NovelToon NovelToon
Aku Yang Untukmu

Aku Yang Untukmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Angst / Pihak Ketiga
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Dari sekian banyak yang hadir dalam hidupmu, apa aku yang paling mundah untuk kau buang? Dari sekian banyak yang datang, apa aku yang paling tidak bisa jadi milikmu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AYU 24

Genap satu minggu kalau kata Kara. Gue udah ngga pernah lagi mau ketemu sama Gibran, dalam keadaan apapun dan dimanapun. Bahkan saat dimana dia boleh pulang kerumah, itu jadi hari terakhir gue ketemu sama dia. Cuma gue aja, dia engga.

Saat itu gue bisa lihat dengan jelas Laras lagi bantu Gibran jalan keluar rumah sakit. Saat dimana harusnya posisi itu adalah posisi yang gue inginan. Tapi kayanya Tuhan berkehendak lain. Bahkan Ibu nya Gibran ada disana, sama seorang laki laki yang gue yakini adalah Papah nya Gibran.

Sejak saat itu, gue menghindar.

Bahkan Kara aja bingung kenapa gue gini. Rasanya akan lebih menyakitkan kalau gue terusin hubungan ngga berstatus ini sama Gibran. Akan membunuh gue secara perlahan. Jadi gue lebih memilih buat pergi duluan. Toh pria itu juga sudah kembali dengan mantan kekasihnya.

"Lo ni kenapa sih suka ngelamun akhir akhir ini?"

Gue masih duduk dijendela kamar sambil memainkan ponsel yang sengaja gue matiin datanya. Sementara Kara lagi berbaring diranjang, sibuk melakukan panggilan video sama Daffa.

"Engga, perasaan lo doang"

"Na! Lo tu beda loh akhir akhir ini!"

Gue menghela napas panjang. Pandangan gue tertuju pada gambar yang sengaja gue pasang sebagai wallpaper. Foto yang sempat gue ambil sama Gibran di kafe sebelum Gibran di kroyok.

Ngga munafik gue kangen sama dia. Senyum yang bahkan sampai sekarang masih jadi alasan detak jantung gue berdentum kencang.

"Katanya besok Gibran udah boleh sekolah lagi ya?"

"Gue ngga tau" gue mengalihkan pandangan.

"Ash! Kalian tuh ada masalah apa sih?!"

"Lo dari pada brisik mending pulang, Ra. Gue pusing"

"Iya iya"

Apa yang gue sesali? Bahkan sampai keadaan bawa gue dititik dimana gue ngga tau harus ngerasain apa lagi. Dunia seakan ngga berwarna, makanan kaya hambar aja di lindah, wewangian yang biasanya gue pakai udah ngga lagi gue sukai harumnya, aktivitas yang gue kagumi ternya hampa jika dilakukan terus menerus.

Apa ini yang namanya patah hati?

Suara ketukan pintu dan Jihan yang muncul dari baliknya membuat gue dan Kara menoleh.

"Na ada Abi"

"Abi siapa?" Bisikan Kara membuat Jihan terkekeh.

"Abiyan"

"Kenapa dia?" Tanya gue saat Kara ber oh ria.

"Mau ngomong, katanya"

"Bilang aja,"

"Bilang sendiri"

Gue mendegus sebal. Sudah tidak ada lagi energi untuk berteriak ke Jihan. Gue beranjak meninggalkan Kara yang masih sibuk dengan Daffa dipanggilan. Menyisakan gue yang ngelihat Abiyan duduk di teras sendirian.

"Kenapa, Bi?"

"Mastiin lo masih hidup"

"Songong amat"

Abiyan terkekeh. Kapan terakhir kali gue ngerasa senyum itu manis? Bahkan saat Abiyan tersenyum lebih dekat, gue rasa udah ngga ada daya tariknya lagi.

"Bunda ada tiket basar lebih, mau ikut?"

Gue menunduk, melihat dua tiket basar yang baru saja Abiyan berikan sebelum menerimanya. Mungkin ini akan jadi hal yang tepat untuk sejenak melarikan diri?

"Nanti biar gue ijin ke Om"

"Oke"

Tepat pukul delapan malam. Itu artinya setengah jam yang lalu basar ini dibuka secara resmi. Banyak hal yang gue sama Biyan temuin. Terlebih makanan gerobak yang beragam, yang gue sama Biyan beli beberapa dari itu.

"Lo oke, Na?"

Gue mengangguk setelah mengigit telur gulung yang sembari tadi gue incer. Pandangan gue teralihkan pada Biyan yang tersenyum melihat lahapnya gue makan.

"Kenapa, gue aneh?"

Abiyan terkekeh, pria itu menyesap jus mangga dengan sedotan lantas mengalihkan pandangannya ke sudut lain.

Basar ini cukup ramai karena hari pertama pembukaan dan tentu tempatnya cukup strategis untuk di kunjungi. Beberapa diantaranya adalah kaum mahasiwa dan anak anak remaja SMA.

Gue dan Biyan memilih duduk disudut setelah puas dengan apa yang kita beli. Menikmati makanan dengan menyaksikan kerumunan manusia, itu yang kita lakukan sekarang.

"Jangan berubah ya, Na" pria itu kembali menatap gue.

"Apa sih, Bi?"

"Gue liat lo akhir akhir ini murung"

"Perasaan lo aja kalik"

Abiyan mengusap puncak kepala gue, sebelum mengusap sudut bibir gue yang terkena saus. Pandangan kita beberapa saat bertemu sebelum gue salah fokus dengan siluet yang jelas gue kenal. Seorang gadis yang tengah mengecup pipi kiri pria di sebelahnya, dan jangan lupakan tangan itu memeluk erat tangannya tanpa penolakan.

"Nana?"

"Bi, kita pulang ya?" Gue menunduk.

Gue bisa merasakan Abiyan menghela napas panjangnya sebelum mengiyakan ajakan gue. Gue yakin dia kecewa karena kita juga belum lama menikmati bazar ini. Tapi, perasaan gue yang tiba tiba anjlok akan jauh lebih merepotkan jika terus ada disini.

Apakah perasaan seremeh ini? Gibran memang tidak pernah minta gue buat jadi pacarnya, tapi kenapa gue cemburu lihat dia jalan sama cewek lain? Terlebih Laras, mantan kekasihnya yang entah mungkin sudah jadi kekasihnya lagi.

Gue tau Gibran ngga membalas perlakuan gadis itu. Tapi bisakah dia menghindar bahkan disaat ngga ada gue? Untuk sekedar menghargai perasaan gue? Walau gue ulangi sekali lagi, kalau gue bukan siapa siapanya Gibran.

"Na?"

"Gue ngga papa, Bi" gue mendongak tegas, kali ini mata gue berair, melihat tajam mata Abiyan yang berubah sayu. Gue bener bener ngga bisa membendung air mata setelah justru pria itu menggenggam tangan gue, menyalurkan kehangatan disana.

Dari awal gue harusnya cari kejujuran dari Gibran. Bukan malah ngilang dan berasumsi sendiri tentang pria itu. Tapi apa gue akan siap dengan besar kemungkinan pria itu akan kembali dengan Laras? Bahkan diterakhir percakapan kita aja, Gibran membahas tentang Laras yang memintanya kembali.

"Jangan nangis"

"Kenapa Tuhan nyiptain perasaan?" Setetes air mata jatuh di mata kanan gue. Saat itu juga gue bisa lihat kejut ekspresi Biyan dihadapan gue.

"Gue ngga mau ada di situasi kaya gini" kali ini gue terisak, tepat saat pria itu menarik tubuh gue kepelukannya.

"Udah ngga usah dipikirin, berusaha buat kontrol emosi dan perasaan juga perlu, Na"

"Bi, gue mau pulang"

"Iya, ayo pulang"

1
suka baca
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!