Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Kabar tentang kedekatan Ratu dan Grand Duke akhirnya sampai ke telinga Cassian. Kini, ia berdiri di hadapan Corvina dengan wajah dingin, sorot matanya tajam dan penuh amarah yang tertahan. Udara di kamar Cassian terasa berat seolah setiap helaan napas bisa memicu ledakan.
“Ada apa, Yang Mulia, memanggil saya malam-malam begini?” tanya Corvina akhirnya.
Ia sudah menunggu cukup lama, tapi Cassian tak kunjung membuka mulutnya. Pria itu hanya berdiri di sana, diam, menatap wajah Corvina dengan tatapan sulit diartikan, antara marah, rindu, dan rasa yang tak ingin diakui.
"Apa kamu wanita seperti itu, Ratu?" Akhirnya Cassian membuka suaranya, dengan nada yang dingin dan menusuk.
Corvina menatapnya tanpa gentar. “Seperti apa yang Anda maksud, Yang Mulia Kaisar?”
“Kau tahu apa yang kumaksud,” balas Cassian, nadanya mulai meninggi. “Jangan berpura-pura tidak tahu.”
Corvina tersenyum tipis. “Ah, kalau yang Anda maksud hubungan saya dengan Grand Duke Theon … Anda ingin penjelasan yang jujur, atau yang sesuai dengan rumor yang Anda dengar?”
Cassian mengepalkan tangan, menahan emosi. “Jangan bermain kata denganku, Corvina. Seluruh istana membicarakanmu. Mereka bilang kau membiarkan pria keluar masuk istanamu seperti rumah pelacuran!”
Corvina mendengus pelan, lalu menatap Cassian lurus-lurus. “Lucu. Bahkan suamiku sendiri percaya akan rumor itu, lebih parahnya lagi menyebut istanaku sebagai rumah pelacuran.” kata Corvina, "sepertinya aku tidak perlu menjelaskan lagi."
"Kau ini istriku, Ratu! beraninya kau berprilaku rendah seperti itu. Jika kau haus belaian kenapa kau tidak datang saja kepadaku?"
Corvina tertawa kecil, tawa yang terdengar dingin dan getir. “Datang padamu? Untuk apa? Agar aku bisa duduk sendirian di kamarmu sementara Anda sibuk memeluk selirmu?”
Cassian terdiam, rahangnya mengeras. “Jaga bicaramu, Corvina.”
“Kenapa? Terlalu jujur, ya?” Corvina melangkah maju, suaranya semakin rendah tapi menusuk. “Aku tidak butuh belaian dari pria yang bahkan tidak bisa membedakan antara cinta dan obsesi kekuasaan.”
Cassian menggertakkan giginya. “Kau melewati batas.”
Corvina menatapnya tanpa gentar. “Batas? Yang mana, Yang Mulia? Batas kesetiaan? Anda lah yang pertama melanggarnya.”
Cassian membalas tatapannya, tapi di balik kemarahannya ada sesuatu yang lain, rasa sakit yang tak ingin ia tunjukkan. “Kau pikir aku tidak peduli padamu?”
“Kalau peduli, kau tak akan membiarkan dunia mempermalukanku begini,” jawab Corvina pelan, suaranya bergetar tapi matanya tetap tajam. “Kau lebih memilih percaya pada rumor daripada pada istrimu sendiri.”
Untuk sesaat, ruangan itu sunyi. Hanya terdengar napas berat Cassian dan suara detak jam di dinding. Lalu, dengan nada lebih rendah, Cassian berkata, “Kau benar-benar sudah berubah, Corvina.”
“Tidak,” jawab Corvina, menatapnya dalam. “Aku hanya berhenti berharap padamu. Dan, tentang hubungan ku dengan Theon, aku merasa dia lebih memahamiku, jadi aku merasa nyaman di dekatnya."
Cassian tertegun. Kata-kata Corvina seperti pisau yang menancap pelan tapi dalam. Ia mencoba tertawa, tapi suara itu terdengar lebih mirip erangan daripada tawa.
“Nyaman, ya?” ucapnya sinis. “Kenyamanan macam apa yang kau cari di pelukan laki-laki lain?”
Corvina menatapnya datar. “Yang tidak menatapku seolah aku hanya perhiasan tak berguna di singgasana.”
Cassian melangkah mendekat, jarak mereka hanya sejengkal. Tatapan matanya tajam, tapi ada luka di baliknya. “Dan kau pikir Theon melihatmu lebih dari itu?”
“Setidaknya dia tidak pernah memandangku sebagai wanita murahan seperti yang di rumorkan oleh selirmu,” jawab Corvina pelan, hampir berbisik. “Buka matamu, Yang Mulia. Agar Anda bisa melihat bagaimana kekasih Anda bertingkah."
Cassian terdiam, rahangnya mengeras. Tapi amarahnya tak lagi sekadar murka seorang Kaisar, itu amarah seorang pria yang merasa dikhianati.
“Berhenti bicara tentang hal yang tidak mungkin Meriel lakukan,” katanya dengan nada rendah, tapi bergetar. "Dia hanya gadis malang, dia bahkan akan menangis saat melihatku murung.”
Corvina menatapnya dengan tatapan getir. “Wah, Anda benar-benar pandai menilai, Yang Mulia.” decak Corvina, "Cinta Yang Mulia Kaisar ternyata begitu besar buat selir nya sampai menutup mata dari kebenaran."
Cassian melangkah lebih dekat lagi, hingga aroma parfum Corvina terperangkap di udara di antara mereka. “Jangan menganggapku seolah-olah aku ini pria bodoh,” ucapnya pelan, nyaris seperti ancaman. “Setidaknya Meriel tidak pernah membuatku kehilangan kendali seperti ini.”
“Ya, karena dia tahu cara berpura-pura lemah dan polos,” balas Corvina dingin. “Dan kau menyukai wanita yang seperti itu.”
Cassian mengepalkan tangan. “Kau bicara seolah tahu segalanya.”
“Aku cukup tahu,” jawab Corvina cepat. “apa Yang Mulia lupa, Meriel dulu nya pelayan pribadiku lalu dia mengkhianati tuan nya.”
Cassian maju selangkah lagi. Kini jarak mereka begitu dekat hingga napasnya terasa di wajah Corvina. “Hati-hati dengan kata-katamu, Corvina.”
Corvina tidak bergeming. “Atau apa? Kau akan menghukumku karena mengatakan yang sebenarnya?”
Cassian menarik napas tajam, lalu menatapnya dengan tatapan yang membakar. “Kau tidak tahu apa yang sedang kau katakan.”
“Aku justru sangat tahu,” Corvina membalas tanpa goyah. “Kau hanya takut, karena untuk pertama kalinya, perempuan yang kau kira bisa kau kendalikan tidak sesuai kehendakmu.”
Tatapan Cassian bergetar antara marah dan tersayat. Ia memegang bahu Corvina, bukan lembut, tapi juga bukan kasar, seolah ingin menghentikan kata-kata yang keluar dari mulutnya. “Kau membuatku gila, Corvina.”
Corvina menatap balik, suaranya hampir berbisik tapi tajam bagai belati. “Mungkin itu hukuman yang pantas, Cassian. Karena terlalu lama kau pikir dunia ini hanya akan berputar sesuai kehendakmu.”
Hening menelan ruangan. Napas keduanya berat, dan untuk sesaat, batas antara cinta dan kebencian nyaris lenyap terkubur dalam tatapan yang terlalu dalam untuk diartikan.
bertele2