Cerita ini lanjutan Aku Yang Tidak Sempurna.
Bakat yang di milikinya adalah warisan dari sang mama yang seorang pelukis terkenal.
Namun ia lebih memilih menjadi pelukis jalanan untuk mengisi waktu luangnya. Berbaur dengan alam itu keinginannya.
Dia adalah Rafan Nashif, seorang pelukis jalanan dan sekaligus seorang CEO di perusahaan.
Namun tidak banyak yang tahu jika dirinya seorang CEO, bahkan pacarnya sendiri pun tidak tahu.
Sehingga ia di hina dan di selingkuhi karena di kira hanya seorang seniman jalanan yang tidak punya masa depan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran, mampir yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, jika nama tempat, nama orang ada yang sama itu hanya kebetulan semata dan tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
Malam ini Rafan berpakaian rapi, walau pun tidak berpakaian formal. Dengan menenteng dua helm di tangannya, Rafan pun berpamitan.
"Pergi dulu Ma, Pa, Oma, Opa," ucapnya.
"Iya, hati-hati sayang," ucap Seruni berpesan.
"Kalau cinta ungkapkan cepat, perempuan tidak akan mengerti walau pun kita menghabiskan waktu dan memberikan perhatian untuknya. Namun satu ungkapan perasaan baru akan dia mengerti. Jangan menunggu dia menemukan orang lain," kata Jovan.
"Iya Pa, aku tidak tidak akan menunggu lagi. Aku sudah memantapkan hatiku memilih Tari," ujar Rafan.
"Kami mendukungmu," sela Saskia.
"Terima kasih semuanya. Terutama untuk Mama, terima kasih Ma karena menuntun ku ke jalan yang benar," ucap Rafan.
Rafan memeluk mamanya mencium pipi kiri dan kanan. Kemudian ia berpindah ke oma nya dan melakukan hal yang sama.
"Doakan aku semoga berhasil," ucapnya seolah-olah ingin pergi berjuang membela negara.
"Anak itu," ucap Saskia. "Tapi syukurlah dia tidak jadi dengan Renata," imbuhnya.
Seruni hanya tersenyum melihat putranya begitu bersemangat. Sedangkan Jovan, ia seperti melihat dirinya sendiri dalam diri Rafan.
Rafan dengan semangat juang yang tinggi melajukan motornya. Ia sengaja menggunakan motor besar miliknya. Semua itu agar lebih bisa dekat dengan Lestari.
Kalau menggunakan mobil tidak bisa berdekatan karena masih ada jarak di antara kursi kemudi dan kursi penumpang.
Malam ini ia bertekad ingin mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya. Tidak lagi dengan perilaku dan kata-kata kiasan yang tidak di mengerti oleh pasangan.
Menurutnya jujur dengan perasaannya itu lebih baik. Masalah di terima atau di tolak itu urusan belakangan.
Rafan tiba di tempat kediaman Lestari. Ia membuka helmnya dan berjalan ke rumah Lestari.
Sebelum mengetuk pintu, Rafan membenahi diri merapikan pakaian agar terlihat lebih rapi. Sambil memegangi dadanya yang terasa berdegup kencang.
"Kenapa aku jadi gugup?" batinnya.
Rafan menghela nafas panjang. "Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya. Baru kemudian mengetuk pintu.
"Assalamualaikum," ucapnya.
"Waalaikumsalam," sahut suara dari dalam rumah. Tidak berapa lama pintu pun terbuka.
Lestari terpana dengan senyuman pemuda yang ada di depannya. Walau pun ini bukan yang pertama kalinya.
"Sudah siap?" tanya Rafan.
"Sudah, tapi pakaianku hanya seperti ini," jawab Lestari yang hanya berpakaian sederhana.
Rafan tidak mempermasalahkan hal itu, kemudian mengajak Lestari untuk berangkat. Tidak lupa Rafan memberikan jaket untuk Lestari.
"Mas, jaket yang waktu itu juga ada," kata Lestari.
"Tidak apa-apa, pakai yang ini saja. Ini lebih pas ke kamu. Karena aku memang membeli khusus untukmu," ungkap Rafan.
Lagi-lagi Lestari merasa tersentuh dengan perlakuan Rafan yang memakaikan jaket untuknya. Di tambah lagi ketika Rafan memakaikan helm padanya.
"Mas, aku tidak kuat kalau kamu perlakukan aku seperti ini terus," batin Lestari.
"Yuk!" ajak Rafan. Lestari hanya mengangguk.
Lestari tidak heran jika Rafan punya motor besar. Lestari sudah tahu kalau Rafan itu orang kaya.
Rafan meminta Lestari untuk berpegangan yang kuat. Karena ia membawa motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Sepanjang perjalanan, Lestari hanya terdiam. Dia merasa nyaman saat berdekatan dengan Rafan. Ada perasaan yang sulit dia ungkapkan.
Tibalah mereka di restoran mewah, namun Lestari malah protes karena Rafan membawanya ke tempat seperti itu.
"Mas, kenapa ke sini?"
"Kita mau makan. Turunlah," jawab Rafan.
"Terlalu mewah Mas, aku tidak terbiasa makan di tempat seperti ini," ujar Lestari.
"Ya sudah, maunya di mana?" tanya Rafan.
"Di hatimu Mas," batin Lestari.
"Kita cari tempat yang sederhana saja ya, aku pengen nya makan soto daging," jawab Lestari.
Rafan tersenyum, ia tidak masalah selama Lestari senang dan merasa nyaman. Lalu mereka pun pergi dari tempat itu dan tidak jadi untuk makan di restoran mewah.
Rafan pasti mampu membayar makanan di tempat seperti itu. Tapi lidah Lestari yang tidak bisa terima makan di tempat mewah.
Rafan melajukan motornya menuju tempat yang di rekomendasikan oleh Lestari. Hingga mereka tiba di sebuah warung tenda.
"Di sini makanannya enak Mas, terutama sotonya. Mas tidak keberatan, kan?" tanya Lestari. Rafan menggeleng lalu mengajak Lestari untuk masuk.
"Di sini buka dari jam 10 siang hingga jam 10 malam Mas," kata Lestari.
"Kamu sering kemari?" tanya Rafan.
"Sering sih tidak Mas, ada beberapa kali aku ke sini," jawab Lestari.
Lestari pun mengajak Rafan untuk memesan soto. Karena mereka harus memilih toping apa saja yang mereka inginkan.
Ada daging sapi, babat, kikil, ampela dan lainnya. Kita hanya perlu menyebutkan nya saja sesuai selera yang kita inginkan.
Rafan ingin mencoba semuanya, dari daging sampai kikil nya. Ia ingin tahu bagaimana rasanya makan babat dan kikil sapi.
Lestari juga memesan yang sama dengan Rafan. Setelah itu mereka kembali ke meja mereka tadi.
Tidak berapa lama, dua mangkuk besar soto pun terhidang di meja mereka. Aroma nya bikin Rafan ngiler.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap keduanya hampir bersamaan.
Rafan mencicipi kuahnya terlebih dahulu, matanya membesar saat tahu rasanya. Kemudian ia mencicipi kikil dan yang lainnya.
"Enak gak Mas?" tanya Lestari setelah mereka makan.
"Enak, lain kali kita ke sini lagi ya?" jawab Rafan.
Rafan membayar makanan mereka, setelah itu mereka pun pergi. Rafan sengaja membawa Lestari ke suatu tempat.
Setelah tiba di tempat itu, Rafan mengajak Lestari jalan-jalan di danau buatan. Rafan kembali deg-degan karena ia ingin mengatakan sesuatu kepada Lestari.
"Duduk dulu yuk!" ajak Rafan. Lestari hanya mengikuti saja.
"Tari, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan," kata Rafan.
Lestari menatap wajah tampan Rafan yang kelihatan serius. Kemudian Lestari mengalihkan pandangannya ke arah danau.
Lestari tidak sanggup menatap lama wajah Rafan. Karena itu akan membuatnya merasa semakin tidak karuan gejolak di hatinya.
"Apa jawaban mu jika aku bilang aku suka kamu?" tanya Rafan.
Lestari kembali menatap wajah Rafan, dia hanya ingin memastikan apakah Rafan serius atau tidak?
"Apa kamu yakin Mas? Aku dan kamu jauh berbeda. Kamu tampan, kamu kaya, sudah pasti akan dengan mudah mendapatkan perempuan yang lebih baik dariku," jawab Lestari.
"Kamu tahu, kan? Aku menyembunyikan identitas ku selama ini hanya untuk mencari pendamping yang tulus," ungkap Rafan.
Lestari menggeleng. "Tapi kita tidak selevel Mas. Aku hanya seorang yatim pintu yang tidak punya apa-apa."
Rafan memegang kedua pundak Lestari. "Tatap mataku Tari dan katakan kamu tidak punya perasaan apa-apa kepadaku."
Lestari tidak berani menatap mata Rafan. Dia hanya memalingkan wajahnya ke arah lain. Bibirnya mengatakan tidak, namun hatinya berkata iya.
"Pulang yuk Mas sudah malam," ajak Lestari.
"Jawab dulu Tari, jika kamu benar-benar tidak menyukai ku, aku tidak akan menggangu kamu lagi," ujar Rafan.
Lestari tidak menjawab, dia berjalan duluan ke motor. Memasangkan helm sendiri. Rafan tersenyum kecut, tapi dia tidak akan menyerah, sampai dia berhasil meyakinkan Lestari.
"Oh ya Mas, nanti mampir ke minimarket yang buka 24 jam ya?"
Rafan hanya mengangguk, hatinya sangat kacau saat ini. Lalu ia melajukan motornya menuju supermarket bukan ke minimarket.