Aruna terjebak ONS dengan seorang CEO bernama Julian. mereka tidak saling mengenal, tapi memiliki rasa nyaman yang tidak bisa di jelaskan. setelah lima tahun mereka secara tidak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. ternyata wanita itu sudah memiliki anak. Namun pria itu justru penasaran dan mengira anak tersebut adalah anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatzra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Aruna mendekati Julian dan Raven yang masih asyik mengobrol. Sebentar lagi restoran akan tutup, jadi pertemuan mereka terpaksa harus berakhir.
"Raven, sudah waktunya pulang. Ayo berpamitan," ucap Aruna seraya mengusap pucuk kepala putranya itu.
"Raven, mau aku antar?" tanya Julian menawarkan diri.
"Tidak perlu, ucapanku yang kemarin masih berlaku. Terima kasih untuk hari ini!" sahut Aruna dengan wajah datar.
Pria itu menaikkan sebelah alisnya. "Baiklah," ucapnya, lalu meneguk habis air minumnya.
"Paman, aku pulang," ucap Raven dengan nada lesu.
Julian hanya mengedipkan satu mata dan mengacungkan jempol membuat Raven tersenyum. Pria itu menatap kepergian mereka dengan wajah setengah sedih.
"Andainya dia benar-benar anakku, aku pasti akan tanggung jawab," gumamnya lirih.
Julian menyusul mereka keluar. Aruna menggendong Raven dan menenteng beberapa bawaannya menuju ke sebrang jalan, untuk menunggu taxi. Pria itu menatapnya merasa iba, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Apakah hidupmu selalu sulit?" tanya Julian lirih. Ia terus mengamati Aruna dari dalam mobilnya.
Melihat Aruna telah masuk ke dalam taxi, Julian segera menyusul laju mobil yang di tumpangi wanita itu. Ia penasaran dengan kesehariannya.
Mobil yang di tumpangi Aruna berhenti di salah satu supermarket, ia turun dan masuk ke dalam. Namun, Raven tetap menunggu di dalam mobil. Setelah beberapa menit wanita itu keluar dengan menenteng beberapa kantong besar yang berisi bahan makanan, ia tampak keberatan membawanya dengan badan sedikit membungkuk.
Wanita itu selalu belanja sendiri untuk bahan makanan beserta bumbu-bumbunya untuk di restoran. Ia bisa memilih bahan terbaik, untuk menciptakan rasa yang lezat di setiap menu masakan khas restorannya. Aruna kembali masuk ke dalam taxi.
Julian masih membuntuti mereka. Rupanya wanita itu pulang ke rumah. Ia turun dari taxi sambil menggendong Raven yang tertidur pulas, lalu membawanya masuk ke dalam. Setelah itu ia keluar lagi untuk mengambil bahan makanan yang di belinya tadi. Ia tampak kelelahan, mengusap keringat yang mengalir di dahinya.
"Seandainya kau tidak membenciku, aku sudah membantumu dari tadi," gumam Julian merasa iba melihat Aruna yang bekerja keras.
Berhubung hari sudah mulai gelap, Julian memutuskan untuk pulang. Lagi pula rasanya tidak mungkin Aruna akan keluar lagi. Setelah sampai di hotel, pria itu memutuskan untuk beristirahat.
Pagi harinya pria itu kembali mengintai rumah Aruna. Ia melihat wanita itu sedang sibuk menata bahan makanan yang akan di bawa ke restoran dan Raven yang terus merengek mengekori ibunya. wajahnya sudah tampak kusut di pagi hari.
Saat menoleh ke luar jendela, Julian melihat mobil Charles memasuki halaman rumah Aruna. Ia di sambut tingkah manja Raven yang tampak sedang menangis.
Melihat itu, Julian merasa iri. "Kenapa bukan aku yang ada di sana," gumamnya.
Tidak lama kemudian Aruna keluar rumah. Charles membantu Aruna menata beberapa kantong plastik besar ke bagasi mobilnya. sementara Raven sudah rapih menggendong tas sekolahnya. Mereka masuk ke mobil.
Perlahan mobil Charles meninggalkan halaman rumah Aruna. Begitu juga Julian yang langsung tancap gas, mengekorinya. Ia penasaran kenapa Charles bisa sedekat itu dengan Aruna dan Raven, padahal pria itu bukan suaminya.
Charles mengantar Raven ke sekolahnya, lanjut mengantar Aruna ke restoran. Sebenarnya Julian agak malas melihat keakraban mereka. Namun, kalau tidak begitu ia tidak akan mendapatkan informasi apa, pun.
"Bagai mana aku bisa meluluhkan Aruna, sementara kebenciannya kepadaku sudah mendarah daging," ucap pria itu seraya menatap ke depan.
Julian menyamar lagi dengan menggunakan Hoodie serta topi yang menutupi kepalanya. Tidak lupa kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Kali ini ia harus bisa mengobrol dengan wanita itu.
Dengan langkah penuh waspada Julian masuk ke dalam restoran, takutnya seseorang mengenali dirinya dan membuat runyam rencananya. pria itu hanya memesan secangkir kopi hitam. Ia melihat Aruna sangat sibuk, mondar-mandir. Namun, di balik wajahnya yang lelah wanita itu masih bisa tersenyum ramah melayani pelanggan.
Saat Aruna tidak sengaja melintas di samping Julian, tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan karena tersandung kaki meja, dan dengan sigap pria itu menangkapnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Julian dengan logat yang di buat berbeda.
"Maaf, aku tidak sengaja, nanti biar aku diskon minumanmu," ucapnya merasa bersalah, karena sudah menumpahkan kopi Julian.
Julian membimbing wanita itu duduk. "Kau punya banyak karyawan, biarkan mereka yang bekerja," ujarnya paham dengan kondisi Aruna yang kelelahan.
"Terima kasih tapi—" Belum selesai berbicara pria itu membungkam mulutnya dengan telunjuk.
Julian memanggil pelayan dan memesan secangkir teh hangat. Setelah minuman itu datang, ia langsung memberikannya ke Aruna. "Silakan di minum," ia menyodorkan teh hangat itu.
"Terima kasih," Aruna menyeruput teh hangat itu, lalu memperhatikan Julian yang masih menatapnya seraya tersenyum.
"Kemarin kau hanya melamun, dan sekarang kau hampir jatuh karena kelelahan. Apa kau baik-baik saja?" tanya Julian, tanpa menoleh ke arah wanita itu.
Aruna meletakkan cangkir tehnya ke meja, dengan wajah tampak memikirkan sesuatu. "Ya, terkadang aku tidak baik-baik saja," ucapnya seraya tersenyum tipis.
Julian hanya menganggukkan kepalanya. Ia tidak mau banyak tanya, takut penyamarannya terbongkar. Semoga Aruna tidak menaruh curiga kepadanya.
"Terima kasih, ya. Dari kemarin kau sudah berkunjung restoran ini," ucap Aruna dengan sedikit senyuman melengkung di bibir manisnya.
Pria itu tersenyum. "Aku akan sering datang kemari," ucapnya, lalu melangkah keluar.
Aruna tersenyum, lalu meneguk habis tehnya. Setelah itu ia kembali ke dapur untuk mengambil pesanan para pelanggan, lalu mengantarnya. Setiap hari aktivitasnya selalu seperti itu.
Diam-diam Julian masih mengawasi wanita itu. "Ternyata kau sangat menderita, hidupmu tidak seberuntung aku," gumamnya, lalu melangkah menuju mobilnya.
Pria itu mengembuskan napas panjang. Entah kenapa rasanya tidak tega melihat Aruna selalu bekerja keras dan berusaha menjadi ibu yang tangguh untuk anaknya. Padahal wanita itu juga perlu memikirkan dirinya sendiri.
Julian mendapatkan ide cemerlang agar Aruna bisa bersantai. Besok ia akan datang lagi ke restoran untuk menjalankan misi baru. Semoga wanita itu tidak mengusirnya besok. Ia melajukan mobilnya untuk kembali ke hotel.
Pagi-pagi sekali Julian sudah mengumpulkan anak buahnya. Ia menyuruh anak buahnya mengenakan pakaian biasa agar tidak ada yang takut melihat mereka. Karena keseharian mereka berpenampilan seperti preman pasar.
Setelah mereka rapi, Julian menyuruh mereka pergi ke restoran Aruna. Berlagak menjadi orang baik-baik, dan membantu Aruna, bahkan mereka di suruh melamar pekerjaan dengan gaji yang sedikit. pasti Aruna akan menerima mereka.
Aruna terkejut karena pagi ini banyak orang baru yang datang, bahkan salah satu dari mereka sudah membersihkan halaman restoran. ia mengucapkan terima kasih, lalu membuka restorannya. lagi-lagi mereka membantu Aruna membersihkan meja dan menata barang-barang. wanita itu semakin bingung di buatnya.
"Maaf semuanya, kenapa kalian membantu saya hari ini?" tanyanya baik-baik.
"Maaf, Nona, sebenarnya kami butuh pekerjaan, untuk masalah gaji kita hanya minta seikhlasnya saja, yang penting kita bergerak dan bekerja," tutur salah satu dari mereka, membuat Aruna melongo tidak percaya.
Julian yang mengawasi dari luar hanya tertawa. "kerja yang bagus," ucapnya dengan nada puas.
Pria itu turun dari mobilnya, lalu masuk ke dalam restoran. Ia sudah menyiapkan banyak pelanggan hari ini. Ia sengaja menggunakan penutup kepala dan Hoodie yang kemarin.
"Kau, datang lagi," ucap Aruna yang tiba-tiba muncul di depannya.
Julian membuka penutup kepalanya dan juga kaca mata hitam yang di kenakannya. "Ya, aku datang lagi," ucapnya, lalu tersenyum sumbang ke arah wanita itu.
Pria itu melipat tangannya ke dada, lalu menyandarkan tubuhnya di meja depan. "Hari ini kau tidak perlu bekerja keras, serahkan saja semuanya kepada mereka," ucapnya membuat perasaan Aruna semakin campur aduk.
Aruna memegangi kepalanya merasa pusing, lalu duduk di kursi sebelahnya. Ia tidak habis pikir, pria itu menjadi sangat aneh, salah makan atau bagai mana dia hari ini. "Kau, kenapa melakukan semua ini?" tanyanya.
Julian membungkukkan badannya di depan Aruna, menatap lekat matanya, lalu menyentilkan jarinya di jidat wanita itu. "Beristirahatlah," ucapnya, lalu melangkah keluar dari sana.
Terima kasih.