NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan Hangat Keluarga

Sore itu, Novia tiba di rumah kontrakan barunya. Rasa lelah dan campur aduk emosi masih menyelimuti dirinya setelah insiden di depan sekolah. Ia memarkir motornya dan melangkah masuk, berharap bisa menemukan ketenangan di dalam rumah.

Begitu ia membuka pintu, Suryani dan Tarman langsung menyambutnya. Wajah mereka menunjukkan kelegaan melihat putrinya pulang dengan selamat, namun juga tersirat kekhawatiran.

"Novia, Nak! Kok lama sekali pulangnya?" tanya Suryani, matanya menatap Novia lekat-lekat. Ia melihat ada gurat kesedihan yang mendalam di wajah putrinya.

Novia menghela napas panjang. "Tadi ada sedikit masalah di depan sekolah, Bu."

Suryani dan Tarman saling pandang. Mereka sudah menduga ada sesuatu yang tidak beres. "Masalah apa lagi, Nak? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Tarman, nadanya penuh perhatian.

Novia duduk di sofa ruang tamu, dan menceritakan apa yang terjadi barusan dengan suara pelan. Ia bercerita tentang kemunculan Bu Desi yang tiba-tiba, semua hinaan keji yang dilontarkan, dan bagaimana Kenzi serta Bu Mariam turun tangan membantunya. Ia juga menceritakan bagaimana Bu Mariam mengancam akan memanggil polisi jika Bu Desi tidak berhenti.

Suryani mendengarkan dengan seksama, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya perih membayangkan putrinya harus menghadapi semua itu sendirian lagi. Ia tak kuasa menahan air matanya.

"Ya Allah, Nak... Sampai segitunya dia," isak Suryani, suaranya bergetar. "Kenapa dia tidak berhenti saja mengganggumu?"

Tarman juga menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan kesedihan dan kemarahan yang mendalam. Nampak kedua orang tuanya sedih bukan main. Mereka telah berharap lingkungan baru ini akan membawa kedamaian bagi Novia, namun ternyata bayangan masa lalu masih terus menghantuinya.

"Tapi, syukurlah ada Pak Kenzi dan Bu Mariam yang menolongmu, Nak," ujar Tarman, mencoba melihat sisi baiknya. "Mereka orang-orang baik."

Novia mengangguk. "Iya, Pak. Mereka sangat membantu. Bu Mariam bahkan mengatakan kalau Pak Kenzi adalah pemilik yayasan sekolah."

Mata Suryani dan Tarman membelalak kaget. Informasi itu sungguh di luar dugaan mereka. "Pemilik yayasan?! Astagfirullah, Nak! Betapa beruntungnya kamu bisa bertemu orang sebaik dia!" seru Suryani, semakin terharu.

Namun, di balik rasa syukur itu, terselip lagi rasa khawatir. Apakah kedekatan Novia dengan Kenzi, seorang pria berstatus tinggi, akan semakin memicu fitnah dan kecemburuan dari pihak Diana dan Bu Desi?

Suryani kemudian mendekati Novia dan memeluk Novia erat-erat. "Sudah, Nak. Jangan dipikirkan lagi omongan mereka. Kamu sudah melewati banyak hal. Ibu bangga padamu."

Tarman juga ikut memeluk Novia, memberikan kekuatan. "Kita akan hadapi semua ini bersama-sama, Nak. Kamu tidak sendirian."

Dalam pelukan hangat kedua orang tuanya, Novia merasa sedikit lebih kuat. Meski badai belum sepenuhnya reda, dukungan tulus dari orang-orang terkasih memberinya kekuatan untuk terus melangkah maju. Ia tahu, perjalanannya untuk menemukan kedamaian sejati masih panjang, namun ia tidak akan menyerah.

****

Meskipun sudah berulang kali diingatkan oleh Januar, Diana tak pernah bisa melepaskan diri dari obsesinya terhadap Novia. Kebenciannya terhadap mantan menantunya itu sudah mendarah daging. Rupanya Diana diam-diam mencari tahu soal di mana Novia berada dan di mana ia bekerja. Ia menyewa detektif swasta atau menggunakan koneksinya untuk mendapatkan informasi detail tentang kehidupan baru Novia.

Setelah beberapa hari melakukan penyelidikan, Diana akhirnya mendapatkan kabar bahwa Novia kini mengajar di SMA Harapan Bangsa, sebuah sekolah elit di Jakarta Barat. Sebuah seringai licik muncul di wajahnya. Ini adalah kesempatan sempurna untuk kembali menghancurkan Novia.

Pagi itu, dengan tekad bulat, Diana mengenakan pakaian rapi namun mencolok, dan melaju menuju SMA Harapan Bangsa. Ia tiba di depan gerbang sekolah yang dijaga ketat oleh dua orang satpam.

Diana melangkah angkuh ke pos satpam. "Saya mau bertemu Kepala Sekolah!" serunya dengan nada memerintah.

Satpam yang bertugas, seorang pria paruh baya yang tegap, menatap Diana dengan curiga. "Maaf, Ibu sudah ada janji?"

"Tidak perlu janji! Saya tamu penting!" kata Diana pongah. "Saya mau masuk sekarang!"

"Maaf, Bu. Aturan di sini ketat. Semua tamu harus ada janji atau keperluan yang jelas dan sudah diizinkan," jawab satpam itu, tetap tenang namun tegas. Diana ditahan oleh satpam yang memang tak akan membiarkan sembarang orang masuk ke area sekolah elit tersebut.

"Apa?! Kamu tidak tahu siapa saya, hah?! Saya ini Diana! Mantan mertua guru yang mengajar di sini, Novia Anwar!" teriak Diana, suaranya mulai meninggi.

Mendengar nama Novia disebut, satpam itu mengerutkan kening. Ia sudah tahu beberapa cerita yang beredar, dan instruksi dari manajemen sekolah untuk tidak membiarkan keributan terjadi. "Maaf, Bu. Kami tidak bisa mengizinkan Anda masuk. Jika ada keperluan dengan guru kami, silakan hubungi via telepon atau buat janji terlebih dahulu."

Terjadilah adu mulut yang sengit antara Diana dan satpam. Diana tak terima dihalang-halangi, sementara satpam tetap pada pendiriannya. Suara Diana yang melengking membuat suasana menjadi heboh. Beberapa siswa dan guru yang melintas mulai menoleh, penasaran dengan keributan di gerbang.

"Kamu pikir saya tidak tahu, hah?! Novia Anwar itu wanita mandul! Dia itu sampah!" teriak Diana, sudah tak peduli lagi dengan etika. Diana berteriak menyebut Novia mandul, ingin mempermalukan Novia di tempat kerja barunya.

Teriakan itu menarik lebih banyak perhatian. Wajah Diana memerah, amarahnya memuncak karena usahanya dihalangi. Ia terus-menerus melontarkan hinaan dan fitnah tentang Novia, memastikan semua orang di sekitar gerbang sekolah mendengarnya.

"Saya akan membuat semua orang tahu betapa busuknya wanita itu! Dia itu Janda mandul yang tidak tahu diri! Dia tidak pantas mengajar di sekolah elit seperti ini!" Diana terus berkoar, membuat suasana sekolah menjadi heboh dan kacau. Beberapa staf sekolah yang mendengar keributan mulai mendekat, menyadari ada masalah besar.

****

Keributan di gerbang SMA Harapan Bangsa semakin menjadi-jadi. Diana terus berteriak, menghina Novia dan membuat heboh seluruh area sekolah. Para satpam sudah kewalahan menahan Diana yang kalap. Di tengah kekacauan itu, Bu Mariam, Kepala Sekolah, muncul. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang luar biasa. Ia tak bisa membiarkan nama baik sekolahnya tercemar oleh ulah Diana.

Dengan langkah tegas dan aura berwibawa, Bu Mariam menghampiri Diana. "Ada apa ini, Bu?!" seru Bu Mariam, suaranya lantang, memotong teriakan Diana.

Diana menoleh, terkejut melihat Bu Mariam. "Oh, jadi ini kepala sekolahnya? Bagus! Kamu harus tahu, gurumu itu mandul dan amoral! Dia tidak pantas mengajar di sini!" teriak Diana, menunjuk-nunjuk Novia yang berdiri agak jauh, menunduk malu.

Bu Mariam turun tangan. Ia berdiri tegap di hadapan Diana, tatapan matanya tajam dan menusuk. "Cukup, Bu! Saya peringatkan Anda! Hentikan keributan ini sekarang juga!" perintah Bu Mariam, nadanya dingin dan penuh ancaman.

****

Diana mendengus. Ia tak terima diusir oleh wanita asing ini. "Kamu siapa berani-beraninya mengusir saya?! Saya ini tamu penting! Saya mau membongkar kebusukan guru kalian!"

"Saya adalah Kepala Sekolah di sini, dan Anda tidak punya hak untuk membuat keributan di lingkungan sekolah saya!" balas Bu Mariam, suaranya meninggi. "Anda sudah mengganggu ketertiban umum dan mencemarkan nama baik guru kami!"

Diana tertawa sinis. "Mencemarkan nama baik apa? Memang kenyataan kok! Dia itu Janda gatel!"

Kesabaran Bu Mariam sudah habis. Ia menatap Diana dengan tatapan penuh peringatan. "Baiklah, Bu. Saya sudah mencoba berbicara baik-baik. Tapi jika Anda masih bersikeras membuat onar, saya tidak akan ragu melapor pada polisi!" Ia menoleh ke arah satpam. "Pak Doni, panggil polisi sekarang juga! Katakan ada pengganggu yang membuat keributan di depan sekolah!"

Mendengar kata polisi, wajah Diana langsung memucat. Matanya membelalak ketakutan. Ia tahu konsekuensinya jika sampai berurusan dengan hukum, apalagi ia sudah sering membuat keributan di mana-mana. Ancaman Bu Mariam terdengar sangat serius, bukan gertakan biasa.

Diana takut. Ia melirik ke arah satpam yang sudah mengeluarkan ponselnya, siap memanggil pihak berwajib. Ketakutan akan ditangkap dan dipermalukan di depan umum lebih besar daripada amarahnya pada Novia.

"Ti-tidak! Jangan panggil polisi!" teriak Diana panik. Ia mundur selangkah, lalu berbalik badan dengan tergesa-gesa. Diana segera kabur, berlari menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.

Ia masuk ke dalam mobilnya dengan terburu-buru, menyalakan mesin, dan langsung melaju pergi meninggalkan area sekolah dengan kecepatan tinggi. Satpam yang tadinya hendak menelepon polisi, kini menurunkan ponselnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!