NovelToon NovelToon
Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Mahar Satu Miliar Dari Pria Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pengantin Pengganti
Popularitas:36.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Arum Mustika Ratu menikah bukan karena cinta, melainkan demi melunasi hutang budi.
Reghan Argantara, pewaris kaya yang dulu sempurna, kini duduk di kursi roda dan dicap impoten setelah kecelakaan. Baginya, Arum hanyalah wanita yang menjual diri demi uang. Bagi Arum, pernikahan ini adalah jalan untuk menebus masa lalu.

Reghan punya masa lalu yang buruk tentang cinta, akankah, dia bisa bertahan bersama Arum untuk menemukan cinta yang baru? Atau malah sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Setidaknya lebih baik dari kemarin

Sinar matahari yang lembut menembus tirai kamar dan jatuh di wajah Arum. Helaan napasnya pelan, matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit. Dunia di sekitarnya terasa buram sesaat sebelum perlahan menjadi jelas, bau obat, aroma kayu dari furnitur kamar, dan suara burung dari taman belakang menyelinap masuk.

Dia mengerjap pelan, berusaha mengingat apa yang terjadi. Kepalanya berat, tubuhnya lemah, tapi begitu matanya menoleh ke sisi ranjang, pandangannya terpaku.

Reghan duduk di kursi roda, tertidur di sana. Kepala pria itu sedikit menunduk, satu tangannya masih menggenggam tangan Arum dengan kuat seolah takut kehilangan. Di atas meja kecil di dekatnya, ada segelas air putih yang sudah setengah kosong dan kain kompres yang mulai mengering.

Dia mengangkat sedikit tubuhnya, menatap tangan mereka yang masih bertaut. Jemari Reghan besar dan kuat, tapi hangat. Dia mencoba menarik tangannya perlahan agar tidak membangunkan pria itu, namun genggaman itu justru mengerat.

“Jangan pergi...” suara berat itu keluar di antara tidur Reghan, pelan tapi cukup untuk membuat Arum terpaku.

Arum menatap wajahnya lebih lama. Ada lingkar hitam di bawah mata Reghan, kulit pucat, dan rambut yang berantakan. Mungkin pria itu tidak tidur semalaman. Ia teringat samar-samar dalam igauannya tadi malam , tentang ibu, ayah, dan suara seseorang yang menenangkannya.

'Apakah itu Reghan?'

Senyum kecil muncul di bibir Arum tanpa sadar. Dia menyentuh jemari Reghan dengan lembut, mencoba melepaskan diri tanpa membangunkannya. Tapi Reghan bergerak, matanya perlahan terbuka. Tatapan mereka bertemu, Reghan tampak kebingungan sesaat, lalu cepat-cepat menarik tangannya dan menegakkan tubuh.

“Kau sudah bangun.” Nada suaranya masih berat, tapi tak lagi setajam biasanya.

Arum menunduk, suaranya kecil. “Terima kasih ... sudah menjagaku.”

Reghan tak menjawab, dia memalingkan wajah, tapi rahangnya mengeras menahan sesuatu yang tak ingin diungkapkan.

“Dokter bilang kau hanya kelelahan,” ucapnya akhirnya, datar. “Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tidak mau direpotkan lagi.”

Arum hanya tersenyum tipis. “Baik, Tuan.”

Namun, sebelum pria itu sempat berbalik, Arum menambahkan pelan,

“Dan terima kasih … karena tidak benar-benar sekejam yang Tuan tunjukkan.”

Reghan terdiam, suasana di kamar mendadak sunyi. Tatapan matanya sedikit berubah, ada sesuatu di sana, semacam perasaan yang belum siap ia akui. Pria itu akhirnya berdeham pelan, menghindar.

“Kau seharusnya istirahat. Aku … ada urusan dengan Ayah di ruang kerja.”

Dia memutar roda kursinya pelan, keluar dari kamar tanpa menoleh lagi. Tapi langkah itu meninggalkan jejak samar, sesuatu yang tidak pernah Arum lihat sebelumnya dari seorang Reghan Argantara, yaitu sebuah bentuk kepedulian terhadapnya.

Ruang makan besar keluarga Argantara pagi itu terasa lengang. Aroma teh melati dan roti panggang masih sama, tapi suasananya berbeda. Tak ada suara berat Tuan Argantara yang biasanya memberi perintah, tak ada sosok Reghan dengan tatapan tajamnya, dan tak ada Oma Hartati yang suka menegur dinginnya suasana.

Yang tersisa hanya tiga orang, Elion, Alena, dan Maya duduk di meja makan panjang dengan Arum yang datang paling terakhir. Gadis itu menunduk sopan, mengenakan blus putih sederhana dan rok panjang warna lembut. Tangannya gemetar sedikit ketika ia menarik kursi, merasa canggung di antara orang-orang yang sejak awal tak pernah benar-benar menerimanya.

“Duduklah, Arum,” ucap Maya dengan senyum lembut yang terasa terlalu manis untuk jadi tulus. “Kau harus makan banyak, wajahmu pucat sekali. Kudengar kau pingsan kemarin?”

Arum tersenyum kecil. “Ya, Nyonya. Hanya kelelahan sedikit.”

“Elion,” panggil Maya sambil menatap putranya, “kau sebaiknya berterima kasih juga. Arum sudah banyak membantu Reghan selama masa pemulihannya.”

Elion menoleh, bibirnya tersungging tipis. “Tentu saja,” katanya, namun nada bicaranya mengandung sesuatu yang lain lebih mirip penilaian daripada rasa terima kasih.

“Dan karena kau sudah jadi bagian dari keluarga ini, aku ingin meminta bantuan kecil padamu Kakak ipar.”

Arum mendongak perlahan. “Bantuan apa, Tuan Elion?”

Elion menegakkan tubuhnya, melirik sekilas ke arah Alena yang duduk di sampingnya. “Aku dan Alena akan menikah bulan depan, dan aku ingin Kakak ipar ikut membantu persiapannya. Kakak ipar bisa membantu memilih bunga, dekorasi, atau apapun yang cocok untuk hari besar itu. Anggap saja sebagai latihan menjadi bagian dari keluarga besar Argantara.”

Kalimat itu terdengar lembut, tapi bagi Arum yang duduk di kursi bawah meja besar itu rasanya seperti tekanan yang halus. Ia tahu maksud Elion bukan sekadar meminta bantuan, melainkan menegaskan posisi, kau hanya pelayan, tapi kini terikat keluarga ini. Kau tetap di bawah kami.

Alena, dengan senyum kecil yang tak pernah benar-benar ramah, menatapnya sambil mengaduk teh di depannya.

“Aku harap kamu tidak salah paham, Arum. Aku dan Elion hanya ingin suasana pernikahan ini terasa lebih ... kekeluargaan. Lagipula, aku tahu kau punya selera yang cukup halus, itu akan membantu.”

Nada suaranya manis, tapi tatapan matanya tajam dan menusuk. Arum mengangguk sopan.

“Baik, Nona Alena. Saya akan bantu semampu saya.”

Maya tertawa kecil, menutupi senyum puasnya dengan tisu.

“Bagus sekali. Kau cepat belajar, Arum. Rumah ini butuh seseorang yang tahu tempatnya.”

Suara denting sendok dan piring menjadi satu-satunya hal yang terdengar setelahnya. Tak ada percakapan, hanya helaan napas samar dan tatapan-tatapan yang saling menyelidik.

Sementara itu, di ruangan lain.

Oma Hartati duduk di kursi rotan dekat jendela, menatap cucunya yang duduk di kursi roda dengan pandangan lembut namun penuh kekhawatiran. Udara pagi itu terasa hangat, sinar matahari menembus tirai tipis, memantulkan cahaya ke wajah Reghan yang tampak tenang tapi sulit dibaca.

“Reghan,” ucap Oma pelan, “kau dengar sendiri kan tadi? Ayahmu bicara tentang posisi CEO itu lagi. Katanya ... kalau kau bisa memberikan keturunan, dia akan mempertimbangkan untuk mengembalikan posisi itu padamu.”

Reghan diam, tidak ada ekspresi di wajahnya, hanya jemarinya yang mengetuk pelan pegangan kursi rodanya. Oma melanjutkan dengan suara pelan, seolah takut melukai perasaan cucunya.

“Oma tahu itu syarat yang tak adil. Tapi begitulah ayahmu … dia selalu menilai segalanya dari hasil, bukan perjuangan. Kau jangan terlalu dipikirkan, Reghan.”

Masih tak ada jawaban. Reghan hanya menatap ke luar jendela, matanya memandangi taman di mana Arum sering duduk saat sore hari. Entah kenapa, dalam kepalanya tiba-tiba muncul bayangan wajah wanita itu, matanya yang lembut, suaranya yang pelan, dan tatapan pasrah ketika menemaninya beberapa hari terakhir.

'Kalau dia hamil … apakah anak itu akan mirip denganku? Atau lebih mirip dia?'

Pikiran itu datang tanpa bisa ia hentikan, membuat sudut bibirnya terangkat samar, ada senyum yang jarang sekali muncul.

Oma memperhatikan perubahan kecil itu dan mengernyit pelan.

“Reghan … kau baik-baik saja dengan semua ini?” tanyanya lembut. “Oma tahu syarat itu berat. Tapi Oma percaya, tak ada yang mustahil jika Tuhan berkehendak.”

Reghan menatap Oma sejenak, lalu menghela napas. “Oma,” ucapnya tenang, “bolehkah aku bertemu Arum sekarang?”

Oma tersenyum, sedikit lega. “Tentu boleh. Kau ingin Oma panggilkan dia?”

Reghan menggeleng pelan. “Tidak perlu. Aku yang ingin menemuinya sendiri.”

Suara roda kursi berputar pelan, bergesek di lantai marmer. Wajah Reghan tetap tanpa ekspresi, tapi dalam hatinya, sesuatu mulai bergerak campuran antara penyesalan, harapan, dan rasa yang belum bisa ia beri nama.

1
Kar Genjreng
luka batin Arum sangat dalam,,,, walaupun reghan berniat baik tulus iklas dan siap menerima risiko apa pun. ,,,tapi hati dan raga Rumi masih sangat sakit berlipat bahkan,,ya butuh proses,,
siti maesaroh
semoga ada jln lain buat sembuhin revan,, biar bisa hidup brsma arum
siti maesaroh
basi dg omongsnmu han g bs dipecat dr dulu mau melindungi arum nyatanya nihil, skrg bilang gitu jg alah omong ksong
siti maesaroh
kamu kn emang tolol han ,,makanya arum dh g prcya lg sejak saat itu
siti maesaroh
g usah tanya apa yg dilalui arum han mata.km buta kali udah tahu pasti susah hidup tanpa kluarga,punya suami pun pekok kyak km
siti maesaroh
g usah sok peduli km han tk tonjok mulut mu ntar , km bilang orang tua macam apa ninggalin anaknya diruang inap, lahh km suami macam apa biarin istrinya dituduh tanpa bukti dn dicambuk, dsar bjingan km han
siti maesaroh
ihh ngapain lg ktemu penjahat yg memberi putusan hukuman pd mamamu revan g suka bngt aku
siti maesaroh
pokoknya jgn mau klo.diajak belikan ya rum, km udah trlalu hancur untuk kmbli ke reghan, setan itu reghan ksih keputusan untuk hukum kn waktu itu😢
siti maesaroh
smoga dpt donor tp bukn dr klurga nya
siti maesaroh
ingin ku 6unuh itu reghan mnjgkelkn
siti maesaroh
baguslah prgi dr km ,bebas dr siksaan yg kau putuskan untuk mncambuknya ,dasar tolol km han tolol tolol tolol
siti maesaroh
persetan dg km han, g membiarkan arum pergi tp mlh menyiksa arum apa itu namanya, dasar tolol blo on ya km han
siti maesaroh
dasar pembodohan aturan.ini sbgai suami juga bodoh dn tolol.reghan, arum jg ngapain mau kmbli lg sm deg gan udah bner dia pergi, dadar munafik km reghan ktanya mau mencintai arum tp mudanya hnya msa lalu km sj yg kau pikirkn, banci km reghan
siti maesaroh
knp km mlh bohong rum bilang ja emng km ktemu sm elion waktu ambil.air minum gitu , suka bngt deh bohong bohong heran
siti maesaroh
jgan kasih cinta ke reghsn arum biarkan dia berjuang dulu enak ja lngsg dimaafkan
Asyatun 1
lanjut
siti maesaroh
pinter km tu udah g usah mbghdpi reghan lg rum, biar kn reghsn ,sibuk dg mslhnya
siti maesaroh
udahlh arum km pergi jauh aja, aku nyesek lihat nasibmu disitu 😢😢
siti maesaroh
dasar brngs3k itu reghan , udah tau beristri ngapain nolongin alena yg g tau diri itu
Aisyah Alfatih: sabar kak ayo sarapan dulu, marah2 juga butuh tenaga 🙈🤭
total 1 replies
ken darsihk
Ya ampyun apa yng harus di lakukan untuk menyelamatkan Revano
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!