NovelToon NovelToon
Bukan Kamu Boss...Tapi Barista Berotot Itu

Bukan Kamu Boss...Tapi Barista Berotot Itu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Persahabatan / Romansa / Satu wanita banyak pria
Popularitas:748
Nilai: 5
Nama Author: whatdhupbaby

Vivian Shining seorang gadis dengan aura female lead yang sangat kuat: cantik, baik, pintar dan super positif. Dia tipe sunny girl yang mudah menyentuh hati semua orang yang melihatnya khusunya pria. Bahkan senyuman dan vibe positif nya mampu menyentuh hati sang bos, Nathanael Adrian CEO muda yang dingin dengan penampilan serta wajah yang melampaui aktor drama korea plus kaya raya. Tapi sayangnya Vivian gak sadar dengan perasaan Nathaniel karena Vivi lebih tertarik dengan Zeke Lewis seorang barista dan pemilik coffee shop yang tak jauh dari apartemen Vivi, mantan atlet rugbi dengan postur badan bak gladiator dan wajah yang menyamai dewa dewa yunani, juga suara dalam menggoda yang bisa bikin kaki Vivi lemas sekita saat memanggil namanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon whatdhupbaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 24 Di Jemput Mobil Mewah Dan Kembali Pulang

Zeke mendorong kursi roda Vivian menuju parkiran. Vivian yang masih pucat tapi sudah lebih segar, matanya membelalak ketika Zeke berhenti di depan SUV hitam besar yang mengilap.

"Ini... mobil kamu?" tanya Vivian tak percaya. Mobil itu jelas mewah dan terawat baik.

Zeke tersenyum sambil membukakan pintu penumpang. "Iya. Hadiah untuk diri sendiri dulu waktu masih jadi atlet rugby."

Dia dengan hati-hati mengangkat Vivian dan mendudukkannya di kursi penumpang yang nyaman, mengatur sandarannya dengan tepat.

"Tabungan dari hadiah setiap menang," jelas Zeke sambil memasang seatbelt untuk Vivian, wajahnya berbinar mengenang. "Dulu tim kami cukup sering menang. Hadiahnya lumayan besar."

Vivian memandang interior mobil yang mewah—kulit asli, dashboard canggih, dan aroma baru yang masih tercium.

"Tapi... kamu sekarang kerja sebagai barista," ujarnya penuh tanda tanya.

Zeke masuk ke kursi pengemudi, tangannya yang besar memegang kemudi dengan familiar.

"Uang bukan segalanya, Vi," jawabnya sambil menyalakan mesin. Suara mesinnya halus dan bertenaga. "Aku lebih suka hidup sederhana dan melakukan yang aku suka—bikin kopi, ketemu orang-orang, dan..."

Dia menoleh ke Vivian, senyumnya hangat. "...Bertemu dengan pelanggan favorit."

Vivian merah padam, tapi kali ini dia tidak menunduk. Matanya menatap Zeke yang sekarang terlihat berbeda—bukan sekadar barista, tapi pria yang punya masa lalu gemilang dan pilihan hidup yang disadari.

"Terima kasih, Zeke," bisiknya tulus dengan senyum manis terkembang di bibir Vivian. "Untuk semuanya."

Zeke hanya mengangguk, tapi matanya mengatakan lebih dari kata-kata.

Mobil meluncur mulus meninggalkan rumah sakit, membawa mereka ke sebuah babak baru.

Zeke memarkirkan mobilnya didepan apartemen Vivian. Dengan sigap dia membuka pintu mobil di bagian Vivi lalu dengan hati hati menggendong Vivian menuju kamar apartemennya.

Vivian merasa malu tapi terlalu lelah untuk protes. Dia hanya bisa memeluk leher Zeke erat-erat, wajahnya memerah dengan dada memendam rasa berdebar.

"Terima kasih, Zek," bisiknya saat Zeke meletakkannya perlahan di sofa setelah sampai didalam kamar apartemennya.

"Jangan banyak bicara dulu," Zeke membenarkan bantal di belakang Vivian. "Kamu butuh makanan. Aku lihat kulkasmu."

Dia berjalan ke dapur kecil dan membuka kulkas yang nyaris kosong. Hanya ada telur, beberapa buah yang mulai layu, dan sebotol saus sambal.

"Vivian Sunny," Zeke berbalik, ujung alis terangkat dan tatapan menghakimi. "Apa yang biasanya kamu makan?"

Vivian menunduk malu, jari-jarinya memainkan ujung selimut. "Aku... biasanya makan di luar atau pesen lewat aplikasi..."

Zeke menggeleng, tapi matanya berbinar lembut. "Oke. Tantangan memasak dengan bahan seadanya. Aku suka."

Dia mulai bergerak lincah di dapur:

· Memecahkan telur sempurna dengan satu tangan

· Memotong buah yang masih bisa diselamatkan

· Memanaskan roti tawar yang ditemukan di lemari

Vivian memandanginya dari sofa, hatinya hangat melihat pria berotot itu dengan cekatan menyiapkan makanan untuknya.

"Kamu...cukup berbakat ya...dalam urusan dapur. Kamu pintar bikin kopi, bisa memanggang kue, bisa masak..." Ucap Vivian terkagum dengan berapa cekatannya Zeke bergerak didapur nya, meskipun ukuran dapurnya terlihat sangat sempit dengan badan besar Zeke.

"Karena wanita lebih tertarik dengan pria yang bisa masak, Vi." jawab Zeke sambil setengah bercanda dengan tangannya lihai membalik telur.

" Lalu...lalu...Selama ini... kamu udah pernah menarik perhatian wanita dengan keahlian mu...?." Tanya Vivian yang tiba tiba merasa takut dengan jawabnya. Tangannya meremas ujung selimut.

Zeke terkekeh dari dapur, suaranya terdengar merdu di telinga Vivian. " Sayangnya nggak. Mereka lebih tertarik dengan tipe pria Korea atau artis...apa itu namanya..." Zeke jeda untuk berpikir. " artis Douyin...?." lanjut nya gak yakin.

Kali ini Vivian tertawa, " Iya aku mengerti maksud mu. Para wanita sekarang lebih tertarik dengan pria berwajah cantik namun dingin seperti CEO dominan dalam drama romansa." Vivi mengangguk angguk masih dengan tawanya. " Mereka gak tertarik dengan yang bertubuh kekar dan tampan seperti Hanry Cavill atau Chris Evans."

Zeke tertawa terbahak.

 Lalu tak berapa lama sepiring telur dadar roti bakar soon disajikan di hadapan Vivian. Sederhana, tapi terlihat lezat.

"Makan," perintah Zeke, duduk di sebelahnya. "Aku gak akan pergi sampai kamu habisin."

Vivian mengambil suapan pertama. Matanya membesar. "Ini... enak banget," pujinya, takjub.

Zeke tersenyum puas. "Tentu saja. Dan aku rasa sekarang aku bisa menarik satu wanita dengan masakan ku." Ucapnya dengan tatapan hangat tertuju pada Vivian.

Wajah Vivian seketika merah padam. perlahan menyuapkan makan ke mulutnya namun senyum tipis tak bisa disembunyikan.

Mereka makan dalam keheningan yang nyaman, matahari sore menyinari ruangan dengan cahaya keemasan.

Untuk pertama kalinya, apartemen Vivian yang biasanya sepi terasa seperti... rumah.

______

Udara malam mulai menusuk ketika Zeke bersiap pulang. Vivian sudah terbaring di kasur, selimut hingga ke dagu, tapi matanya masih menatap Zeke yang berdiri di dekat pintu.

“Aku tinggalkan jaket ini lagi,” ujar Zeke, meletakkan jaket bomber hitamnya di ujung kasur dengan senyum menggoda. “Buat temanin kamu tidur. Biar kamu gak kesepian.”

Vivian memandang jaket itu, lalu pada Zeke. “Kamu... besok harus buka kafe kan? Gak usah datang lagi. Aku gak enak kalau kamu harus sering-sering nutup kafe cuma buat aku.”

Zeke mendekat, mendudukkan diri di tepi kasur. “Gak papa, Vi,” bisiknya, suara rendah tapi penuh keyakinan. “Lagipula, worth it kalau untuk kamu.”

Vivian terdiam. Lima kata itu—“worth it kalau untuk kamu”—tergantung di udara, hangat dan membuat dadanya berdebar.

“Tapi...”

“Gak ada ‘tapi’,” potong Zeke, jarinya dengan ringan menepuk hidung Vivian. “Aku bakal dateng besok sama breakfast. Jadi kamu jangan coba-coba pesen makanan apps atau masak sendiri. Istirahat.”

Dia berdiri, berjalan ke pintu, lalu menoleh sekali lagi. “Tidur yang nyenyak. Kalau butuh apa-apa, telepon aku. Aku bakal langsung dateng...serius.”

Pintu tertutup perlahan.

Vivian memandang jaket Zeke yang masih tergeletak di sana. Dia menariknya pelan-pelan, jaket itu masih beraroma kopi dan kayu manis—aroma yang sudah mulai terasa seperti... rumah.

Mini-Vivi tiba tiba muncul di bantal, memeluk jaket itu. “ HEI, KALAU DIA BILANG ‘WORTH IT’, JANGAN DITOLAK. ITU KAYA KODE BUAT ‘AKU SUKA KAMU’ TAPI VERSI LEBIH KEREN!”

" Mini... kamu muncul lagi?" tanya Vivian, agak terkejut. "Aku pikir kamu menghilang untuk selamanya."

Mini-Vivi muncul dengan piyama bergambar bintang-bintang dan menyilangkan tangan di dada dengan wajah kesal. "Yah, aku harus log out sementara pas kamu sakit," Keluhnya, mengelus-elus kepalanya. "Otakmu terlalu panas untuk aku tinggali! Semua error—gak bisa mikir jernih, emosi berantakan, RAM-nya kepenuhan!"

Vivian terkikik. "Jadi sekarang sudah diperbaiki?"

"Banyak!" Mini-Vivi melompat-lompat di bantal. "Sekarang suhu otakmu sudah normal lagi. Sudah bisa nge-reboot. Tapi..." Dia tiba-tiba berhenti, menatap Vivian dengan serius. "Kamu harus janji gak akan overheat lagi. Aku kan cuma metafora isi hatimu, bukan teknisi!"

Vivian mengulum senyum. "Aku janji akan coba lebih tenang."

"Bagus!" Mini-Vivi bersorak, lalu tiba-tiba menguap lebar. "Oke, aku tidur dulu. Jangan lupa... dream yang indah indah, jangan yang serem- serem."

Dia menghilang perlahan, meninggalkan Vivian sendirian dengan jaket Zeke dan senyum yang tidak bisa dihilangkan dari wajahnya.

_____

Vivian terbangun oleh suara ketukan yang gigih di pintu apartemennya. Masih setengah tidur, dengan rambut seperti sarang burung, mata berkantung, dan masih memakai kaos oblong belel serta celana kulot yang sudah pudar, dia terhuyung-huyung membuka pintu.

Dan di sana, berdiri Nathanael.

Tapi bukan Nathanael yang biasa dia kenal.

Pria itu mengenakan kaus hitam polos yang memperlihatkan bentuk tubuh atletisnya, celana jins yang sobek alami, dan sepatu sneakers putih—benar-benar jauh dari image bos dingin yang selalu bersetelan rapi. Bahkan rambutnya yang biasanya tertata rapi sekarang sedikit berantakan diterpa angin pagi.

"Vivian," sapanya, suara yang masih dalam tapi lebih lembut dari biasanya. "Aku bawa breakfast."

Dia mengangkat tas paper bag yang mengeluarkan aroma sedap.

Vivian hanya bisa membelalak, mulutnya terbuka sedikit. Mini-Vivi yang baru saja muncul di bahunya langsung menjerit:

"ASTAGA! SI BOS BERUSAHAL TAMPIL CASUAL! DIA MIRIP BANGET SAMA PASTI KAKAK KELAS YANG KAMU SUKAI WAKTU KULIAH DULU!"

" Bukan itu masalahnya mini!!" Desis Vivian.

"P-Pak Nathanael?" ucap Vivian, suaranya serak karena baru bangun. "Apa... apa kabar?"

Nathanael tersenyum kecil—senyum yang membuat Vivian hampir tersedak. "Aku baik. Tapi sepertinya kamu butuh kopi lebih daripadaku."

Matanya menyapu penampilan Vivian yang berantakan, tapi tidak ada sedikit pun penghakiman di sana.

"Boleh aku masuk?" tanyanya, dengan sopan tapi pasti.

Vivian masih terlalu syok untuk menolak.

1
Naurila Putri
kereenn lanjutt terussssss kakkk
ethereal: terimakasih kak🙇🙇
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!