Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Di Salon
Hari ini adalah bulan april, yaitu hari dimana moment bahagia akan segera datang. Semua kerabat, teman, serta rekan bisnis tak lupa kuundang semua untuk acara ulang tahun. Kerjaanku sekarang seperti biasa, yaitu menyelesaikan pekerjaan perusahaan dulu, sebelum acara yang kuidam-idamkan akan berlangsung.
"Oh ya, Dio. Kamu nanti bantuin beres-beres dirumah, untuk acara ulang tahun majikan kamu ini," perintahku.
"Siip, Non. Semua perintahmu pasti akan aku penuhi, asalkan semuanya menuju ke jalan yang lurus saja," jawabnya yang tak kumengerti.
"Lurus gimana? Maksud kamu aku itu penuh dosa gitu?" ujarku kesal.
"Lha terus apaan lagi kalau bukan itu? Toh selama ini kamu memang sudah banyak sekali berbuat dosa, dengan cara pegangan tangan, ciuman, berpelukan sama sembarang pria. Bagiku semua itu zina mata, tangan, dan tubuh, sebab kamu melakukannya bukan pada suami sah kamu, tapi pada orang lain yang belum menjadi kehalalan untukmu," cakap Dio ceramah.
"Heem ... heem, aku memang salah! Kamu yang terbaik tanpa dosa," jawabku pasrah.
"Setiap manusia banyak dosa, tinggal menyikapinya bagaimana."
"Ya sudah, kamu pergi sana! Bantu-bantu orang yang ada dirumah. Lagian papa mama pasti sudah ada disana. 'Kan gak enak kalau gak ada yang menemani ngobrol mereka, dan kamu itu pasti bisa mengajak mereka berbincang-bincang, sebab aku tahu kamu itu akrab sekali sama mereka kayak anak sendiri, malah aku anak asli saja seperti dianak tirikan oleh mereka," keluh kesahku pada Dio.
"Bukan dianak tirikan, Non! Tapi lebih dikatakan mereka terlalu menyayangi kamu melebihi apapun, sehingga tak mau anak perempuan kesayangannya ini sampai kenapa-napa, paham!" jelas Dio.
"Ya ... ya."
Mulut ini terus ngoceh, sambil netra fokus menyelesaikan file-file kerjaan.
"Kalau aku minta jemput, nanti harus cepetan datang kesini, sebab aku mau kesalon dulu, mau dandan yang cantik, ok!" ujarku pada Dio sebelum dia pergi.
"Ok, siip. Ya sudah aku pergi sekarang," pamitnya.
"Heem."
Dio sudah hilang dari pandanganku, dan tanganku masih saja sibuk untuk menanda tangani berkas-berkas penyetoran pakaian, kepada toko-toko langganan perusahaanku.
Sengaja hari ini handphone kumatikan, agar Reyhan dan Joan tak menghubungiku, sebab mereka pasti akan mengajak kencan diluar dan aku tak mau itu, karena saat ini hanya ingin mengadakan acara bersama keluarga dan teman. Mereka berdua sering kali mengajakku ketempat-tempat romantis hanya berduaan, dan selalu saja itu membuatku kecapek'an, sebab harus bergantian waktu untuk mengikuti ajakan mereka. Entah mengapa tahun ini aku bosan sekali, yaitu disaat hari bahagia ini untuk merayakan bersama mereka. Rasanya sungguh malas saja, kencan selalu membagi waktu untuk mereka berdua.
Kerjaan yang menumpuk, sampai tak terasa hari sudah jam 14.00, dan aku harus segera menghubungi Dio untuk menjemputku.
[Dio jemput aku sekarang]
Perintahku dengan mengirimkan pesan padanya.
[Baik, non. Otw kesitu]
Hampir setengah jam lebih menunggunya, akhirnya Dio datang juga dengan berjalan tergesa-gesa menghampiriku, yang sudah menunggunya dilobi pintu utama perusahaan.
"Lama banget datangnya," keluhku saat Dio membukakan pintu mobil.
"Maaf, Non. Jalanan hari ini macet banget," jawabnya sebelum menutup pintu mobil.
Terlihat Dio sudah berlari memutari mobil dari depan, yang kini untuk menuju tempat menyetir mobil.
"Gimana? Sudah siap semuanya 'kah?" tanyaku penasaran.
"Beres semua, Non. Dan pastinya Non Dilla akan bahagia atas dekorasi hari ini," cakap Dio yang semakin membuatku penasaran.
"Benarkah itu? Aku semakin ingin cepat-cepat pulang saja. Heem, tapi sebelum itu aku akan mempercantik diriku dulu ke salon," tuturku.
"Iya, Non."
Dzrrt, mobilpun telah berhenti didepan salon langgananku. Tanpa banyak mengulur waktu, akupun bersama Dio langsung saja masuk, dengan tujuan merias Diri. Saat aku sedang sibuk dilayani pegawai salon, kulihat Dio bersabar menunggu dengan membaca majalah. Lama sekali diriku didandani, sampai berkali-kali mulut menguap, karena bosen sekali saat tak kunjung jua pegawai salon selesai merias.
"Gimana Dio, aku hari ini? Cantik ngak?" tanyaku saat sudah selesai.
Bukannya Dio menjawab atas pertanyaanku, tapi dia malah terngungu dan terpana, dengan mulut sedikit menganga terbuka. Matanya terus saja melotot tajam melihatku dari atas sampai bawah, dan akupun sudah mulai risih atas tatapannya itu.
"Haaiiist, Dio! Kamu kok menatap begitu, memang ngak pernah melihat cewek cantik apa?" tanyaku heran, saat Dio sebentar lagi meneteskan air liur.
"Uhuk ... uhuk," Suaranya tiba-tiba terbatuk-batuk seperti tersedak.
"Kamu gak pa-pa, Dio? Bhok ... bhok," cakapku sambil menepuk-nepuk kuat bahunya.
"Uhuk ... uhuk ... uhuk, aku gak pa-pa non. Cuma saja tadi tiba-tiba tersedak," responnya menjawab masih batuk.
"Emang tersedak apaan? Gak makan dan minum, kok bisa tesedak? Aneh betul kamu itu."
Pura-pura tidak tahu, yang sudah menyingkirkan tanganku dari menepuk pundaknya.
Sebenarnya aku tahu kalau Dio tesedak kaget, sebab menatap pesona atas kecantikanku.
"Hehehehe, biasa tersedak air liur sendiri," jawabnya cegegesan, sambil mengaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ciih, dasar! Bocil kurang dewasa," ucapku lirih.
"Yang namanya bocil ya belum .dewasa sih, Non."
"Hah, pintar menjawab."
"Ayo non, kita pulang sekarang! Sepertinya hari sudah mulai agak gelap, takutnya semua orang nanti akan menunggu lama," imbuh ucap Dio mengajakku.
"Oh ya, tunggu ... tunggu ... tunggu!" cegahku saat Dio sudah memegang ganggang knop pintu salon.
Seketika langkah kami berdua terhenti. Wajah melihat penampilan Dio dari mata kaki sampai pucuk kepala.
"Ada apa lagi, Non! Memang ada yang ketinggalan?" tanyanya binggung.
"Gak ada yang ketinggalan, tapi kayak ada sesuatu yang kurang sama kamu," ucap kejujuranku, dengan memegang dagu.
"Memangnya kenapa dengan diriku?" tanyanya lagi.
"Ada deh pokoknya. Sekarang ngak usah banyak tanya, ayo ikut aku!" ujarku sudah menarik tangan Dio.
"Eeiiit, mau diapain aku sekarang?" Suara Dio kebingunggan, saat aku menyuruhnya duduk didepan kaca salon.
Banyak ngocehnya ketika mau merubah sedikit penampilan.
"Kamu tenang saja, ok!."
"Mbak, permak dia!" suruhku.
"Baik Nona," jawab pegawai salon setuju.
"Tapi non Dilla," ucap Dio berusaha berontak.
"Gak ada tapi-tapian. Masak acara yang penting bagiku, kamu masih cupu saja. 'Kan nanti malu sama tamu undangan," jelasku.
"Hhh, ya sudahlah."
Tanpa pelawanan akhirnya Dio mau dipermak. Kulihat berkali-kali Dio berusaha berontak pada mbak pegawai salon, namun lama-kelamaan dia nurut saja, mungkin takut kalau aku marah. Sekarang aku hanya mengawasi dari tempat duduk menunggu, dengan tangan sudah sibuk membolak-balik majalah.
"Gimana mbak? Cocok ngak?" sapa pegawai salon.
Seketika majalah yang kupengang tiba-tiba jatuh, saat melihat perubahan Dio yang begitu tampannya, berubah sembilan puluh enam derajat tak cupu lagi.
"Masyaallah, begitu sempurnanya pria yang didepanku sekarang ini. Apakah dia beneran Dio yang selama ini kuhina cupu dan jelek? Aah, senyumannya yang manis kearahku, seakan-akan melelehkan dan menjebolkan pertahananku sekarang. Ya tuhan, jangan sampai aku bakalan klepek-klepek melihat Ketampanan Dio yang sesungguhnya," kekaguman didalam hati berbicara.
"Non ... Non Dilla, hello?" panggil Dio dengan telapak tangan sudah mengibas-nibas kekanan kiri.
"Eeeh ... iya," jawabku gugup yang sudah sadar dari lamunan.
"Kenapa Non, kok kamu tadi melamun?" pertanyaannya yang bodoh.
"Gak kenapa-napa, cuma lagi membayangkan acara pesta nanti aja, apa bagus atau tidak?" jawabku yang memungkiri, yang padahal terpesona atas ketampanan anak buah.
"Ooh," jawabnya ber'oh ria, dan itu membuatku jengkel sebab dia tak peka.
"Non, aku pakai kaca mata lagi aja, ya! Rasanya sungguh tak enak aja nih! Apalagi rambutnya sudah berponi, kayak gaya-gaya korea gini, bikin risih saja," keluhnya tak suka.
"Terserah kamu. Aku mau kita berangkat sekarang," jawabku yang sudah berdiri dari duduk dan berusaha melenggang pergi.
Bocil aneh, sudah berusaha agar tidak mempermalukan didepan orang banyak, tapi dia malah sibuk mau memakai kacamata lagi.
"Tunggu Non ... tunggu, jangan cepat-cepat jalannya," teriaknya memanggil saat kutinggalkan dia, yang tadi sempat sibuk mengambil kacamatanya yang cupu itu.
Dalam mobil mulut kami sudah sama-sama diam tak ada percakapan, tapi anehnya mata kami sudah saling melirik. Dan saat mata kami sempat beradu, tiba-tiba kami langsung mengalihkan pandangan pura-pura tidak saling melihat. Memang aneh atas tingkah kami, tapi nak berkata apa lagi? Sebab kenyataannya memang kami sedang berpandangan, tapi sama-sama kayak nyuri-nyuri melihat.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️