“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”
Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.
Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Getaran Rahasia dari Dalam Lembah
Setelah kadal raksasa itu tumbang, Li Yao keluar dari balik semak-semak dan menghampiri Yue Xian.
“Apakah kadal itu benar-benar sudah mati?” tanya Li Yao dengan pelan.
Yue Xian mengangguk, meskipun di raut wajahnya masih menunjukkan ekspresi kebingungan.
“Sepertinya begitu… tapi aku sendiri tidak yakin. Padahal sebelumnya kadal itu sedang bertarung sengit denganku, tapi tiba-tiba saja ia ambruk sendiri.”
“Oh, kukira Nona Yue yang berhasil menghabisinya,” kata Li Yao santai seolah tidak tahu apa apa.
Yue Xian hanya mendengus kecil. “Ya sudahlah. Yang penting makhluk itu sudah mati. Sekarang lebih baik kita melanjutkan pencarian bahan ketiga dan secepatnya keluar dari tempat ini.”
Mereka pun akhirnya melanjutkan pencariannya kembali, semakin dalam mereka menyusuri Lembah Kuno, udara disekitar mereka terasa semakin berat. Kabut yang tadinya putih lembut kini berubah menjadi keunguan pekat, menyelimuti segalanya dengan nuansa aneh, seolah olah memberikan peringatan samar bahwa wilayah ini bukan tempat yang seharusnya mereka masuki.
Li Yao terus memperhatikan sekelilingnya, mata dan indranya terus bekerja dengan penuh kewaspadaan. Sesekali ia melihat tanaman-tanaman langka yang menarik perhatiannya, kemudian mengambilnya untuk bahan bahan yang ia perlukan. Beberapa mungkin berguna untuk ramuannya dan sebagian yang lainnya terlalu berbahaya untuk disentuh.
Setelah hampir dua jam berjalan menyusuri area terdalam lembah, Yue Xian tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Aroma ini… sangat kaya akan obat,” gumamnya.
Ia menoleh ke arah semak semak yang memancarkan cahaya biru lembut di bawah cahaya kabut.
“Itu dia… Jalinan Daun Rembulan.” katanya, sambil menunjuk ke arah tanaman yang bersinar cahaya biru.
Tanaman itu tumbuh menyusuri dinding batu, dengan daun menyerupai benang tipis berkilau dan mengeluarkan aroma tajam yang menenangkan.
Yue Xian segera memetiknya dengan hati-hati. “Ini salah satu dari tiga bahan utama Serbuk Cahaya Roh Ilahi.”
Li Yao kemudian mendekat dan menghirup tanaman itu. “Aroma obatnya sangat murni,”
Setelah mendapatkan tiga bahan utama, mereka kini hanya perlu mengumpulkan empat bahan pendamping. Setelah pencarian yang cermat, mereka akhirnya berhasil menemukannya satu per satu:
Biji Teratai Es Hitam, Tanaman Kristal Embun Murni, Tanaman Racun Jarum Malam, dan Getah Ular Kabut.
Dengan tambahan Akar Leleh Tulang, Bunga Kabut Roh, dan Jalinan Daun Rembulan, lengkaplah tujuh bahan penting yang dibutuhkan untuk membuat Serbuk Cahaya Roh Ilahi.
Namun tidak semuanya mudah ditangani. Tiga dari tujuh bahan itu merupakan tanaman beracun mematikan, masing-masing memiliki karakteristik berbeda:
Akar Leleh Tulang, jenis yang lebih ganas dari versi yang ditemukan di tambang atau sekte Langit Beracun. Tanaman Jarum Malam, racunnya dapat menyerang sistem saraf dalam waktu persekian detik, dan Getah Ular Kabut, racun kabut yang bisa membutakan atau membuat seseorang hilang kesadaran secara perlahan.
Sementara itu, empat tanaman lainnya adalah bahan obat langka yang sangat sulit dimurnikan. Bagi Li Yao, inilah tantangan sesungguhnya. Ia belum pernah meracik bahan-bahan ini sebelumnya, namun nalurinya merasa tertantang dan ingin mencoba meracik kombinasi antara racun dan obat yang kompleks ini.
Yue Xian akhirnya angkat suara. “Saudara Li, kita sudah mendapatkan semua bahan bahannya… Lebih baik kita segera meninggalkan tempat ini sebelum terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.”
“Baiklah Nona Yue,” jawab Li Yao.
Dengan itu, mereka pun kembali menyusuri jalan menuju pintu masuk atau keluar Lembah Kuno.
Langkah mereka cepat mantap, namun tetap penuh kewaspadaan. Mereka tahu betul di tempat seperti ini rasa tenang bisa menipu. Para kultivator lain pun masih tersebar di berbagai penjuru lembah, dan mereka tak bisa memastikan siapa yang bisa dianggap teman ataupun musuh.
Saat mereka mendekati pintu masuk atau keluar lembah, suasana terasa sedikit lebih ringan. Tempat ini sebelumnya penuh dengan keramaian dan bisik-bisik para murid sekte, namun kini sebagian besar telah bergerak masuk lebih dalam.
Tepat ketika mereka hendak melangkah keluar sepenuhnya, Li Yao tiba-tiba berhenti.
Tubuhnya menegang seketika, pandangannya kosong beberapa detik sebelum dahinya mengernyit perlahan.
Yue Xian segera menoleh ke arah Li Yao dengan penuh kekhawatiran. “Saudara Li, Kenapa berhenti? Ada sesuatu?”
Li Yao tidak langsung menjawab. Ia perlahan mengangkat tangannya dan menyentuh liontin hitam yang tergantung di lehernya. Saat ini, liontin itu bergetar pelan.
Getaran itu sangat halus hampir tak terasa. Jika orang lain yang melihatnya, mungkin mereka akan mengira liontin itu sama sekali tidak bereaksi. Tapi bagi Li Yao, getaran itu terasa nyata, terasa hidup. Bukan seperti tanda bahaya melainkan seperti panggilan samar, seolah ada sesuatu yang memanggilnya dari arah lain.
Mata Li Yao menyipit dan pikirannya sekarang mulai bergejolak. Ia tidak pernah merasakan reaksi seperti ini lagi sejak meninggalkan Tambang Sekte Langit Beracun. Selama ini, liontin itu hanya menggantung diam di lehernya seperti benda mati. Namun hari ini, benda ini seperti hidup.
Yue Xian menatapnya penuh perhatian, “Saudara Li? Apa yang terjadi? Dari tadi kamu terlihat gelisah sejak keluar dari lembah.”
Li Yao mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Yue Xian, “Tidak ada apa apa Nona Yue."
Ia mencoba memegang liontin hitam itu perlahan. Meski tidak bersinar, permukaannya kini terasa hangat dan berdenyut pelan.
Dan saat itulah sebuah suara samar terdengar dalam benaknya.
“Sebelah utara, dua kilometer…”
Li Yao mendengar suara itu dengan sangat jelas, seolah olah bisikan itu ditanamkan langsung ke dalam kesadarannya. Ia segera menoleh ke arah utara. Di kejauhan, di balik kabut lembah yang menipis, menjulang sebuah gunung hitam yang megah dan misterius. Bentuknya menjulang tinggi, puncaknya menyentuh awan gelap, dan seluruh pegunungannya diselimuti kabut hitam serta aura yang menekan.
Saat melihatnya, ingatan akan mimpinya langsung terlintas di benaknya.
“Gunung itu… persis seperti yang kulihat dalam mimpiku…”
Pandangannya semakin tajam. “Tidak salah lagi… Itu pasti tempatnya,” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar oleh siapa pun.
“Nona Yue, Aku ingin pergi ke tempat itu terlebih dahulu.” Katanya sambil menunjuk ke arah gunung hitam itu.
Yue Xian langsung terkejut, wajahnya seketika berubah serius.
“Saudara Li, apa kamu serius? Tempat itu adalah wilayah terlarang. Bahkan di antara semua bagian di lembah ini, gunung itu termasuk yang paling berbahaya. Tak hanya karena formasi kabutnya, tapi karena… tanaman racun di sana jauh lebih mendominasi daripada tanaman obat.”
“Bahkan tetua-tetua sekte yang ahli dalam racun pun berpikir dua kali untuk masuk ke sana. Tak ada peta, tak ada penuntun. Kau bisa tersesat dan tidak akan pernah kembali.”
Li Yao tahu resiko ini jauh lebih besar dari yang bisa ia bayangkan. Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang terus mendorong… sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar rasa penasaran. Seperti ada takdir yang sedang menantinya di sana.
Dengan suara tenang namun tegas, ia berkata,
“Ada sesuatu yang ingin aku cari disana. sebaiknya Nona Yue kembali terlebih dahulu. Kita bisa bertemu lagi tiga hari dari sekarang di penginapan Mata Air Timur.”
Yue Xian terdiam. Ia bisa melihat tekad bulat di mata pemuda ini. Bukan kegilaan… tapi keyakinan. Ia tahu tidak ada gunanya mencegahnya lebih jauh.
“Baiklah, Aku akan menunggumu selama tiga hari. Tapi kalau sampai hari keempat kamu tidak muncul… aku pastikan akan mencarimu ketempat itu.”
Li Yao tersenyum tipis dan mengangguk.
“Terima kasih Nona Yue.”
Tanpa menoleh lagi, ia kemudian berbalik dan melangkah menuju utara, menembus jalur berbatu yang mengarah ke gunung hitam yang menjulang tinggi.
Liontin di lehernya masih bergetar lembut, seolah olah menyambutnya ke dalam takdir yang selama ini menunggunya.