NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang tertidur lama

Kamar kos itu kembali sunyi. Hanya suara kipas angin kecil yang berputar pelan, mengaduk hawa panas malam. Devan yang tadinya terlelap tiba-tiba membuka mata. Tubuhnya gelisah, terasa dingin. Ia hendak mengubah posisi ketika pandangannya menangkap sesuatu yang membuatnya terdiam.

Arash.

Sedang tidur di lantai, beralaskan sajadah tipis, berselimut seadanya.

Devan langsung duduk perlahan, menatap lama tanpa berkata apa-apa. Ada sesuatu di dadanya yang bergerak—entah kesal, entah kaget, entah… tersentuh.

“Dasar bodoh,” gumamnya lirih, tidak yakin kata itu ditujukan pada Arash atau dirinya sendiri.

Ia turun dari kasur. Berlutut di lantai.

Wajah Arash tampak damai… dan sangat lelah. Rambutnya sedikit berantakan, napasnya teratur, pipinya memerah karena dingin. Devan meraih ujung sajadah itu—dingin sekali. Ia menyentuh tangan Arash… dingin juga.

Dengan gerakan hati-hati, Devan menyusupkan satu lengan ke bawah bahu Arash, satu lagi ke bawah lututnya.

Arash terangkat ringan dalam gendongannya.

Devan terkejut sejenak.

“Ringan amat…beneran jarang makan kali, ya?” gumamnya.

Ia membawa Arash ke kasur sempit itu. Meletakkannya perlahan, tidak ingin membangunkannya. Selimut tipis ditarik dan ia betulkan dengan rapi, menutupi tubuh Arash sampai bahu.

Devan hendak bangkit. Tapi langkahnya tertahan ketika melihat wajah itu lagi—tenang, polos, tanpa pertahanan seperti biasanya.

Perlahan, Devan duduk di samping Arash, kemudian berbaring miring menghadapnya. Tangannya bergerak sendiri, menyentuh helai rambut yang jatuh di pipi Arash.

“Cantik banget, ternyata…” gumamnya tanpa sadar. Suaranya pelan, hampir tidak terdengar.

Ia terdiam sesaat. Lalu, entah didorong apa, Devan menarik Arash ke dalam pelukannya. Tangannya melingkari pinggang Arash, memeluk lembut namun erat.

Arash, yang tertidur sangat nyenyak, merespons secara alami—ia bergerak mendekat, menempel di dada Devan. Seakan tubuhnya mengenali kehangatan itu dan memilih mencari perlindungan.

Devan tersenyum kecil, sebuah senyum yang bahkan ia sendiri tidak sadari.

Dalam gelap kamar sempit itu, untuk pertama kalinya, Devan Adhitama tidur tanpa terbebani apa pun.

......................

Pagi harinya, cahaya subuh menyelinap masuk melalui celah jendela kecil. Arash menggerakkan jari, lalu membuka mata perlahan.

Dan tubuhnya membeku.

Ia berada dalam pelukan Devan.

Kepalanya menempel di dada pria itu.

Lengannya melingkari pinggang Devan.

Kasur sempit itu penuh oleh mereka berdua.

“ASTAGFIRULLAHHH—”

Arash menahan teriakannya, menutup mulut dengan cepat. Ia menatap Devan yang masih terbaring tak bergerak, wajahnya tampak damai seperti seseorang yang tidur pulas sepanjang malam.

“Kok bisa?? Aku kan tidur di lantai tadi malam…!”

Ia segera melepaskan diri perlahan-lahan, tubuhnya kaku seperti robot. Begitu kakinya menyentuh lantai, ia langsung mundur, mengambil mukena dan perlengkapan sholat dengan panik.

Devan masih tidak bergerak.

Arash menahan napas.

Lalu pergi ke kamar mandi, mengambil wudu. Setelah itu, ia menggelar sajadah tepat di depan kasur dan mulai sholat Subuh.

Suara pelan doa mengisi ruangan.

Di kasur, Devan membuka matanya.

Ia melihat punggung Arash yang tegak, sujud dengan khusyuk, mukena putihnya jatuh sampai menyentuh lantai.

Untuk beberapa detik, Devan hanya memandang. Ada sesuatu yang lama tertidur dalam dirinya terasa tersentuh.

Sudah bertahun-tahun ia tidak melakukan ini. Bahkan mungkin… ia hampir lupa rasanya.

Arash menyelesaikan salam penutup, lalu merapikan mukena. Saat ia berdiri, Devan sudah duduk tegak di pinggir kasur.

Arash terlonjak kaget.

“Pak! Bapak sudah bangun?”

Mampus. Mampus. Mampus. MAMPUS.

Devan bangkit tanpa berkata apa-apa, berjalan ke kamar mandi.

Arash diam mematung.

Beberapa menit kemudian, Devan keluar. Wajahnya basah, rambut sedikit menetes, dan tanpa penjelasan apa pun…

Ia mengambil sajadah Arash.

Arash memelotot.

“Ba—Bapak… mau apa?”

Devan tidak menjawab.

Ia hanya berdiri di atas sajadah itu…

melihat arah kiblat…

lalu mengangkat tangan.

“Allahu akbar.”

Arash terpaku. Nyaris lupa bernapas.

Devan sholat.

Dengan gerakan yang masih ia ingat meski sudah lama tidak dilakukan. Tidak sempurna, tapi tenang. Hening. Dengan napas teratur.

Saat ia sujud, Arash merasakan dadanya hangat… entah kenapa.

Sholat itu selesai dalam dua rakaat yang pelan dan rapi. Devan kemudian melipat sajadah, menaruhnya di meja, dan baru menatap Arash.

Hening beberapa detik.

Lalu ia bicara.

“Jangan lihat saya seperti saya habis melakukan keajaiban,” gumamnya.

Arash terkejut. “Saya… tidak bilang apa-apa.”

“Tapi kau mikir macam-macam,” balas Devan datar.

Arash menunduk cepat, tersipu.

Devan merapikan rambutnya, memasang expressionless face seperti biasa.

Namun suaranya… lebih ringan, lebih manusiawi.

“Terima kasih… sudah bangun lebih dulu.”

Arash kaget setengah mati.

Devan… bilang terima kasih?

Devan mengambil jaketnya, bersiap pergi.

“Kita berangkat ke kantor jam delapan. Dan—”

Ia menatap Arash sebentar, matanya dalam.

“Jangan tiduran di lantai lagi. Bodoh sekali.”

Arash membuka mulut hendak protes, tapi Devan sudah keluar kamar, meninggalkan detak jantung yang masih kacau dan pagi yang tiba-tiba terasa jauh lebih hangat.

1
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!