Menjadi seorang koki disebuah restoran ternama di kotanya, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ayra. Dia bisa dikenal banyak orang karena keahliannya dalam mengolah masakan.
Akan tetapi kesuksesan karirnya berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya yang begitu menyedihkan. Ia selalu dimanfaatkan oleh suami dan mertuanya. Mereka menjadikan Ayra sebagai tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seorang pria kaya raya bernama Daniel yang terkenal dingin dan kejam. Ayra dipaksa menjadi koki pribadi Daniel dan harus memenuhi selera makan Daniel. Ia dituntut untuk membuat menu masakan yang dapat menggugah selera Daniel. Jika makanan itu tidak enak atau tidak disukai Daniel, maka Ayra akan mendapatkan hukuman.
Bagaimana kah kisah Ayra selanjutnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu_ Melani_sunja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayra terancam
Ayra berjalan sendiri di pinggiran jalan kota kecil itu. Namun dari kejauhan, Daniel dan Bram masih tetap mengawasinya dari dalam mobil.
Ia mulai memasuki gang menuju rumah Safar, sebelum benar benar menuju rumahnya, Ayra sengaja berbelok untuk melihat tempat di mana Safar dan Rayyan biasa menongkrong.
Dan, benar saja, ia melihat Safar tengah berbicara dengan beberapa teman tongkrongan.
Ayra mendekat, ia berdiri dan tersenyum padanya. Awalnya, Safar sempat syok dan ingin kabur, tapi dengan cepat Ayra menarik lengannya dan meyakinkannya.
"Tunggu dulu Safar! Aku ingin bicara padamu!"
Safar berhenti, ia menoleh sekilas ke arah kawan kawannya, lalu beralih menatap Ayra.
"Ikut aku!" ucapnya.
Ayra berjalan mengikuti Safar, melewati perumahan kumuh di sudut kota kecil itu.
Dari dalam mobil, Bram yang memantau Ayra sempat khawatir dan ingin pergi menjemputnya. Akan tetapi, Daniel segera mencegahnya.
"Tunggu saja di sini Bram, aku yakin dia tidak akan mencelakai gadis itu!" ucapnya.
"Tapi tuan, Safar membawa Ayra ke tempat yang sepi dan jauh, aku takut..." Bram terdiam, tak lagi melanjutkan ucapannya. Ia sadar jika sikapnya yang berlebihan itu akan menimbulkan kecurigaan bagi Daniel.
"Takut apa?!"
Daniel menatap dalam-dalam, sedangkan Bram mulai nampak gugup. Ia menelan ludah sambil mengusap pelipisnya berulangkali.
"Aku hanya takut dia celaka tuan, dia sudah tidak memiliki keluarga," ucapnya tanpa membalas tatapan Daniel.
Daniel menghela nafas, "Kamu menyukainya...?" tanyanya penuh selidik.
Seketika Bram menoleh, " Tidak, tidak tuan! Aku tidak menyukainya!" jawabnya sedikit gugup.
Daniel beralih menatap layar laptop, mengawasi gerak gerik Ayra dan Safar.
Lalu ia melirik Bram lagi, yang juga tengah memperhatikan layar.
"Aku tahu kamu berbohong Bram," batinnya.
Di tempat lain, Ayra di bawa ke salah satu gedung kosong di pinggir kota. Ayra mengamati sekelilingnya, hatinya berdebar merasa khawatir jika sewaktu-waktu Safar akan mencelakainya. Namun ia tetap berusaha untuk tenang.
"Kenapa aku dibawa kemari?" tanya Ayra sambil sesekali membenarkan headset yang tertutupi rambutnya.
Safar berdiri membelakanginya, menghadap ke jendela menatap jauh ke depan.
"Apa yang kamu mau bicarakan?"
"Aku, aku hanya ingin menanyakan keberadaan mas Rayyan, di mana dia sekarang?"
"Lupakan saja dia! Dia itu pria brengsek! sekarang dia sudah menikah lagi dengan wanita lain di sana!"
"Hah...?! Tapi aku ini..."
"Rayyan itu licik! Dia hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri, jika tahu akan begini, aku tak sudi membantunya kabur dari cengkeraman tuan Daniel!"
Ayra terdiam, meskipun Rayyan kerap menyakitinya, tapi tak dipungkiri, mendengar ia telah menikah lagi, membuat hati Ayra sedikit tergores.
Safar membalikkan badannya, berjalan mendekat ke arah Ayra berdiri.
Bersamaan dengan itu, Bram yang mengawasi dari layar laptop, ikut berdiri, pikirannya tak bisa tenang melihat Ayra berada dalam bahaya seperti itu.
Ia segera menghubungi anak buahnya, dan meminta mereka untuk lebih mendekat dalam mengawasi Ayra dan Safar. Melihat kepanikan Bram, Daniel menjadi semakin yakin, jika Bram juga memiliki rasa pada Ayra. Diam diam Daniel memperhatikan Bram dengan tatapan tak suka.
"Minta anak buahmu untuk menggrebek mereka dan menangkap Safar, Bram!"
Bram menoleh, memperhatikan wajah Daniel yang terlihat tidak bersahabat dengannya.
"Baik tuan..."
Lalu Bram memerintahkan anak buahnya, untuk langsung bertindak menangkap Safar.
***
Di dalam gedung, Safar telah berdiri berhadapan dengan Ayra yang masih tertunduk. Safar mengangkat wajah Ayra perlahan, membuat Ayra tersentak dan segera menjauh.
"Untuk apa memikirkan suami mu? Sedangkan dia sama sekali tak memikirkan mu?! Dia itu licik, sangat licik. Dia sudah membawa ibu dan adiknya ke sana, dia juga tidak memberi ku uang sepeser pun! Semua uang dia yang pegang dan aku malah jadi gelandangan!"
"Di mana mereka sekarang?!"
"Apa yang aku dapat jika aku memberi tahu di mana dia sekarang?"
"Aku, aku akan memberi mu uang?!"
Safar mengerenyit, lalu terkekeh.
"Dari mana kamu punya uang? Bukannya selama ini uang hasil kerja mu sudah habis untuk menghidupi keluarga Rayyan?"
"Aku masih punya simpanan, aku akan mentransfernya, jika kamu memberi tahu keberadaan mas Rayyan!"
"Kamu tidak sedang mempermainkan ku kan?"
"Tidak! Aku serius. Bahkan kalau kamu mau, aku bisa memberimu uang yang lebih banyak lagi!"
"Hahaha...omong kosong apa ini Ayra?!"
"Aku tidak bohong! kalau kamu mau mengakui kesalahan mu pada tuan Daniel, maka hidup anak dan ibumu akan dijamin oleh tuan Daniel! Mereka akan sejahtera dan kamu tidak akan lama mendekam di penjara!"
Safar memicing, lalu dengan cepat ia mencengkal dan menarik lengan Ayra.
"Apa maksudmu! Kamu mata mata tuan Daniel?!"
"Ah...! Lepasin aku Safar! Aku bukan mata matanya, aku hanya ingin berusaha membantu mu!" kata Ayra sambil menahan tangan Safar.
"Cih...! Berani beraninya kamu menipu ku Ayra!! Setelah suami mu, kini kamu yang menipuku! Aku seperti ini juga karena ulah suami mu yang penipu itu!!" pekik Safar tepat di telinga Ayra.
"Sumpah demi apapun! Aku tidak ingin menipu mu seperti mas Rayyan! Aku hanya ingin membantu mu! percayalah Safar!!"
Safar tidak percaya begitu saja, ia menarik lengan Ayra dan menekuknya kebelakang.
"Auu...! Lepasin aku Safar!!"
"Tidak akan pernah!!
Di mobil, Bram sudah tak bisa lagi tinggal diam, ia mengeluarkan pistol. Lalu keluar mobil mencari keberadaan Ayra, tanpa lagi memperdulikan Daniel yang semakin terlihat cemburu.
"Ckk...!!" Daniel berdecak, lalu ikut mengeluarkan pistol dan menyusul Bram.
Sementara itu, Safar juga tak mau tinggal diam, ia mengeluarkan pisau kecil lalu ia ancam Ayra dengan pisau tersebut dengan menaruhnya di leher Ayra.
Ayra tidak dapat bergerak, ia menahan dirinya agar ia tidak terluka sambil terus mencoba untuk bernegosiasi.
"Jadi sekarang kamu sudah bekerjasama dengan tuan Daniel, hemm...?"
"Tidak Safar! Aku tidak bekerja sama dengan nya, justru aku ingin menyelamatkan mu dan keluarga mu! percayalah!!"
"Kamu pikir jika aku mengakui kesalahan ku dan membongkar semuanya, tuan Daniel akan membebaskan ku? Aku tahu betul bagaimana karakter pria itu!"
"Tidak, dia tidak akan melakukan apapun, dia justru akan membantu keluarga mu, karena kamu dianggap telah membantu nya!"
"Omong kosong!! Sekarang kamu ikut aku! Aku akan segera mengirimmu ke neraka! setidaknya aku bisa balas dendam meskipun bukan pada Rayyan!" Ancam Safar sambil terus menarik tubuh Ayra dengan paksa.
Dari arah belakang dan depan, anak buah Bram dan Daniel sudah datang. Mereka bersama sama menodongkan pistol ke arah Safar.
Melihat dirinya sudah di kepung, Safar mulai panik. Ia semakin menekan pisaunya ke leher Ayra dan nyaris melukainya.
"Jadi benar, kamu telah bekerja sama dengan mereka? Bagus! Artinya kamu sudah bosan untuk hidup!"
"Akhh...! Jangan Safar! semakin kamu menekan ku, maka nyawa mu semakin terancam!"
"Aku tidak peduli!" Safar semakin menekan tangan Ayra, ia berputar mengawasi mereka yang tengah menodongkan pistol padanya.