Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Pertaruhan di Muara
Ujung laras senapan yang dingin menempel tepat di pelipis Arkananta, menciptakan kontras yang mengerikan dengan suhu udara muara yang lembap dan panas. Bagas menarik pelatuk senjatanya sedikit demi sedikit, suara logam yang bergeser terdengar sangat jelas di tengah keheningan malam yang mencekam. Kirana membeku di tempatnya, ia bisa melihat butiran keringat dingin mengalir di dahi Arkananta yang masih dipenuhi noda lumpur hitam.
"Jangan bergerak atau otak bos muda ini akan berceceran di atas kayu dermaga yang busuk ini!" teriak Bagas dengan sorot mata yang penuh dengan kegilaan.
Arkananta tetap tenang meskipun nyawanya sedang berada di ujung tanduk yang sangat tajam dan mematikan. Ia melirik ke arah Kirana, memberikan isyarat melalui tatapan mata agar gadis itu tetap waspada terhadap setiap pergerakan para pengawal bersenjata tersebut. Indra yang berada di bawah kolong dermaga mulai bergerak perlahan tanpa menimbulkan suara riakan air sedikit pun.
"Lepaskan Kirana lebih dahulu, dia tidak ada hubungannya dengan perebutan tahta perusahaan yang kamu incar selama ini," ujar Arkananta dengan nada suara yang sangat rendah namun berwibawa.
Bagas tertawa terbahak-bahak hingga bahunya berguncang hebat, ia merasa berada di atas angin karena memegang kendali penuh atas situasi tersebut. Ia memberikan tanda kepada salah satu anak buahnya untuk merampas kunci tembaga dan buku catatan dari tangan Kirana yang sedang gemetar hebat. Kirana memeluk benda-benda tersebut erat-erat ke dadanya, ia tidak sudi menyerahkan peninggalan ibunya kepada pria iblis seperti Bagas.
"Tahta itu milik saya sejak awal, Arkananta, ayahmu hanyalah pencuri yang beruntung bisa duduk di kursi emas itu!" bentak Bagas sambil meludah ke arah lantai dermaga.
Tiba-tiba, sebuah ledakan air terjadi di belakang barisan pengawal Bagas saat Indra melompat muncul dari permukaan sungai dengan sangat tangkas. Indra melemparkan pisau lemparnya yang sangat tajam ke arah tangan pengawal yang sedang memegang senapan mesin hingga senjata itu terlepas. Kekacauan seketika meledak di atas dermaga, suara tembakan mulai bersahut-sahutan memecah kesunyian malam di tengah hutan bakau yang lebat.
"Kirana, lari ke arah semak-semak itu sekarang juga dan jangan pernah berhenti berlari!" perintah Arkananta sambil menepis tangan Bagas yang memegang senapan.
Kirana melesat pergi menembus akar-akar bakau yang melilit, sementara Arkananta terlibat dalam pertarungan tangan kosong yang sangat sengit dengan Bagas. Mereka berguling-guling di atas permukaan kayu dermaga yang licin karena lumut dan air sungai yang terus membasahi papan-papan kayu tersebut. Kirana menoleh sekilas dan melihat Arkananta berhasil mendaratkan sebuah pukulan keras ke arah rahang Bagas hingga pria itu terhuyung mundur.
"Berhenti atau saya akan meledakkan seluruh dermaga ini beserta isinya!" ancam seorang pengawal yang memegang pemantik peledak di kejauhan.
Langkah kaki Kirana terhenti saat ia menyadari bahwa seluruh kayu dermaga ternyata sudah dipasangi kabel-kabel peledak yang sangat rumit dan berbahaya. Ia melihat Arkananta masih terus bertarung tanpa menyadari ancaman ledakan yang bisa meluluhlantakkan segalanya dalam sekejap saja. Rasa takut yang luar biasa menyergap jantung Kirana, namun ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pria yang ia cintai.
"Tuan Arkan! Ada bahan peledak di bawah kaki Anda! Segera melompat ke air!" jerit Kirana dengan sekuat-tenaga hingga suaranya serak.
Mendengar teriakan itu, Arkananta segera menangkap kerah baju Bagas dan menariknya mendekat ke arah tepi dermaga yang sangat curam. Bagas meronta-ronta dengan sangat liar, ia mencoba menggapai apa pun untuk bertahan namun kekuatan Arkananta jauh lebih besar darinya. Di tengah kepanikan tersebut, pengawal yang memegang pemantik peledak tiba-tiba tertembak oleh Indra dari arah yang tidak terduga.
Pemantik itu jatuh ke lantai dermaga dan memicu percikan api kecil yang segera menjalar ke arah sumbu utama bahan peledak tersebut. Kirana memejamkan matanya rapat-rapat saat sebuah dentuman yang sangat dahsyat mengguncang seluruh muara hingga membuat burung-burung malam terbang berhamburan. Gelombang panas menyapu permukaan air, menghancurkan papan-papan kayu dermaga menjadi serpihan-serpihan kecil yang beterbangan ke udara bebas.
"Tuan Arkan! Indra! Kalian di mana?" panggil Kirana dengan suara yang penuh dengan isak tangis yang menyesakkan dada.
Asap hitam yang sangat tebal membubung tinggi ke arah langit, menutupi pandangan Kirana terhadap apa yang tersisa dari dermaga tua tersebut. Ia berlari mendekati tepian air yang masih bergejolak panas, mencari tanda-tanda kehidupan di antara puing-puing kayu yang terbakar hebat. Kirana berlutut di atas lumpur, merasa dunianya runtuh seketika saat tidak melihat satu pun sosok manusia yang muncul dari permukaan air.
"Tolong... jangan tinggalkan saya sendirian di sini... saya mohon..." rintih Kirana sambil memukuli permukaan tanah dengan kepalan tangannya yang kecil.
Tiba-tiba, sebuah tangan yang bersimbah darah muncul dari balik tanaman bakau yang terbakar, mencengkeram kaki Kirana dengan kekuatan yang sangat lemah. Kirana tersentak kaget dan segera menoleh ke bawah, berharap itu adalah Arkananta yang berhasil selamat dari ledakan maut tadi. Namun, jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat wajah siapa yang sebenarnya sedang menatapnya dengan pandangan yang sangat mengerikan.
Bukan Arkananta yang muncul dari air, melainkan Bagas yang kondisinya sudah sangat mengenaskan dengan luka bakar di sekujur wajahnya. Ia memegang sebuah belati kecil yang disembunyikan di balik lengan bajunya yang sudah sobek dan hangus terbakar. Bagas menarik kaki Kirana hingga gadis itu jatuh tersungkur di atas lumpur yang panas, siap untuk mengakhiri hidup Kirana sebagai aksi balas dendam terakhirnya.