Sharmila, seorang wanita cantik, sedang bersiap untuk hari pernikahannya dengan Devan, bos perusahaan entertainment yang telah dipacarinya selama tiga tahun.
Namun, tiba-tiba Sharmila menerima serangkaian pesan foto dari Vivian, adik sepupunya. Foto kebersamaan Vivian dengan Devan. Hati Sharmila hancur menyadari pengkhianatan itu.
Di tengah kekalutan itu, Devan menghubungi Sharmila, meminta pernikahan diundur keesokan harinya.
Dengan tegas meskipun hatinya hancur, Sharmila membatalkan pernikahan dan mengakhiri hubungan mereka.
Tak ingin Vivian merasa menang, dan untuk menjaga kesehatan kakeknya, Sharmila mencari seorang pria untuk menjadi pengantin pengganti.
Lantas, bagaimana perjalanan pernikahan mereka selanjutnya? Apakah pernikahan karena kesepakatan itu akan berakhir bahagia? Ataukah justru sebaliknya?
Ikuti kisah selengkapnya dalam
KETIKA MUSUH MENJADI PENGANTIN PENGGANTI
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Masalah di perusahaan Devan
.
Sementara itu dalam perjalanan menuju ke perusahaan, Arya melihat keberadaan mobil Devan yang masih terparkir tak jauh dari rumah Sharmila. Sejenak pria itu mengerutkan kening dengan jari-jari mengusap dagunya yang ditumbuhi bulu halus.
Sesaat kemudian mengambil ponselnya yang tersimpan di saku jas mewahnya. “Awasi Sharmila, awasi juga Devan! Jangan biarkan pria itu mendekati istriku!” perintahnya pada seseorang di seberang telepon.
Setelah memberikan perintah, pria itu menutup panggilan secara sepihak sebelum mendengar jawaban dari seberang sana.
Beberapa detik kemudian, Zayden kembali mencari sebuah kontak yang ada dalam ponselnya, lalu kembali mendekatkan ponselnya ke telinga.
“Buat Devan menjadi sibuk!” perintahnya singkat. Seperti sebelumnya, pria itu menutup panggilan tanpa menunggu jawaban.
“Aku tidak akan membiarkanmu kembali mendekati Sharmila. Apa yang sudah menjadi milikku, tak kan kubiarkan diusik oleh orang lain, terutama olehmu,” gumamnya lalu kembali menyimpan ponsel ke dalam saku jas.
Ricky, sang sopir hanya menatap atasannya lewat kaca spion. Sebagai orang yang telah mendampingi tumbuh kembang Zayden sejak pria itu masih remaja, ia tahu betul bagaimana perasaan cinta Zayden terhadap Sharmila. “Semoga Tuan muda selalu diberikan kebahagiaan," doanya dalam hati.
“Langsung ke perusahaan!” perintah Zayden pada sopir.
“Baik, Tuan!” jawab Ricky. Mobil pun segera melaju membelah jalanan ibukota.
Zayden memejamkan mata ketika tiba-tiba rasa kantuk yang begitu hebat menyerang. Semalaman dirinya tak bisa tidur karena Sharmila yang ada dalam pelukannya.
Ada sesuatu yang ingin dituntaskan tetapi terpaksa harus ditahan. Walaupun bisa saja ia memaksa Sharmila, tetapi ia tak mau melakukannya. Yang ia ingin adalah suatu saat nanti Sharmila menyerahkan diri karena keinginannya sendiri.
*
Sementara Devan, pria itu melihat mobil yang ia kenal sebagai milik Zayden berlalu mendahului mobilnya. Tiba-tiba saja dirinya berpikir untuk kembali ke rumah Sharmila. Mungkin saja tadi Sharmila berpura-pura menolaknya karena ada Zayden di sana.
Namun, baru saja ia berhasil memutar balik mobilnya, ponselnya berdering. Nama Boby terpampang di layar sebagai pemanggil. Segera ia menggeser ikon hijau.
“Ada apa?" Tanya Devan setelah mendekatkan ponsel ke telinga.
“Tuan, ada masalah genting di perusahaan.” Suara Boby terdengar panik."
"Masalah apa? Apa kau tidak bisa bicara dengan jelas?!” bentak Devan. Ia merasa kesal, karena seharusnya dia bisa bicara dengan Mila sekarang.
"Ada seorang pria gila tiba-tiba melakukan demo. Dia membawa banyak wartawan. Perusahaan kita jadi sorotan."
"Sial!” Devan meninju setir mendengar laporan Boby, dan terpaksa ia putar balik untuk segera pergi ke perusahaan.
*
*
*
Setibanya di perusahaan, Devan mendapati kekacauan yang lebih parah dari yang dia bayangkan. Puluhan wartawan langsung menyerbunya, melontarkan pertanyaan bertubi-tubi hingga membuatnya sulit bernapas.
"Benarkah perusahaan Anda melakukan praktik diskriminasi?"
"Apa benar ada peserta audisi yang bunuh diri karena merasa diperlakukan tidak adil?"
Devan berusaha menerobos kerumunan, matanya mencari sosok yang menjadi penyebab kekacauan ini. Di tengah hiruk pikuk, ia melihat seorang pria paruh baya berdiri di depan gerbang perusahaan, memegang poster besar dengan foto seorang gadis muda.
"Adik saya, Pricilia, punya bakat! Tapi perusahaan ini menghancurkan mimpinya!" teriak pria itu dengan suara lantang. "Dia depresi dan bunuh diri karena audisinya di Silverstar Entertainment!"
Devan akhirnya berhasil mendekati pria itu. "Maafkan saya atas kejadian ini. Saya Devan Aditama, pemilik perusahaan ini. Saya tidak tahu menahu soal ini sebelumnya."
"Tidak tahu? Anda pikir saya percaya?" Pria itu menunjuk Devan dengan jari telunjuknya. “Pricilia didiskualifikasi karena alasan yang tidak masuk akal! Nilai-nilai pada audisi sebelumnya nyaris sempurna. Tapi kemudian di babak final, tiba-tiba saja dia dikatakan tidak layak, apa itu masuk akal? "
"Saya akan selidiki ini," jawab Devan dengan nada serius. "Saya janji akan mencari tahu kebenarannya dan memberikan keadilan untuk Pricilia."
"Keadilan?" Pria itu tertawa sinis. "Keadilan apa yang bisa mengembalikan nyawa adik saya?"
"Saya tahu tidak ada yang bisa menggantikan Pricilia," kata Devan. "Tapi saya akan bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi. Jika memang ada kesalahan dari pihak perusahaan, saya akan pastikan orang yang bersalah dihukum."
Devan kemudian berbalik menghadap para wartawan. "Saya berjanji akan memberikan keterangan pers resmi setelah saya mendapatkan semua informasi yang diperlukan. Mohon beri saya waktu untuk menyelesaikan masalah ini."
Dengan susah payah, Devan berhasil masuk ke dalam gedung perusahaan, meninggalkan kerumunan wartawan dan pria yang berduka di belakangnya. Ia merasa semakin cemas, karena sepertinya masalah ini akan menjadi batu sandungan besar bagi reputasi perusahaannya.
“Masalah akibat batalnya pernikahan dengan Sharmila belum selesai, kenapa ada masalah baru lagi?" umpatnya kesal
Devan mengumpulkan tim yang dulu bertugas dalam audisi yang diikuti Pricilia. Ia duduk di ujung meja, wajahnya tegang.
"Saya ingin tahu semua tentang Pricilia," kata Devan, suaranya berat. "Kenapa dia didiskualifikasi?"
Suasana ruangan menjadi hening. Beberapa kru saling pandang, tampak ragu untuk berbicara. Akhirnya, seorang wanita paruh baya, yang dulu menjabat sebagai ketua tim audisi, angkat bicara.
"Maaf, Tuan Devan," ujarnya dengan suara pelan, menunduk. "Kami... kami melakukan diskualifikasi terhadap Pricilia atas perintah Tuan sendiri."
Devan mengerutkan kening. "Perintah saya? Kapan saya memberikan perintah seperti itu?"
"Maaf, Tuan," wanita itu melanjutkan, suaranya semakin lirih. "Waktu itu, Tuan memerintahkan kami untuk memprioritaskan Vivian. Bapak bilang, Vivian punya potensi yang lebih besar untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.”
Devan memejamkan mata. Apa yang baru saja disampaikan oleh bawahannya membuat ia teringat bagaimana saat itu Vivian terus-menerus merengek dengan air mata membasahi pipinya.
Flashback
"Kak Devan, aku mohon... aku harus lolos audisi ini," isak Vivian di apartemen Devan, malam sebelum pengumuman. "Papaku... dia tidak akan segan-segan menghukumku kalau aku gagal. Kakak tahu kan, aku sebagai cucu tidak sah, posisiku benar-benar tidak dianggap dalam keluarga Natakusuma?"
Devan menghela napas. Ia merasa iba pada Vivian. Dan ya, sebenarnya karena saat itu dia dan Vivian memang punya hubungan lebih dari sekadar rekan kerja.
"Vivian, kamu berbakat. Kamu pasti bisa," bujuk Devan, meski dalam hati ia tahu, ada peserta lain yang lebih layak.
"Tidak, Kak Devan! Aku butuh jaminan! Aku mohon, bantu aku," Vivian meraih tangan Devan, matanya memelas.
Devan luluh. Ia tidak tega melihat Vivian menderita. Apalagi, saat itu, ia juga punya perasaan khusus pada gadis itu. "Baiklah, Vivian. Aku akan bantu."
End Flashback
"Sial!" Devan menggebrak meja. Ia merasa marah dengan situasi yang terjadi. Ia tidak tahu, jika konsekuensi dari keputusannya dulu, kini membawa dampak buruk pada perusahaannya.
Pintu ruangannya terbuka, Boby masuk dengan wajah kalut.
"Tuan, situasinya semakin buruk. Media terus memberitakan soal Pricilia. Apa yang harus kita lakukan?”
Keren Thor novelnya 👍😍
tul nggak Mama 😄😄😄
kira2 berapa derajat ya suhu ruangan di butik itu....
aku rela ko bang bantuin isi dalma kartu hitam mu itu...
karna banyak yang mau saya beli... 🤣🤣🤣🤣🙏
dari motor, renov rumah biaya sekolah 3 anak...
boleh ya bang... boleh lah... boleh lah...
Zayden berkata....
Apa aku mengenalmu...
kita ta se akrab itu ya... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣