NovelToon NovelToon
Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Mendadak Jadi Ibu Tiri Putra CEO Lumpuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / CEO / Orang Disabilitas / Ibu Pengganti
Popularitas:96.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Kinara, seorang gadis berusia 24 tahun, baru saja kehilangan segalanya, rumah, keluarga, dan masa depan yang ia impikan. Diusir ibu tiri setelah ayahnya meninggal, Kinara terpaksa tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ia harus pergi karena usia. Tanpa tempat tujuan dan tanpa keluarga, ia hanya berharap bisa menemukan kontrakan kecil untuk memulai hidup baru. Namun takdir memberinya kejutan paling tak terduga.

Di sebuah perumahan elit, Kinara tanpa sengaja menolong seorang bocah yang sedang dibully. Bocah itu menangis histeris, tiba-tiba memanggilnya “Mommy”, dan menuduhnya hendak membuangnya, hingga warga sekitar salah paham dan menekan Kinara untuk mengakui sang anak. Terpojok, Kinara terpaksa menyetujui permintaan bocah itu, Aska, putra satu-satunya dari seorang CEO muda ternama, Arman Pramudya.

Akankah, Kinara setuju dengan permainan Aksa menjadikannya ibu tiri atau Kinara akan menolak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 24

Perusahaan Farmasi.

Ruang rapat lantai atas itu dipenuhi suasana formal yang tegang. Layar besar menampilkan logo Brastamana Pharma berdampingan dengan Thropy, perusahaan yang dulu dibangun dengan usaha dan kerja keras ayah Kinara, kini berada di tangan orang lain.

Kinara berdiri di ujung meja panjang. Hari ini ia bukan sekadar karyawan baru, ia diundang sebagai pembuka rapat, mempresentasikan hasil riset awal yang menjadi dasar kerja sama dua perusahaan itu.

Begitu namanya disebut, beberapa kepala menoleh. Ada yang penasaran, ada yang menilai, ada pula yang menyipitkan mata.

Di sisi lain meja, Widia duduk dengan punggung tegak dan wajah dingin. Tatapannya pada Kinara bukan tatapan seorang ibu tiri, melainkan penilaian tajam, meremehkan. Di sampingnya, Mimi tersenyum tipis, bangga melihat ibunya bersikap dominan. Sementara Rayyan, yang kini menjabat sebagai manajer di Thropy, menyandarkan tubuh dengan ekspresi penuh perhitungan.

Kinara mulai berbicara. Suaranya tenang. Ia menjelaskan konsep pengembangan riset obat yang akan menjadi fondasi kerja sama, data, potensi pasar, hingga uji awal yang sudah dilakukan.

Namun belum sampai lima menit, Widia menyela.

“Saya rasa pemaparan ini terlalu … idealis,” katanya dingin. “Tidak realistis untuk diaplikasikan dalam waktu dekat.”

Ruangan mendadak senyap.

Kinara menoleh. "Bu Widia, data ini...”

“Saya tidak butuh data dari orang yang baru masuk perusahaan,” potong Widia tanpa ragu. “Thropy tidak akan mempertaruhkan reputasinya pada konsep setengah matang.”

Beberapa staf senior saling berpandangan. Kening Rome berkerut jelas. Ia menoleh ke layar, lalu kembali ke Kinara, jelas terlihat bahwa presentasi itu solid.

Mimi menyunggingkan senyum puas. Ia menikmati detik demi detik Kinara dipatahkan di depan umum.

Rayyan condong ke arah Mimi, berbisik pelan namun tegas, “Suruh ibu mu berhenti. Kalau Thropy menolak mentah-mentah seperti ini, orang akan sadar kualitas riset kita bermasalah.”

Mimi terdiam, ragu.

Widia justru melanjutkan, “Saya sarankan bagian riset perusahaan Anda meninjau ulang. Ide seperti ini belum layak dibicarakan di meja direksi.”

Itu cukup, Rome meletakkan pulpen di atas meja dengan suara pelan, namun cukup untuk menarik perhatian semua orang.

“Buu Widia,” ucapnya tenang, tapi suaranya mengandung tekanan, “boleh saya tahu alasan profesional Anda menolak pemaparan ini?”

Semua mata kini beralih ke Widia.

Rome melanjutkan, tatapannya tajam namun terkendali.

“Karena dari yang saya lihat, konsep yang disampaikan Saudari Kinara justru sangat detail dan berbasis data. Jika Thropy menolaknya tanpa argumen teknis yang jelas, saya justru mempertanyakan kesiapan Thropy sendiri dalam kerja sama ini.”

Udara di ruangan terasa menegang. Kinara tetap berdiri tegak, wajahnya tenang, namun di dalam dadanya, jantungnya berdetak keras.

Widia terdiam beberapa detik. Jemarinya mengepal di atas meja, lalu ia tersenyum tipis senyum yang lebih menyerupai topeng.

“Alasan profesional?” ulangnya pelan. “Baik, saya hanya tidak ingin Thropy terjebak pada riset yang terlalu personal.”

Alis Rome terangkat. “Terlalu personal?”

Widia melirik Kinara sekilas. “Saudari Kinara ini … punya keterikatan emosional dengan perusahaan Thropy. Semua orang di ruangan ini tahu ayahnya adalah pendiri Thropy. Saya khawatir keputusan dan arah risetnya tidak objektif.”

Bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. Darah Kinara berdesir, namun ia tidak mundur.

“Saya mengerti kekhawatiran Anda,” jawab Kinara tenang, “tapi semua data yang saya paparkan telah melalui uji laboratorium independen. Tidak satu pun keputusan diambil berdasarkan emosi. Justru sebaliknya, saya memastikan semuanya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.”

Rome mengangguk pelan, seakan menilai keberanian itu.

Widia mendengus. “Itu klaim sepihak.”

Sebelum Kinara sempat menanggapi, salah satu staf senior Brastamana angkat bicara. “Dengan hormat, Bu Widia, kami sudah meninjau ringkasan riset ini sejak kemarin. Secara metodologi, pemaparannya solid.”

Wajah Mimi langsung berubah. Rayyan menahan napas. Ia tahu arah rapat ini mulai berbahaya bagi Thropy. Rome menyilangkan tangan.

 “Jika keberatan Bu Widia hanya berdasarkan latar belakang pribadi Saudari Kinara, maka itu bukan alasan profesional. Saya tidak menjalankan perusahaan berdasarkan dendam keluarga.”

Kata-kata itu menghantam meja rapat seperti palu. Widia menegang dan berkata, “Anda lancang.”

Rome tersenyum tipis, dingin. “Saya hanya tegas.”

Dia lalu beralih pada Kinara. “Silakan lanjutkan pemaparan Anda. Fokus pada poin uji klinis tahap awal.”

Kinara mengangguk. Tangannya sedikit bergetar saat menekan remote, namun suaranya tetap stabil. Ia menjelaskan detail lanjutan, persentase efektivitas, potensi efek samping, dan estimasi pengembangan.

Beberapa kepala kembali mengangguk.

Saat presentasi selesai, Rome berdiri. “Baik, berdasarkan pemaparan hari ini, Brastamana bersedia melanjutkan pembahasan kerja sama.”

Mata Mimi melebar, Rayyan refleks menoleh ke Widia, wajahnya tegang.

Widia memukul meja pelan. “Tanpa persetujuan Thropy?”

Rome menatapnya lurus. “Justru ini uji awal. Jika Thropy menolak berkembang, Brastamana akan mempertimbangkan ulang mitra strategisnya.”

Ancaman itu halus, namun mematikan. Rapat ditutup dengan suasana yang jauh dari kata hangat. Saat semua orang berdiri, Kinara merapikan berkasnya. Widia menatapnya tajam sebelum berlalu tanpa sepatah kata.

Rayyan tertinggal sejenak. Ia mendekat, suaranya rendah.

“Kamu sengaja ya? Bikin mereka semua berpihak ke kamu.”

Kinara menatapnya dingin. “Tidak, aku hanya melakukan pekerjaanku. Sesuatu yang dulu tidak pernah kamu lakukan untukku.”

Rayyan tercekat.

Di sisi lain ruangan, Rome memperhatikan punggung Kinara yang menjauh. Ada kekaguman di matanya dan sesuatu yang lebih dalam, yang belum sempat ia ucapkan.

Di ruang kerjanya yang luas dan sunyi, Arman menerima map-map dokumen dari tangan Rudi tanpa banyak bicara. Namun sebelum Rudi sempat menjelaskan isi berkas itu, Arman justru mengangkat pandangannya.

“Bagaimana Kinara?” tanyanya datar, seolah hanya menanyakan laporan biasa.

Rudi tersenyum simpul, dia sudah menduga arah pertanyaan itu.

“Pagi ini ada rapat besar, Tuan. Nyonya Kinara bertemu ibu tirinya. Tidak ada kontak fisik. Hanya perdebatan kecil di ruang rapat.”

Arman mengangguk singkat. Tidak ada perubahan raut di wajahnya, namun napasnya terasa sedikit lebih lega.

“Kirim pesan ke Kinara,” ucapnya kemudian. “Katakan saya ingin makan siang bersama.”

“Baik, Tuan,” jawab Rudi.

Saat Rudi berbalik hendak pergi, Arman menghentikannya lewat interkom yang baru saja ia tekan. Di sudut bibirnya, tersungging seringai kecil, hampir tak terlihat, namun nyata. Ucapan Kinara pagi tadi kembali terngiang jelas di benaknya. Bahwa, dia ingin memulai dengan Arman.

Kalimat sederhana itu, entah bagaimana, terasa seperti kepercayaan yang sudah lama tidak ia dapatkan. Seolah Kinara benar-benar percaya ia bisa bangkit. Dan untuk pertama kalinya sejak lama, Arman pun percaya bahwa mungkin, Kinara akan tetap berada di sisinya.

“Tunggu,” panggil Arman lagi.

Rudi menoleh.

“Pesankan buket mawar putih,” kata Arman pelan namun tegas. “Untuk makan siang nanti.”

“Mawar putih, Tuan?”

“Ya,” jawab Arman, matanya menerawang. “Sebagai permohonan maaf. Sikap saya selama ini … sering terlalu kasar.”

Rudi terdiam sesaat, lalu mengangguk dengan senyum kecil yang tulus.

“Baik, Tuan.”

Pintu ruang kerja tertutup kembali, meninggalkan Arman seorang diri.

Sementara itu, ponsel di tangan Kinara bergetar pelan. Saat membaca nama yang tertera di layar, alisnya terangkat tipis dan sedikit terkejut.

Ia sempat berpikir pria itu akan mengurung diri seharian di kamar, menutup dunia dari segala hal yang berhubungan dengan luar rumah. Namun kenyataannya berbeda. Arman justru mengajaknya makan siang.

Sudut bibir Kinara terangkat tanpa sadar. Senyum kecil yang hangat, sesuatu yang jarang muncul sejak ia menginjakkan kaki di gedung itu.

“Baik, Pak. Saya tunggu,” balasnya singkat sebelum menyimpan ponsel ke dalam tas.

Belum sempat ia melangkah, sebuah suara menyapanya.

“Kamu terlihat senang.”

Kinara menoleh. Rome berdiri beberapa langkah di depannya, jas rapi, senyum tenang yang selalu sama sejak dulu. Tatapan pria itu sempat tertuju pada wajah Kinara yang masih menyimpan sisa senyum.

Kinara langsung merapikan ekspresinya. “Selamat siang, Tuan Rome,” sapanya formal, seperti hubungan atasan dan bawahan semata.

Senyum Rome meredup sedikit. Ada rasa kecut yang tak bisa ia sembunyikan.

“Panggil saja Rome. Kita sudah terlalu lama saling mengenal untuk terdengar sekaku itu.”

Kinara hanya membalas dengan senyum sopan. Jarak itu sengaja ia jaga. Rome menghela napas kecil, lalu berkata seolah tak ingin suasana semakin canggung.

“Kebetulan waktu makan siang hampir tiba. Mau makan bersama lagi?”

Kinara menggeleng pelan. “Maaf, saya sudah membuat janji dengan seseorang. Saya tidak ingin membuatnya menunggu.”

Rome menatapnya sejenak, ingin bertanya siapa, namun ia urung niatnya. Dia tahu betul Kinara, wanita itu tidak suka jika urusan pribadinya terlalu diusik.

“Baiklah,” ucapnya akhirnya, tersenyum tipis. “Selamat bekerja, Kinara.”

“Terima kasih, Tuan Rome.”

Rome melangkah pergi, meninggalkan Kinara berdiri sendiri di lorong kantor. Wanita itu masih tersenyum menatap layar ponselnya. Mungkin saja benih-benih cinta itu telah tumbuh tanpa mereka sadari.

1
Kimo Miko
maaf ya amira jangan harap ada balasan secepatnya karena pak arman lagi ngadon ngempleng ngempleng gitu. gak malu tuh sudah ninggalin eee mau balik lagi dengan alasan aksa karena dirimu tahu pak arman sudah sukses. jangan jadi pelakor kinara bukan tandinganmu
Aditya hp/ bunda Lia
bagus 👍👍👍
Rita Tani
dikit banget perasaan thor🤭😄
Teh Euis Tea
cieeeee arman kinara abis buka segel🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vivinika ivanayanti
Mantaappp Armaann....😍😍😍
Al Fatih
Betul pak Arman...,, sekarang,, besok dan selamanya fokuslah sama yang d rumah....
Mineaa
good job Arman.....awas aja kalau kamu iba dan luluh dengan seribu satu alasan dari mantan mu nanti.....tak sentil ginjal mu nanti..... pokoknya jaga jarak....
jangan dekat dekat mantan itu ibarat sampah.....masa iya kamu mau tercemar dengan aroma nya yang menjijikan....
Siti Amyati
betul ,Iihat kedepan ngga usah tenggok belakang
Al Fatih
Syukurlah kalian berdua jujur dgn perasaan kalian. Karna biasanya cerita2 yg berlatar belakang pernikahan kontrak,, begitu sudah main perasaan,, biasanya d pendam,, hanya berbicara d dlm hati....,, ntar kalo terjadi apa2 baru nyesel karna ga mengungkapkan.

Kini kalian telah menjadi satu...,, satu hati,, satu rasa dan satu pemikiran. Harus saling percaya dan jujur dgn pasangan,, karna ke depannya si Mak Lampir ibu kandungnya Aksa akan merongrong ketenangan,, kedamaian dan kebahagiaan keluarga kalian.
Waspada lah ....
Al Fatih
Pengen ngerti reaksi dan responnya Amira dan rome begitu mereka tau siapa suaminya Kinara....,, waow...
Erni Zahra76
keren sekali kinara...
Lusi Hariyani
good arman pertahan kan rumah tanggamu yg skrg
mama
bagus pak Arman pilih yg drmh aj, aplagi baru aj unboxing🤣..jgn ksh celah buat org yg udh ninggalin anda pk Arman,🤣
Ariany Sudjana
bagus Arman, jangan biarkan mantan istri kamu yang matre itu menghancurkan rumah tangga kamu dan Kinara
Amel_
berarti Arman dan Kinara sdh uwik uwik yaaa , wah ternyata sdh MP sesungguhnya mereka
Dartihuti
Harus tegas Arman...yg cm ingin numpang nikmat tanpa hati hempaskan
Ariany Sudjana
semoga Arman tidak menjadi goyah karena kedatangan mantan istri, dan tetap mempertahankan Kinara sebagai istri sah dan satu-satunya ratu dalam hidup Arman
rikautami
lanjutt thorrr
Rokhyati Mamih
Ar jangan tergoda lagi sama Amira ya kasihan Kirana 💪💪
vivinika ivanayanti
semangat Kinara.....hati hati ada ulet bulu mau deketin suami mu🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!