Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Twist 26
Setelah ciuman hari itu, mereka semakin dekat. Mereka semakin sering melakukan kontak fisik meski baru sampai dalam tahap ciuman saja. Adam belum berani memberi nafkah batin sepenuhnya dan Asha juga tidak menuntun karena dia juga ingin melakukannya saat hati Adam sepenuhnya melepaskan bayangan Juwita.
"Besok, kita akan pulang,"ucap Adam. Dari nada suaranya, pria itu sepertinya sedikit enggan untuk pulang ke rumah.
"Iya, besok kita akan pulang. Aku sudah membereskan semua barangnya, Mas,"sahut Asha. Dia merangsek dalam pelukan suaminya. Sekarang adalah malam terakhir mereka ada di kost Om Santo. Mereka semakin dekat sehingga setiap malam bisa tidur dengan saling memeluk.
"Sha, bagaimana kalau kamu ikut lagi saja. Kita seperti ini sampai aku selesai kuliah. Tinggal beberapa setahun lagi aku selesai kok," ucap Adam. Dia bangun dari posisi tidurnya dan duduk sambil memandangi wajah Asha.
"Aku sih tidak masalah. Hanya saja, aku ingin lebih banyak belajar sama Bapak biar bisa membantu mu nanti mengelola tanah yang akan Bapak berikan. Akan tetapi apapun keinginanmu akan aku usahakan penuhi. Aku istrimu, kamu berhak memintaku melakukan apapun asalkan tidak melanggar norma yang ada. Jika Mas ingin aku ikut maka aku akan ikut," sahut Asha bijak.
Adam melabuhkan ciumannya dalam. Ia sangat bersyukur dan mungkin sampai di rumah nanti akan berterimakasih juga kepada ayahnya karena telah memberikan istri seperti Asha.
Ciuman yang singkat namun penuh kelembutan dan ketulusan, itulah yang Adam lakukan.
"Baiklah mari kita tidur," ajak Adam sambil memeluk Asha. Meski tidak cepat tetapi hubungan mereka semakin baik. Asha juga tidak menduga kalau hubungannya dengan sang suami berkembang dengan begitu baik tanpa hambatan.
Asha merasa Tuhan sungguh baik kepadanya karena semua terasa begitu mudah. Mertua yang baik dan suami yang tidak terlalu lama berada dalam kebodohan.
Namun tidak ada yang tahu, kalau cobaan dalam bentuk lain akan menghampiri Asha dan Adam.
"Sudah siap?" tanya Adam. Mereka sudah berada di mobil dan siap kembali ke rumah.
"Sudah Mas,"sahut Asha.
Klaak
Bruuummm
Mobil melaju meninggalkan kost Om Santo pagi itu. Adam dan Asha memilih pergi lebih pagi agar sampai rumah lebih awal juga. Sepanjang jalan mereka saling bercerita dan tertawa.
Adam bertanya soal masa kecil Asha dan sebaliknya Asha bertanya tentang kegiatan Adam di kampus serta apa saja yang suaminya itu pelajari.
Asha tidak ingin bertanya tentang masa kecil Adam karena pasti ada nama Juwita di sana. Saat ini dia benar-benar tidak ingin nama itu disinggung.
"Tahu tidak, Mas. Kalau tidak salah aku itu baru dua kali melihatmu," ucap Asha tiba-tiba.
"Oh ya, kapan itu dan dimana? Kok aku tidak ingat kita pernah saling bertemu?"tanya Adam. Dia mencoba mengingat dimana pernah bertemu dengan Asha.
"Mas tidak akan ingat, karena kita tidak benar-benar bertemu. Aku kan tadi bilang kalau aku melihatmu. Saat itu Mas sedang berkumpul bersama teman-teman Mas, aku lewat di depanmu. Dan yang kedua ketika kamu sedang bersama Mas Bimo dan Mbak Juwita. Kita sempat saling pandang tapi kamu mengabaikan aku dan sebaliknya aku pun tak peduli," papar Asha.
Aaaaah
Adam hanya mengangakan mulutnya. Tak ada tanggapan lain karena memang dia tidak bisa menanggapi cerita Asha. Dulu ia dan Asha sangat asing. Bahkan setelah akad pun mereka masing begitu asing. Keduanya bisa dekat seperti ini pun sangat baru.
"Oh tidak terasa sudah sampai di sini," ucap Adam. Mereka sudah sampai di jalanan yang menuju ke desa tempat mereka tinggal. Jalan tersebut memang lumayan sepi, yang melintas hanya kendaraan pengangkut hasil perkebunan dan pertanian.
Tidak ada yang aneh saat mereka dulu pergi tapi baik Asha maupun Adam merasa tidak nyaman sekarang ini.
"Mas, aku kok merasa tidak enak ya?" ucap Asha.
"Tak apa, kita pernah lewat sini sebelumnya jadi tidak akan ada apa-apa. Sebentar lagi gapura desa akan kelihatan, jadi tidak perlu khawatir," ujar Adam. Sebenarnya dia pun juga merasakan perasaan yang tidak enak. Tapi Adam tidak ingin mengatakannya karena tak ingin Asha semakin gelisah.
Dugh
"Mas!" pekik Asha ketika mobil mereka disundul dari belakang. Adam langsung melihat ke belakang. Sebuah mobil jip besar muncul entah dari mana.
Bruuuum
Adam menambah laju mobilnya, berusaha untuk lari dari mobil tersebut.
"Sha, pegangan yang kuat!" teriak Adam.
Asha mengikuti perintah sang suami. Dia berpegangan erat pada pintu mobil. Dalam hati Asha yang tidak karuan itu dia masih bisa memanjatkan doa.
Ckiiit
Kejar-kejaran mobil terus berlangsung. Adam berusaha keras untuk lari.
"Mas, a-aku takut," ucap Asha pada akhirnya. Sedari tadi dia ingin berkata demikian namun ditahannya.
"Jangan takut sayang, aku akan melindungi mu."
Dugh dugh
Ckiiiiit
Braj brak brak
Aaaaaaah
Teriakan dari dalam mobil begitu membahana. Bisa dipastikan bahwa itu teriakan Asha dan juga Adam. Mobil yang didalamnya ada Adam dan Asha ditabrak dengan sangat kuat dari belakang. Adam yang sebisa mungkin menghindar tak bisa dan mobil miliknya terus didorong hingga akhirnya terjun ke jurang.
Brak brak
Blaaam duaaar
Ledakan mobil tak terelakan. Pengemudi mobil jeep yang menyaksikan mobil Adam terbakar tersenyum puas.
"Tugas selesai, waktunya berpesta," ucap Si Mata Satu. Rupanya dialah pelakunya.
Si Mata satu dan rekannya pun meninggalkan tempat itu, seolah tidak ada kejadian apapun. Mereka tidak mungkin turun untuk memeriksa apakah orang yang ada di mobil telah meninggal atau belum. Mobil yang meledak sudah menjadi sebuah bukti konkret bahwa orang yang ada di sana tidak akan selamat.
Sementara itu di kediaman Darsuki, Juragan Karto sedari tadi melihat ke arah depan rumah. Ia juga beberapa kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Perasaannya sungguh tidak enak.
"Mas," panggil Sugi.
"Ah ya, ada apa?" sahut Juragan Karto. Dia tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan depan rumahnya itu.
"Mas, kok Adam sama Asha belum juga sampai rumah ya. Ini sudah sore. Seharusnya mereka sudah sampai. Apalagi tadi kata Mas Santo, mereka pulang pagi-pagi sekali," ucap Sugi risau.
"Ini yang aku pikirkan dari tadi. Anak-anak itu kenapa tidak segera sampai di rumah. Dari tadi aku di sini itu menunggu mereka Gi," balas Juragan Karto.
"Duh Mas, aku takut. Perasaanku tiba-tiba tidak enak begini," sahut Sugi cepat. Dia menekan dadanya yang tiba-tiba terasa ngilu.
Drap drap drap
Seorang pria berlari dari arah luar menuju ke hadapan Juragan Karto. Pria itu berteriak memanggil Juragan karto dengan nafas terenggah-engah.
"Juragan, Juragan Karto!! Ada kabar buruk."
"Ada apa ini, coba bicara perlahan," ucap Juragan Karto. Dadanya bergemuruh, pikirannya sudah tidak karuan tapi dia mencoba bersikap tenang.
"Mobil, ada mobil yang jatuh ke jurang. Mobil itu seperti mobil milik Den Adam."
Duaaaaar
TBC