Habis kontrak pernikahan dengan Tuan Muda Alfred, Nona Ariel menghilang bagai ditelan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun.
Hubungan yang awalnya dianggap hanya sebatas perjanjian nyatanya lebih dari itu. Alfred mulai merasa ada yang hilang dari dirinya padahal dia sudah mendapatkan kembali apa yang menjadi tujuannya termasuk sang cinta pertama, Milea.
'Nona Ariel, dialah yang membawa separuh hidup tuan muda',
Tapi wanita itu menghilang tanpa jejak.
Hingga beberapa tahun kemudian, takdir membawa Alfred bertemu kembali dengan Ariel, tapi sudah ada laki-laki lain yang mengisi hati wanita itu.
Apa Alfred terlambat?
Note : Sangat disarankan untuk membaca (Perjanjian Dengan Tuan Muda) terlebih dahulu, karena ini sekuel dari cerita tersebut ✌🏻🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Harus Menghindar
Keluarga Smith....
Aku tidak salah dengar?
Keluarga Smith.... Alfred...
Marissa ikut berdiri di jendela kaca ini. Bibirnya yang berbalut lipstik merah tersungging, "Mereka benar-benar tepat waktu! Patuh juga," desisnya. Lalu kembali pada Ariel yang baru saja selesai didandani.
"Rachel, ayo turun! Beri kesan yang baik untuk calon keluarga barumu!"
Ariel diam, dia masih beku.
Apa benar keluarga Smith, keluarga mantan suaminya....
"Rachel! Kau membuang waktu dengan bengong seperti ini! Cepat sedikit!" Marah Marissa.
Ariel menatap lekat wajah ibu tirinya itu, "Ma... keluarga Smith...."
"Ya! Keluarga Smith, Marion Smith!" Potong Marissa, "Bagaimana! Kau senang mendengarnya? Kau akan jadi bagian dari keluarga itu. Seharusnya kau berterima kasih padaku, Rachel."
Tenggorokan Ariel rasanya terhambat dia sulit untuk bernafas apalagi bicara, dadanya pun berdegup kencang hingga menimbulkan rasa nyeri.
Kenapa harus keluarganya? banyak nama keluarga di Negara ini, kenapa harus Smith?
"Kau bengong lagi! Aaa...apa kamu sedang berharap jika laki-laki yang datang itu putra utama Marion Smith? Jangan mimpi Rachel!"
Ariel yang masih diam membisu kembali menatap Marissa, "Bukan putra utama?"
Aku tahu ini, tapi siapa? Justin!
"Tentu saja! Dasar bodoh! Jangan bermimpi untuk menjadi pendamping tuan muda utama," ejek Marissa, yang sebenarnya fakta.
"Siapa?" Tanya Ariel, dengan bibir bergetar.
Marissa bertolak pinggang, "Siapa lagi! Tentu saja anak selirnya. Putra bungsu tuan Marion."
Putra bungsu... Jonas.....
Ariel menelan ludahnya dengan susah payah.
Adik ipar tengilnya itu yang dipilih Marissa. Ariel sangat menyesal tidak mencari tahu sebelum ini.
Semuanya sudah terlambat, menolak sungguh tidak mungkin, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak boleh bertemu mereka, aku harus menghindar. Paling tidak untuk malam ini, sampai aku memikirkan cara berikutnya.
"Rachel! Jangan bengong! Cepat ikut aku.."
Miranda dan Micella langsung menangkap kedua lengan Ariel, "Haha...ayo! Ikut kami! Calon suamimu sudah menunggu!"
...
Di parkiran. Dua orang yang Sinclair utus, mendatangi Alfred dan keluarganya untuk menuntun jalan.
Tapi....tiba-tiba sekali ponsel Jonas berdering, laki-laki itu mengulas senyum. Bunyi telpon seperti menyematkannya nyawanya.
"Kalian duluan, aku angkat telpon, sepertinya ini penting," ucap Jonas yang langsung merogoh sakunya.
"Jo, jangan macam-macam!" sentak Julie, menatap tajam anaknya.
"Macam-macam bagaimana? Aku hanya angkat telpon. Mama selalu saja berpikir buruk."
"Sudah! Jangan berdebat!" potong Marion, "Julie, kita beri kesempatan Jonas."
Julie menghela nafas, meskipun ragu tapi dia harus mengatakan! "Baiklah, mama izinkan, tapi jangan terlalu lama."
"Oke! Mamaku sayang, I love you."
.....
"Silahkan, tuan, nyonya, lewat sini." Untuk tamu spesial, mereka diarahkan ke pintu khusus yang langsung menuju ruangan privat.
"Lihatlah! Nyonya Marissa benar-benar menyiapkan semuanya dengan baik, Jonas sangat beruntung mempunyai mertua seperti Marissa dan Sinclair," puji Julie yang melihat tempat yang disediakan untuk mereka, lalu melempar pandangan pada Alfred, "Sayang sekali, keluarga dari Ariel tidak seperti keluarga Sinclair."
Alfred balik menatap Julie, jelas wanita itu sedang membandingkan antara istrinya dan calon Jonas, "Kau...."
"Al!" Marion mengangkat tangannya, "Tolong jangan berdebat, ini momen penting."
Alfred mendengus kesal sangat tepat keputusannya untuk tidak menghadirkan acara ini. Tapi Ayunda terlalu memaksa. Wanita dihadapannya selalu mencari celah untuk mendapatkan keburukan istinya.
"Sampai berapa lama harus menunggu? Aku tidak punya waktu," kata Alfred yang benar-benar jengah ingin segera pergi.
"Sabar Al, kita baru saja masuk, Jonas juga masih diluar."
Pintu terbuka, pelayan wanita memasuki ruangan bersama dengan Marissa. "Aku sungguh senang keluarga tuan Smith datang di waktu yang tepat. Beristirahat dulu, dan minumlah anggur dari Negara Buzz ini."
Anggur Negara Buzz, menjadi anggur yang amat populer dikalangan elit, rasanya yang luar biasa dan harganya yang sangat mahal, menggambarkan kemakmuran sebuah keluarga.
"Terima kasih, nyonya Marissa."
Marissa menelusur antara Alfred dan Justin.
Mereka bukan pemuda itu....
"Nyonya, dimana putra ketiga, Anda?"
"Dia sedang menerima telpon diluar, akan segera kembali.
"Ah... hampir saja aku sedih mengira dia tidak hadir."
"Tentu saja dia hadir, justru dia yang paling berantusias dari kami semua," ucap Julie berdusta, dengan tujuan membuat Marissa terharu.
"Aku senang mendengarnya. Mohon tunggu disini, kami sedang mempersiapkan Rachel, akan ada tim kami yang menjemput keluarga Smith jika momen penting itu diumumkan." Ucap Marissa.
Kenapa tidak langsung hadir saja, kenapa harus disembunyikan dulu seperti ini?
"Saya permisi!" Sambung Marissa dan kembali meninggalkan mereka.
Alfred melirik mesin waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, "Ini sudah terlalu lama. Aku harus pergi!" Ucapnya dan melangkah menuju pintu.
"Al, acaranya bahkan belum dimulai. Tunggulah dulu!"
Alfred berbalik, "Tunggu! Sampai kapan? Kau tidak dengar wanita tadi menyuruhmu diam dia sini entah sampai kapan. Aku tidak punya banyak kesempatan untuk hal membosankan seperti ini."
"Al! Tunggulah sebentar lagi, Alfred!"
Alfred sudah tidak bisa dicegah, pintu pun sudah dia buka dengan sempurna. Kakinya yang panjang melangkah meninggalkan lantai bening nan mengkilap di ruangan khusus itu.
.......
"Kau mau kemana, Rachel?"
"Ke toilet sebentar, apa tidak boleh juga?!"
"Sebentar lagi keluarga dari calon suamimu memasuki pesta!"
"Lalu, apa aku harus menunda urusan penting ku ini? Bagaimana kalau aku sampai membanjiri lantai pesta! Kau mau bertanggung jawab?"
"Ih.. menjijikan sekali! Yasudah pergi sana, dan cepat kembali jangan buat mama marah."
Ariel hanya melengos sebal. Dia mengangkat sedikit gaun berwarna Salem yang menutupi seluruh kakinya. Berjalan perlahan melewati para tamu menuju toilet.
Tapi...dimana toiletnya? Ini rumah baru, Ariel belum sempat berkeliling. Yang dia tahu tandas itu ada dikamar nya tapi tidak mungkin jika dia kembali menaiki lantai atas, akan membuang waktu banyak.
"Tunggu!" Ariel mencegat pelayan yang berlalu-lalang.
"Ya nona, ada yang bisa saya bantu?"
"Di mana toilet?"
"Toilet privasi ada disebelah sana nona, Anda tinggal melewati dua pilar besar disana."
Ariel mengikuti arah tangan pelayan itu.
Toilet yang seperti. Ini bagus!
Ariel menggenggam kuat ponsel yang dia sembunyikan dibalik gaun.
Sementara di sudut lain.
"Ya Tuhan! Maafkan saya tuan!" pelayan wanita menundukkan kepalanya berulang, ini kesalahan besar menurutnya.
"Ceroboh sekali!" decit Alfred, melihat jas-nya yang terkena tumpahan anggur.
"Mohon maafkan saya tuan! Saya akan membantu Anda untuk membersihkannya."
Alfred yang sejak awal sudah badmood, semakin dibuat muak dengan acara adiknya ini, "Tidak perlu! sekarang tunjukkan dimana toiletnya."
Pelayan wanita itu mengangguk, "Sebelah sana tuan. Mari saya antar!"
"Bekerja saja yang benar, tidak perlu menawarkan diri untuk mengantar."
Huh...di galak sekali, padahal pelayan wanita itu sedang menembus kesalahannya.
"Maafkan saya. Anda tinggal melewati dua pilar besar itu, tuan."