NovelToon NovelToon
Dewa Alkemis Pengurai Jiwa

Dewa Alkemis Pengurai Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Epik Petualangan / Iblis / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Perperangan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nugraha

“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”

Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.

Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 : Api yang Tak Bisa Padam

Malam ini langit di atas tambang sangat hitam legam seperti arang yang baru saja terbakar. Angin malam berdesir tajam, menggigit kulit seperti bilah tipis yang tak kasatmata.

Li Yao berjalan tertatih tatih menyusuri jalan setapak menuju perkemahan. Tangannya benar benar penuh luka dan melepuh, kakinya berlumuran dengan darah, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dan debu. Tapi Ia tak langsung menuju tendanya untuk beristirahat.

Langkahnya justru berbelok menyusuri lorong barat tambang, lorong tua yang telah lama ditinggalkan. Tempat itu adalah tempat terlarang bagi para budak. Bahkan para pengawas pun melarang siapa pun memasukinya.

Lorong itu sangat lembap, berjamur, dan sunyi. Aroma tanah basah dan jamur tua menyambutnya saat ia melangkah masuk ke area itu yang nyaris terlupakan. Di tempat inilah Kakek Qiao pernah memberitahukan tentang satu tanaman terlarang yang berbentuk akar tapi beracun, tanaman ini biasa disebut “Akar Leleh Tulang.” Tanaman yang mampu melumpuhkan organ dari dalam secara perlahan dan menyakitkan.

Dengan tangan yang gemetar, Li Yao mengangkat tumpukan dedaunan busuk disekitarnya. Jari-jarinya menyibak lapisan demi lapisan hingga akhirnya menemukan yang ia cari: sepotong akar kecil berwarna kehitaman, dengan aroma yang sangat tajam.

“Aku bukan peracik racun...” gumamnya lirih, sambil menatap akar itu. “Tapi kalau ini bisa membuat Mo Huo muntah darah, itu sudah cukup.”

Ia menghancurkan akar itu dengan batu, lalu menuangkannya ke dalam botol air tua yang sebelumnya ia sisihkan dari tempat minum para pengawas.

Setelah itu, ia kembali ke perkemahan. Langkahnya masih tetap goyah, tubuhnya masih penuh luka dan kelelahan. Hukuman dari Pengawas He yang mengirimnya ke tambang terdalam tanpa alat pelindung masih terasa membekas di setiap inci tubuhnya.

Saat tiba di tendanya, Lan Ci sudah menunggu di depan. Begitu melihat kondisi Li Yao, wajah gadis itu langsung berubah pucat. Ia segera menghampirinya dengan mata berkaca-kaca.

“Li Yao, Maafkan aku, karena aku kau harus menanggung semua ini.”

Li Yao menoleh perlahan, menatapnya dengan bingung.

“Apa maksudmu Lan Ci?”

Lan Ci seketika menunduk. Ia tampak ragu, matanya gelisah, seolah sedang bertarung dengan dirinya sendiri, antara kejujuran dan rasa takut.

“Aku…” bisiknya

Tatapan Li Yao tajam ke arah Lan Ci. “Lan Ci, jangan bilang… yang mencuri air herbal itu adalah kamu?”

Lan Ci mengangguk pelan. Lalu tanpa sepatah kata pun ia berlutut di hadapan Li Yao.

“Maafkan aku, Aku hanya ingin menyelamatkan Kakek Qiao. Aku tahu itu salah, tapi aku tak sanggup melihatnya terus menderita.”

Li Yao terdiam.

Ada amarah yang mendidih di dadanya, ingin meledak, ingin berteriak. Tapi tak satu pun kata keluar dari mulutnya.

Di matanya, Lan Ci bukan sekedar teman. Ia sudah seperti adik perempuan yang harus dijaga. Dan Kakek Qiao satu-satunya sosok yang pernah memperlakukannya seperti anak sendiri, memberi nasihat saat dunia terasa terlalu kejam.

Li Yao menarik napas panjang. Lalu ia menunduk menyentuh bahu Lan Ci dengan lembut, mengisyaratkan agar gadis itu berdiri.

“Sudahlah… lain kali, pikirkan baik-baik sebelum bertindak,” ucapnya pelan. “Di tempat seperti ini, terlalu banyak mata yang mengintai. Terlalu banyak budak yang tak suka pada kita. Kita harus lebih hati-hati.”

Mata Lan Ci mulai berkaca-kaca. Tapi di balik air bening yang muncul dimatanya, senyum kecil mulai muncul.

“Terima kasih Li Yao, Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi.”

Li Yao mengangguk, lalu menoleh ke arah tenda di ujung perkemahan. “Ayo kita lihat keadaan Kakek Qiao.”

Mereka berjalan pelan, menyusuri lorong sempit di antara tenda-tenda lusuh. Di dalam tenda Kakek Qiao, suasana terasa lebih sunyi. Di sudut ruangan, tubuh renta itu masih terbaring lemah. Napasnya pendek dan tersendat, wajahnya pucat seperti kain yang kehilangan warna. Meski air herbal telah diberikan, racun dalam tubuhnya belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti menyebar.

Li Yao berlutut di sisinya, menatap wajah tua yang dulu penuh semangat.

“Bagaimana keadaannya?” tanyanya pelan.

Lan Ci ikut duduk di samping, matanya tak lepas dari wajah Kakek Qiao yang kini tampak rapuh.

“Masih sama seperti kemarin, belum ada perubahan,” jawabnya lirih.

Mereka terdiam dalam kesunyian malam, hanya suara napas berat Kakek Qiao yang terdengar.

*****

Keesokan paginya, seperti biasa, Li Yao kembali ke tambang untuk melaksanakan tugasnya memecahkan batu roh.

Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya.

Tubuhnya masih merasakan sakit tapi di balik semua itu, ada api yang menyala dalam dadanya, api yang tak bisa dipadamkan oleh rasa sakit.

“Malam ini, aku akan menyelinap ke kamp pengawas,” bisiknya dalam hati.

“Dan aku akan memberikan hadiah kecil untukmu, Mo Huo.”

Langit kembali menghitam saat malam turun di atas tambang. Awan gelap menggulung, menutupi bintang-bintang. Para budak satu per satu kembali ke perkemahan, membawa tubuh lelah dan jiwa yang nyaris padam.

Li Yao tidak ikut beristirahat. Ia malah duduk diam di sudut ruangan. Matanya tak terpejam sedikit pun. Tetapi sorot matanya menunjukan ketajaman dan penuh tekad.

Begitu suara dengkur mulai terdengar dari segala penjuru, ia langsung berdiri dan melangkah keluar dari tenda seperti bayangan.

Di luar perkemahan, ia menuju tempat rahasia di balik dinding kayu usang. Di sana, tersembunyi botol kecil berisi racun akar Leleh Tulang, racun yang ia siapkan dengan tangan gemetar dan rasa sakit.

Ia menggenggam botol itu dengan erat, menatap cairan gelap di dalamnya.

"Aku harus berhasil kali ini," gumamnya pelan. "Tunggu saja Mo Huo, apa pun yang telah kau lakukan padaku, akan kubalas dua kali lipat lebih dalam dan lebih menyakitkan."

Jalan menuju kamp pengawas bukanlah jalur biasa. Di sekelilingnya berdiri pagar besi berduri rendah, cukup untuk melukai siapa pun yang mencoba masuk tanpa izin. Dua penjaga utama berjaga di sisi barat dan utara, mata mereka tajam seperti elang sedang mencari mangsanya.

Tapi Li Yao tahu satu jalan, yaitu bekas retakan tambang di sisi timur yang mengarah langsung ke gudang penyimpanan, tempat itu tempat dimana para pengawas kadang menyimpan air, logistik, atau catatan penting. Celah itu memang sempit, gelap, dan berdebu. Tapi bagi tubuh kurus Li Yao, itu sudah cukup.

Ia langsung bergerak cepat kesana dan langsung menyelinap di antara batu-batu besar, lalu masuk ke celah kecil disana. Hatinya berdebar, tapi pikirannya cuman fokus hanya pada satu hal, yaitu membalas dendam.

Di dalam lorong itu sangat sunyi. Hanya suara langkahnya sendiri yang terdengar. Setelah beberapa menit, ia tiba di belakang tenda logistik kamp pengawas.

Dengan hati hati Li Yao mengintip dari balik celah kecil itu, dan seketika matanya menyipit, ternyata tempat itu kosong.

Tidak seperti apa yang ia bayangkan. Tak ada tumpukan barang, tak ada meja besar tempat Pengawas He biasa duduk. Bahkan tempat ini tidak seperti tempat logistik melainkan tempat kosong yang ditinggalkan.

Pada saat sedang fokus memperhatikan, Li Yao tiba tiba terkejut, ada suara langkah kaki yang mendekat.

Li Yao langsung reflek menunduk, dan langsung bersembunyi di balik keranjang tua yang sudah lapuk.

“Saatnya patroli kita pindah ke tempat Pengawas He di sisi utara, kita sudah cukup berjaga di kamp pengawas junior,” bisik salah satu dari mereka.

Li Yao mendengarkan percakapan mereka dengan seksama.

“Ternyata tempat mereka berbeda?” pikirnya.

Ia menggertakkan giginya pelan. Rencana yang sebelumnya sudah tersusun rapih harus berantakan, tapi ia tidak akan menyerah, Li Yao akhirnya langsung memutar arah.

Mo Huo tidak bergabung dengan para kamp utama para pengawas Sekte Langit Beracun. Ia dan beberapa pengawas junior lainnya tinggal di kamp terpisah, tempatnya tidak jauh dari tebing barat, dekat dengan gudang logistik.

Tempat itu sebenarnya lebih terbuka. Tapi juga sangat berisiko.

Li Yao menyusup ke sisi luar tenda, Ia berjalan berjongkok di sepanjang dinding batu, lalu melompati ke celah sempit yang membawanya ke sisi barat kamp.

Dari batu yang besar yang cuman kelihatan kepalnya saja, Li yao mengamati tiga tenda kecil yang berjajar rapi. Disanaa ada bekas Api unggun yang sudah mengecil, tinggal bara merahnya saja yang berkilat lemah di antara abu.

Matanya melihat ke tenda yang ditengah, itu pasti tenda milik Mo Huo. Di dekat tiangnya tergantung kantung air besar yang Li Yao kenali, dan di tanah tergeletak mangkuk logam bekas makan malam.

Li Yao mencoba menunggu suara-suara dari dalam tenda menghilang satu per satu.

Dan akhirnya keheningan pun tiba, Li Yao langsung melangkah dan menuju tenda yang ditengah.

Setelah sampainya di tenda Mo Huo, Li Yao mendekati kantung air di sisi tenda.

“KRAK!”

Li Yao terkejut, jantungnya berdetak lebih kencang seolah ingin melompat keluar dari dadanya.

"Sial, kenapa di waktu seperti ini harus menginjak ranting kayu."

“Mo Huo, kau dengar sesuatu?”

“Hm? Tidak. Tidur saja. Mungkin itu tikus yang sedang lewat.”

"Hmm... hampir saja," bisiknya Li Yao

Beberapa menit berlalu akhirnya suasana hening kembali. Dengan hati-hati, Li Yao membuka botol kecilnya secara perlahan.

Setetes... dua tetes... tiga tetes...

Ia mencampurkan racun Akar Leleh Tulang yang ada di botolnya ke dalam kantung air milik Mo Huo, kantong air ini adalah kantong yang sudah disiapkan oleh budak pengawalnya, dan pasti airnya akan diminumnya esok pagi.

Setelah memastikan semuanya dengan lancar, Li Yao kemudian meletakkan kembali tempat minum itu persis seperti semula tanpa ada jejak sedikit pun.

Ia kemudian menyelinap pergi dari kamp pengawas. Saat tiba di tenda perkemahan, ia tidak langsung tidur. Ia hanya duduk diam dan menatap dinding batu yang lembap, menggenggam perban di tangannya yang mulai longgar.

“Tiga hari...” bisiknya.

“Tiga hari dari sekarang...”

“Jika akar Leleh Tulang benar-benar mematikan, racunnya akan bekerja setelah tiga hari. Aku akan menunggu dan bagaimana reaksi Mo Huo setelah tiga hari.”

1
Green Boy
mantap thor
Eko Lana
alur cerita yang bagus dan menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!