Warning.!! Area khusus dewasa.!
Bukan tempat untuk mencari nilai kehidupan positif. Novel ini di buat hanya untuk hiburan semata.
Tidak suka = SKIP
Pesona Al Vano Mahesa mampu membuat banyak wanita tergila - gila padanya. Duda beranak 1 yang baru berusia 30 tahun itu selalu menjadi pusat perhatian di perusahaan miliknya. Banyak karyawan yang berlomba lomba untuk mendapatkan hati anak Vano, dengan tujuan menarik perhatian Vano agar bisa di jadikan ibu sambung untuk anak semata wayangnya.
Sayangnya rasa cinta Vano yang begitu besar pada mendiang istrinya, membuat Vano menutup hati dan tidak lagi tertarik untuk mencintai wanita lain.
anak.?
Namun,,,, kejadian malam itu yang membuatnya tidur dengan sorang wanita, tanpa sengaja mampu membuat anak semata wayangnya begitu menyukai wanita itu, bahkan meminta Vano untuk menjadikan wanita itu sebagai ibunya.
Lalu apa yang akan Vano lakukan.?
Bertahan pada perasaannya, atau mengabulkan permintaan sang anak.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Aku belum makan siang, tolong mampir sebentar ke restoran cepat saji." Pinta Celina saat Dion baru saja melakukan mobilnya.
"Mau makan di sana.?" Dion hanya melirik sekilas.
"Sejak kapan kak Dion mau nemenin aku makan diluar." Celina menjawab cepat. Dia mengulas senyum smirk. Hubungan dia dan Dion tidak sedekat itu meski sudah 5 tahun Dion bekerja sebagai asisten pribadi sang Papa. Hal itu juga bisa dilihat dari cara Dion berbicara dengan Celina yang terkesan kaku karna menggunakan bahasa formal.
"Drive thru saja,," Ujar Celina kemudian.
Dion hanya merespon dengan anggukan.
Tidak ada obrolan lagi setelah itu hingga Dion membelokan mobilnya ke restoran cepat saji.
Celina masih dalam posisinya, menyenderkan tubuh di kursi dengan pandangan mata yang menerawang jauh. Dia bahkan tidak sadar kalau sudah sampai di restoran.
Melihat raut wajah Celina yang terlihat sendu, Dion mengurungkan niatnya saat akan menanyakan pesanan pada putri bosnya itu.
Pada akhirnya Dion yang memutuskan sendiri untuk memesankan makanan milik Celina.
"Sebaiknya makan dulu,," Dion menyodorkan burger dan lemon tea yang baru saja dia beli.
Celina menatap bingung namun menerima makanan yang disodorkan oleh Dion.
"Kenapa nggak bilang kalau udah sampe.?" Celina memberikan protes pada Dion yang diam - diam sudah memesankan makanan untuknya.
"Kamu asik melamun, bahkan tidak mendengar saat aku memanggilmu." Jawab Dion cepat. Celina percaya begitu saja meski karna sadar sejak tadi dia terus melamun, memikirkan Vano yang mungkin tidak akan pernah menghubunginya lagi.
Cinta membuat Celina kehilangan akal. Tidak peduli meski berulang kali Vano merendahkan dirinya, tapi berulang kali Celina mengharapkan Vano untuk kembali.
"Maaf,," Ucap Celina tulus.
"Akan aku ganti nanti." Ujarnya lagi. Dion tersenyum geli.
"Jangan khawatir, aku tidak akan kehabisan uang hanya untuk membelikanmu makanan tak sehat itu." Ucap Dion datar. Dia melajukan mobilnya untuk melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua Celina.
"Iissh.! Kak Dion saja yang terlalu lebay menjaga kesehatan." Cibir Celina. Sejak dulu dia tau kalau Dion tidak makan junkfood dan pemilih.
"Apa salahnya sesekali makan junkfood." Ucap Celina sembari menggigit burger hingga memenuhi mulut.
"Lalu siapa yang akan menjaga kalau bukan diri sendiri." Sahut Dion. Wajahnya begitu serius menanggapi cibiran Celina. Tipe lelaki seperti Dion memang tidak bisa di ajak bercanda, terlalu kaku dan serius.
"Aku tau, tapi terlalu lebihaann." Jawab Celina cepat. Mulutnya yang dipenuhi membuat suaranya terdengar lucu.
Dion melirik sekilas, lagi - lagi dia menggelengkan kepala melihat tingkah Celina.
"Habiskan dulu makanannya, baru bicara." Tegur Dion datar. Celina hanya mencebikkan bibir, kemudian menghabiskan burger tanpa bersuara lagi.
"Sampai kapan kak Dion mau berkerja sama Papah.?"
"Emangnya berapa umur kakak.? Apa nggak berfikir untuk menikah.?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Celina langsung membuat Dion mendadak menepikan mobil.
"Kenapa.?" Tanya Celina bingung. Apa lagi ekspresi wajah Dion yang terlihat kaget seperti menyembunyikan sesuatu.
"Apa aku salah bicara.?" Tanya Celina lagi. Sayangnya Dion masih bungkam, terlihat kesulitan untuk menjawab.
"Lupakan.! Anggap aja aku nggak pernah menanyakan hal itu."
Celina menyeruput lemon tea hingga habis, lalu menyibukkan diri dengan ponsel.
Dion juga tidak memberikan tanggapan sama sekali, dia kembali melajukan mobilnya begitu Celina tidak menatapnya lagi.
...*****...
"Hay sayang, kemana saja kamu,," Lusy langsung memeluk putrinya yang lebih dari 2 minggu tidak datang ke rumah. Dia memberikan kecupan di kedua pipi Celina dan dahinya. Tidak ada reaksi apapun dari Celina, dia memasang wajah datar.
"Aku dengar Mama dan Papa baru saja pulang dari London." Celina melepaskan pelukan Lusy dan melenggang masuk ke ruang keluarga.
"Ahh iya, Mama sudah menghubungimu tapi tidak bisa." Lusy mengulas senyum. Meski sikap Celina selalu dingin padanya, namun Lusy bersikap biasa saja. Dia tidak berusaha untuk mencari tau penyebab Celina bersikap seperti itu padanya.
"Ayo masuk Dion,,"
Celina langsung menoleh, perintah sang Mama yang menyuruh Dion untuk ikut kedalam membuat Celina mengerutkan kening. Jarang sekali Dion masuk ke area ruang keluarga, bahkan hanya beberapa kali Dion masuk ke ruang keluarga selama 5 tahun bekerja dengan Tuan Adiguna.
Dion mengangguk sopan, lalu berjalan mengikuti langkah Celina dan Mama Lusy.
"Dimana Papa.?" Celina menjatuhkan diri di sofa, bersender di sana dan melipat kedua tangan di dada. Dia tidak pernah merasa nyaman setiap kali bertatap muka dengan orang tuanya. Dia merasa asing meski mereka adalah orang tua kandungnya sendiri.
"Sebentar lagi akan turun." Jawab Mama Lusy.
"Kenapa hanya berdiri.? Ayo duduk." Ujarnya pada Dion. Laki - laki itu tersenyum canggung, kemudian duduk 1 sofa dengan Celina meski membuat jarak.
"Kalian sudah datang,," Tuan Adiguna tersenyum lebar menyambut kedatangan putrinya dan Dion.
Celina mulai curiga. Dia bisa membaca situasi yang sedang terjadi saat ini. Raut wajah kedua orang tuanya terlihat berbeda, seakan lebih ceria dari biasanya. Di tambah dengan Dion yang hanya diam seribu bahasa. Ekspresinya menunjukan ada hal besar yang dia sembunyikan.
"Bagaimana dengan kuliah kamu sayang.?" Tanya Tuan Adiguna.
Celina diam sejenak. Pertanyaan sang Papa seolah memberikan peluang segar untuknya yang ingin menata hidup dan membuka lembaran baru tanpa harus dibayang - bayangi masa lalu yang kelam.
"Tidak sesuai harapan, sangat membosankan. Aku ingin pindah kuliah ke Amerika saja." Jawab Celina cepat. Tiba - tiba saja dia ingin pindah ke Amerika, setidaknya disana dia bisa melupakan cintanya pada Vano.
"Pindah ke Amerika.?" Tuan Adiguna kembali mengulangi ucapan Celina. Anggukan Celina langsung mendapatkan reaksi keras dari sang Papa.
"Papa tidak setuju.! Bahkan tidak akan mengijinkan kamu tinggal di luar negeri." Serunya tegas.
"Tapi Pah,,,
"Celina,, Papa menyuruhmu pulang bukan untuk membahas tentang kuliahmu." Ucapnya.
"Papa ingin kamu dan Dion menikah." Celina seketika terdiam. Dia yang terlihat bingung sendiri di antara mereka. Secara bergantian menatap kedua orang tuanya dan menatap Dion dengan tatapan penuh tanya untuk meminta penjelasan.
"Sayang, Mama mohon menikahlah dengan Dion. Mama akan bahagia kalau kamu menikah dengan orang yang tepat. Dion laki - laki yang baik, Mama mengenalnya selama 5 tahun terakhir. Dia pasti bisa menjaga dan melindungi kamu dengan baik."
Mama Lusy mulai mengeluarkan suara untuk membujuk Celina. Sementara itu, Dion langsung menundukkan pandangan saat Celina menatap ke arahnya.
"Kak.! Apa maksudnya.?" Tanya Celina tegas. Bukannya merespon ucapan kedua orang tuanya, Celina justru meminta penjelasan dari Dion.
"Celina, keputusan ini atas kesepakatan Papa dan Mama. Dion akan setuju kalau kamu juga setuju. Jadi percuma saja kamu meminta penjelasan dari Dion." Tuan Adiguna mencoba melindungi Dion dari tatapan Celina yang terlihat sedang mengintimidasi.
"Memangnya siapa yang akan menikah.? Kenapa harus Mama dan Papa yang mengambil keputusan.?" Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Celina selain memberikan protes.
"Lagipula aku baru saja masuk kuliah, usiaku baru 18 tahun Mah, Pah. Kenapa harus membahas pernikahan.?"
Celina tidak habis pikir dengan keputusan kedua orang tuanya. Mereka seenaknya menjodohkannya dengan Dion.
"Kami tidak menyuruh kalian untuk menikah dalam waktu dekat, mungkin satu atau dua tahun lagi." Ujar Tuan Adiguna.
Celina menghembuskan nafas kasar. Dia kembali menatap Dion yang hanya memasang wajah serius namun tidak berani bersuara.
"Aku ingin bicara berdua dengan kak Dion." Ucap Celina sambil menatap kedua orang tuanya. Dia seolah memberikan kode pada mereka untuk meninggalkan ruang keluarga.
"Baiklah, sepertinya kalian memang harus bicara 4 mata."
"Papa tidak ingin mendengar bantahan, coba pertimbangkan baik - baik." Ujar Tuan Adiguna sebelum meninggalkan ruangan. Dia juga menggandeng sang istri untuk beranjak dari sana.
Celina dan Dion saling pandang untuk beberapa saat.
"Kak Dion bercanda.? Kita nggak saling mencintai, kenapa kak Dion setuju.?" Celina langsung mengajukan protes.
"Bukannya cinta bisa tubuh seiring berjalannya waktu.?" Tanya Dion ragu.
"Kita bisa memulai dari awal untuk saling mengenal lebih jauh." Dion memberikan tatapan teduh yang membuat Celina semakin yakin untuk menolak perjodohan itu. Dia merasa tidak pantas untuk laki - laki sebaik Dion.
"Mengenal lebih jauh.? Aku rasa bukan cinta yang akan tubuh, tapi kak Dion justru akan merasa jijik padaku." Celina tersenyum miris. Dia yakin Dion akan mundur jika tau tentang masa lalunya yang kelam.
"Kak Dion nggak tau siapa aku, aku hanya wanita mura,,,
"Aku tau semuanya sejak 2 tahun terakhir." Seru Dion memotong ucapan Celina.
Pengakuan Dion membuat Celina tidak bisa berkata - kata. Pikirannya seketika kacau, takut jika kedua orang tuanya juga mengetahui semuanya.
menginginkan yang lebih baik tapi sendirinya buruk . ngaca wooy 🙄
lagian celina kan kelakuannya doang yg buruk . hatinya mah melooooow 😂
Vano VS celine(rusak)