Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Anna memeriksa semua lamaran yang masuk, semua berkas sudah di meja nya.
Stevan ikut membantu menyeleksi.
Sementara itu , beberapa orang membantu menurunkan barang- barang keperluan klinik yang baru saja datang.
Semua terlihat kacau, Anna berdiri dan mengatur semuanya.
"Pak, yang itu semua masuk ke ruang dalam dari jalan samping, ini saya masih wawancara pegawai" ucap Anna seraya menunjuk ke arah pintu samping yang dikhususkan untuk pasien darurat.
Stevan tersenyum, merasa Anna benar-benar cantik saat mengatur seperti itu.
'Beruntung Abel bisa hidup bersamanya selama 10 tahun ini' ucap hati Stevan.
Anna kembali duduk dan melanjutkan wawancaranya.
'apa kamu bakal milih Abel? aku harap kamu bisa berubah pikiran' ucap hatinya lagi.
"Dokter yang ini... " Anna menunjuk ke satu berkas.
Tapi Stevan masih melamunkannya.
"Pak Dokter! " seru Anna merasa Stevan tak fokus.
"Hmm? " Stevan bangun dari lamunannya.
Anna menghela.
"Sorry, aku tadi mikirin sesuatu" ucap Stevan.
"Yang ini lanjut tanya-tanya di dalam, untuk resepsionis" ucap Anna memberikan kode.
"Ok! " Stevan mengambil berkasnya.
Mereka benar-benar sibuk. Anna tak menyentuh ponselnya sejak datang.
Sementara itu, di kantor.
Clara masih berpikir, apa yang harus dia jawab.
'jawaban apa yang tepat? aku katakan yang sebenarnya bahwa memang tidak ada apa-apa, atau mengarang cerita terjadi sesuatu, tapi apa yang terjadi? Anna dan dia renggang sejak saat itu atau apa? ' tanya hati Clara.
"Apa yang terjadi setelah kamu antar aku ke apartemen? " tanya Abel lagi.
Mata Zidan membulat, bersemangat terbuka dengan telinganya mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
Clara malah tersenyum, menundukkan pandangannya dan mengaitkan rambutnya ke telinga.
"Itu..... " Clara sengaja mempermainkan Abel.
Abel masih menunggu, tapi kemudian suara ketukan pintu membuat mereka bertiga menatap ke arah pintu.
"Kalian sibuk? " tanya Hendi, kepala di bagian pemasaran.
"Ahh tidak, hanya sedang menunggu makan siang" jawab Zidan setelah menatap Clara dan Abel yang diam saja.
"Aku tidak bertemu Anna, ada berkas yang harus aku berikan padanya" ucap Hendi menunjuk ke luar.
"Berikan saja pada Siska" ucap Abel ingin mempersingkat pembicaraan.
"Tidak bisa, Siska tidak akan mengerti, harus Anna" Hendi bersikeras.
Abel kesal, dia juga ingin menghubungi Anna tapi Anna tidak membalas pesan maupun telponnya.
"Baiklah, aku yang terima, nanti Anna memeriksanya" ucap Zidan seraya meminta berkasnya.
"Tidak.. tidak... nanti saja kalau ada Anna" Hendi tak mau kemudian pergi.
Abel semakin kesal, Zidan tersenyum padanya agar dia tak tegang. Tapi Clara malah menghela.
"Jadi Anna udah ga kerja? " ucap Clara.
"Kamu belum jawab pertanyaan ku" ucap Abel.
"Apa perlu aku pergi? " tanya Zidan merasa mengganggu.
"Tidak, tidak usah, kamu boleh dengar" uca0 Clara.
Abel menunggu.
"Malam itu, aku mengantar mu, masuk ke kamar mu dan.... " Clara mencoba memperhatikan raut wajahnya.
".. apa? " Abel tak sabar.
"... dan Anna masuk, setelah itu aku pergi, kalian berdua di dalam kamar" ucap Clara.
Abel kesal, dia takut terjadi sesuatu, tapi kenyataannya tidak. Dia bersyukur tapi juga masih memikirkan tentang apa yang terjadi yang membuat Anna ragu untuk menerimanya.
"Apa yang terjadi? Apa hubungan kalian tidak baik-baik saja? " tanya Clara penasaran.
Abel menatap raut wajah wanita yang pernah disukainya itu.
"Aku akan menikahinya, hanya memastikan bahwa memang tidak pernah terjadi apa-apa di malam di mana aku tahu kalau kau yang menyuruh seseorang membuatku celaka hari itu" jelas Abel dengan tatapan tajam.
Raut wajah Clara yang awalnya mengejek kini menjadi ketakutan.
"Berhenti berkeliaran di sekitar ku dan Anna, atau aku buka kasus itu dan membuatmu kehilangan hidup mu lagi" ucap Abel.
Clara menelan salivanya. Dia mengambil tasnya kemudian pergi.
Abel menghela lega, sudah menyelesaikan urusan tentang Clara. Namun terheran saat menatap Zidan yang mengusap wajahnya.
"Kenapa? " tanya Abel.
Zidan menunjukkan ponselnya yang sedang menelpon Anna, Abel tercengang.
"Dia dengar semua? " tanya Abel menunjuk ponsel Zidan.
Zidan hanya mengangguk tanpa bersuara.
"Tutup telponnya! " seru Abel.
Tak lama kemudian Siska datang dengan makanan di nampan. Mereka bertiga saling menatap.
**
Sementara itu Anna terdiam menatap makan siangnya.
Dia mendengarkan semua ucapan Abel dan Clara dengan jelas.
"Telpon dari siapa? " tanya Stevan.
Anna terbangun dari diamnya, kemudian menaruh ponselnya.
"Pak Zidan, dia bilang bagian pemasaran nyariin aku, mungkin tentang berkas yang belum Siska pelajari, ga mudah juga sih" jelas Anna.
"Bakal lumayan lama dong kamu bikin Siska bisa ngehandle semuanya" ucap Stevan.
"Ini baru satu bulan, dia termasuk pandai, hampir semuanya dia kuasai, termasuk emosi Abel" jelas Anna.
Stevan memperhatikan raut wajah Anna saat membicarakan Abel.
"Abel ga nyuruh cepet pulang kan? " tanya Stevan.
"Ngga! " jawab Anna singkat kemudian melahap lagi makanannya.
Stevan sedikit lega, namun merasa Anna menyembunyikan sesuatu darinya.
Anna melanjutkan wawancara di lain harinya. Dia juga membantu mengatur tata letak barang yang ada.
Stevan senang bisa bersama Anna untuk beberapa hari, tanpa gangguan Abel.
"Enak juga ya kerja bareng kamu tanpa gangguan" ucap Stevan.
Anna hanya melirik melanjutkan pekerjaannya.
"Apalagi nanti kalau kamu dan aku sering datang ke sini" lanjut Stevan.
"Oh ya Pak Nardi, semuanya kan sudah ada pegawainya, nanti seseorang dari Jakarta akan datang untuk mengaturnya lagi, mohon bantuannya ya Pak untuk diberitahu tentang klinik ini, maksudnya tentang bangunannya" ucap Anna pada Pak Nardi.
"Siap Bu, memang siapa bu? " tanya Pak Nardi.
"Namanya Alima, orang yang saya tunjuk untuk mengatur semuanya selama saya tidak bisa ke sini, soalnya saya masih bekerja Pak belum bisa bebas ke sini" jelas Anna.
"Ahh ya, siap bu! " Pak Nardi bersemangat.
Stevan merasa Anna tak memperdulikan perasaannya. Selalu menyela dan membicarakan hal lain saat dia mencoba menjadi romantis.
Dia menghela, Anna mendengar, tahu dia menghela karena keabaiannya. Namun Anna memikirkan tentang apa yang dia dengar tadi.
Dia menjadi merasa sangat bersalah lagi pada Abel. Ternyata Abel meracau karena merasa kecewa saat mengetahui Clara adalah otak dari kecelakaan yang dialaminya 10 tahun yang lalu.
'.. tapi, apa aku akan menerimanya? menjadi wanitanya? apa tidak apa-apa aku menerima perasaan Abel? apa pendapat orang padanya? dia menikahi wanita yang dikenal sebagai janda anak dua? apa tidak akan mempengaruhi bisnisnya? '
Semua pertanyaan itu muncul di benak Anna dengan sendirinya, tentu saja, semua orang sudah terlanjur mengenalnya sebagai janda anak dua.
Orang-orang, terutama media akan menyoroti status itu. Abel akan dihina dan dipermalukan. Anna tidak mau itu terjadi pada Abel. Dia juga ingin hidup tenang bersama cintanya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>>>