan nada cemas.
Sedangkan seorang pria yang tadi menabrak Serein langsung menghampirinya dengan wajah menyesal.
“Ya ampun, Maafkan saya Nona. Saya terburu-buru sampai tidak memperhatikan jalan dengan baik.” Ujarnya terlihat bersalah.
Jika dulu, emosi Serein pasti akan langsung meledak menemukan orang-orang ceroboh seperti ini. Lalu menegurnya dengan keras sampai menjadi pusat perhatian terlebih orang-orang memperhatikan seperti sekarang.
Tidak, Serein harus menjaga sikapnya. Sedikit saja ia bersikap buruk, dan ada orang yang mengenalnya sebagai putri Duke di sini, maka namanya akan langsung di cap buruk sebagai perempuan yang kasar. Serein harus menjaga imej nya dengan lebih baik.
“Gunakan matamu untuk melihat dan kakimu untuk berjalan dengan baik!” Tegur Agnes tajam, mewakili amarah yang Serein tahan.
Namun Serein segera mengangkat tangannya, memberi sinyal agar Agnes tidak melanjutkan amarahnya. “Tak apa, Agnes. Aku baik-baik saja,” walaupun pandangannya masih terpaku pada noda di gaunnya.
“Saya akan membantu membersihkannya, Nona.” Ujar Pria itu mengeluarkan sapu tangannya. Saat hendak menyentuh Serein, Agnes langsung menghalanginya.
“Jauhkan tangan Anda dari Nona saya, Tuan.” Ujar Agnes memperingati.
“Ini tidak akan bisa di bersihkan,” ujar Serein pelan melihat noda di gaunnya, lalu beralih menatap pria asing dengan rambut panjangnya yang cukup mencolok itu, “Sudahlah, saya harap lain kali Anda tidak mengulangi kecerobohan Anda pada orang lain.” Ujar Serein tenang.
Laki-laki itu mengangguk mengerti, “Saya tetap merasa bersalah. Apa saya perlu membelikan gaun baru untuk Anda, Nona?” Tawarnya.
“Tidak perlu,” tolak Serein, Mereka tidak berada di toko gaun sekarang. Lagi pula setelah ini Serein hanya akan langsung pulang ke mansionnya.
“Atau saya bisa membayar belanjaan Anda di sini sebagai permohonan maaf saya?” Tawarnya lagi.
Mendengar itu, Agnes buka suara kembali, “Nona saya bukan orang kekurangan dan tidak membutuhkan bantuan Anda, Tuan.”
Laki-laki itu menatap Agnes dengan sebelah alis terangkat, “saya tidak bermaksud demikian. Saya hanya ingin menunjukkan itikad baik.”
Sebelum Agnes menjawab, Serein kali ini menahan lengan gadis itu, ia menatap laki-laki ini dengan senyuman tipis yang tersungging, “Saya tidak keberatan untuk itu.” Jawabnya ringan.
Agnes menatap Nonanya dengan tidak percaya, Serein sendiri hanya mengangkat bahu, “Aku harus menyimpan uang untuk saat ini, Agnes.” Bisiknya pelan.
***
"Ini total pembelian untuk Nona ini, Sir." Ujar Kasir toko menyerahkan notanya.
Serein hanya menunggu dengan tenang, ia tidak membuat laki-laki ini jatuh miskin, kok. Serein hanya menambah belanjaannya dengan dua lembar kain sutra berkualitas terbaik di Aethermere. Yang harganya melebihi lusinan sutra biasa. Serein menilai dari penampilannya, laki-laki ini jelas orang berada. Ia hanya memanfaatkan nya dengan baik.
"Apa pesanan ini akan di antar Nona?" Tanya pelayan toko pada Serein.
"Tidak, langsung saja berikan pada kusirku di depan. Kereta kuda dengan lambang keluarga Fàcto." Jawab Serein.
"Baik, Nona."
"Wah, saya semakin merasa bersalah karena tahu baru saja menyinggung Lady dari kediaman De Fàcto?" Ujar Pria itu setelah menyelesaikan pembayarannya.
"Santai saja, Sir. Saya tidak suka memperpanjang masalah." Jawab Serein.
"Apa Lady memberikan izin jika saya ingin berkenalan?" Tanya laki-laki itu cukup sopan, berbeda dengan Agnes yang sudah menatap tajam seolah ingin menghunuskan pedang pada laki-laki itu dari belakang Serein.
"Tentu," jawab Serein ringan.
"Saya Ravenshire Vermillion, Lady bisa memanggil saya Raven jika Lady berkenan bersikap informal." Ujarnya menjulurkan tangan.
Serein membalasnya, "Serein," ujarnya singkat.
"Lady Putri Duke Fàcto? Bukan bermaksud apa-apa, saya hanya ingin memastikan." Tanyanya.
Serein mengangguk ringan, "kau pendatang?" Tanya nya balik, karena Serein merasa asing pada ciri laki-laki ini yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Bisa dibilang begitu," jawabnya dengan wajah yang terlihat antusias, karena Serein tak memanggilnya formal.
"Ngomong-ngomong, apa Lady menggunakan semua ini untuk berbisnis?" Tanya Raven penasaran menatap barang Serein yang cukup menguras dompetnya, tidak biasanya putri bangsawan membeli kain dasar seperti ini.
"Bisa di bilang begitu."
Setelah barangnya selesai di bawa pelayan toko ke kereta kudanya, Serein menatap laki-laki ini kembali, "Terima kasih atas traktirannya, Raven."
Raven sempat terdiam sejenak mendengar namanya pertama kali di sebut oleh gadis cantik dihadapannya ini, "Tentu Lady, sekali lagi saya minta maaf karena kecerobohan saya."
Serein hanya mengangguk menjawab, kemudian berlalu pergi karena merasa tak memiliki urusan lagi.
Raven sendiri memperhatikan kepergian gadis itu tanpa kedip, sebelum sedikit tersentak karena Agnes yang tidak berhenti menatapnya tajam dengan tangan yang sudah berpegang pada pedang di sisi tubuhnya.
“Cantik sekali,” gumamnya pelan. “Sayangnya, penjaganya cukup galak.”
***
Setelah Serein tiba di manor dengan aman, Agnes pamit untuk keluar sebentar karena ia memiliki urusan sebentar. Serein juga tak mempersalahkan itu. Jika Agnes mengatakan itu penting, maka Serein mempercayainya. Lagipula, ia sedang terlalu lelah untuk mencampuri hal lain.
Langkah Agnes terhenti di depan toko pertama yang mereka datangi di pagi hari—tempat Serein menjual kalung berpermata biru tua dan gelang perak miliknya.
“Saya ingin menebus kembali perhiasan yang dijual wanita muda tadi,” ujar Agnes dengan nada sopan namun pasti, langkahnya tegap menuju meja etalase.
Pria itu mengernyit sejenak sebelum tersenyum, tampak mengenali wajah Agnes. “Ah, Nona pendamping sang Lady,” gumamnya pelan. “Barangnya masih belum sempat saya kemas ke dalam rak. Perhiasan itu belum sepenuhnya tercatat dalam inventaris kami.”
“Beruntung belum ada yang tertarik membelinya.” Ujarnya, meletakkan kotak itu di hadapan Agnes.
Agnes menatap kedua benda itu dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Saya akan membayar tunai.”
“Sejumlah harga yang tadi kami sepakati?” tanya pria itu, memastikan.
Agnes mengangguk, lalu mengambil kantong kecil dari balik jubahnya—koin-koin emas di dalamnya berderak lembut saat diletakkan di atas meja.
Setelah transaksi selesai, Agnes menutup kembali kotak beludru itu, kemudian ia melangkah keluar dari toko tanpa sepatah kata pun.
...****************...
tbc.