Felisha Rumi adalah seorang siswi SMA yang mendapatkan gelar ratu sekolah. Kecantikan yang kekayaan yang ia miliki sangat menunjang hidupnya menjadi yang paling dipuja. Namun sayang, Felisha merasa cinta dan kasih sayang yang ia dapatkan dari kekasih dan teman-temannya adalah kepalsuan. Mereka hanya memandang kecantikan dan uangnya saja. Hingga suatu hari, sebuah insiden terjadi yang membuat hidup Felisha berakhir dengan kematian yang tragis.
Namun, sebuah keajaiban datang di ambang kematiannya. Ia tiba-tiba terikat dengan sebuah sistem yang dapat membuatnya memiliki kesempatan hidup kedua dengan cara masuk ke dalam dunia novel yang ia baca baru beberapa bab saja. Dirinya tiba-tiba terbangun di tubuh seorang tokoh antagonis bernama Felyasha Arumi yang sering mendapatkan hinaan karena bobotnya yang gendut, kulit yang tak bersih, dan wajah yang banyak jerawat. Terlebih ... dirinya adalah antagonis paling tak tahu diri di novel itu.
Bagaimanakah Felisha menjalankan hidup barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monacim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERKELAHIAN
"Mau apa kalian?" tanya Felya bersedekap santai di hadapan Geng Sweet Pink.
Dhea berdecih mendengar pertanyaan itu. Ia menatap remeh Felya yang baru saja bertanya padanya.
"Mau kami apa? Eh, Felya. Lo tuh pernah jadi bagian dari kita. Masa nggak tau apa yang bakal kami lakuin ke lo yang udah nyari gara-gara sama salah satu dari kita. Apalagi itu ke gue. Lo tau pasti, Felya," jelasnya sambil tertawa remeh.
"Tapi biasanya yang bertindak kan gue. Terus siapa dong yang berani ngelawan gue? Gue sih nunggu aja siapa yang nyerang duluan," sahut Felya santai.
Dhea menoleh pada teman-temannya yang terlihat tak menyakinkan untuk melawan Felya. Ia berdecak dalam hati sebelum maju selangkah ke depan.
"Ya guelah. Gimana? Lo nggak takut ngelawan gue, kan?" Dhea menantang.
Giliran Felya yang terkekeh mengejek. Tangannya juga sudah tak sabar mengacak-acak wajah cewek rese di hadapannya ini. Maka detik kemudian, Dhea melayangkan tamparan pada pipi Felya sebanyak dua kali.
PLAK! PLAK!
Teman-teman Felya menutup mulut agar tak berteriak. Mereka terlihat girang sekali mendengar suara tamparan yang diberikan Dhea untuk Felya. Anehnya, Felya malah diam saja setelah mendapatkan dua tamparan.
"Kenapa lo nggak balas? Bingung? Atau lo takut bakal kami keroyok?" tanya Citra bersedekap pogah.
DING!
[Misi terbaru untukmu. Lawan Citra hingga dia tak bisa lagi melawan. Kerahkan semua tenagamu. Tunjukkan sisi antagonismu yang kuat.]
Felya menyeringai. "Okay," sahutnya.
Tanpa aba-aba Felya meninju wajah Dhea dengan keras hingga Dhea terjatuh ke tanah.
BUGH!
"Aaaaarrgh!" Dhea memekik.
"DHEA!" pekik teman-temannya.
"Anjir digampar!"
"Eh Felya! Lo tuh—"
Felya menarik kerah baju Dhea agar berdiri kembali. Felya benar-benar seperti mempunyai kekuatan lebih. Dengan mudah ia membuat Dhea bangkit kembali dengan keadaan cewek itu yang menangis.
"Lo sendiri kan yang nantangin gue? Rasain nih!"
BUGH! PLAK! BRUK!
Felya meninju, menampar, dan mendorong tubuh Dhea dengan keras hingga cewek itu memekik kesakitan. Teman-teman Dhea tak ada yang berani melerai, sebab Felya terlihat sangat buas. Dua dari mereka bergegas pergi untuk melaporkan pada guru. Felya hanya melirik mereka, tanpa mencegahnya. Ia maju ke depan hingga posisinya sekarang berdiri di hadapan Dhea yang sedang dibantu bangun oleh kedua temannya.
"Gue peringati lagi sama kalian semua. Terutama lo, Dhea! Gue nggak bakal diem aja diperlakuan nggak adil atau kalian punya niatan jahat ke gue! Gue bahkan nggak ragu bikin kalian masuk rumah sakit! Jadi kalau mau muka kalian tetap mulut, jangan ganggu gue!" ketus Felya.
Terdengar suara beberapa berlari dari arah belakang. Felya memejamkan matanya resah, lalu menoleh ke arah sana. Tampak dua teman Dhea bersama satu guru mendatangi mereka.
"Apa-apaan ini! Felya! Dhea!"
"Felya yang bikin Dhea babak belur, Pak. Tuh liat muka Dhea berdarah," adu Desi.
"Jangan playing victim lo pada!" cetus Felya tegas. "Pak, mereka berlima yang datangin saya. Mereka mau jahilin saya, Pak. Bapak tahu sendiri geng mereka tuh kelakuannya kek gimana! Saya aja dulu disuruh ngelakuin yang enggak-enggak."
"Jelas-jelas lo yang bikin gue luka kayak gini! Malah nyalahin gue," sela Dhea. "Pak, dia nampar saja, dorong saya, ninju wajah saya. Saya nggak mau tau dia harus dihukum!"
Felya menatap nyalang sambil menunjuk wajah Dh2qa dengan murka. "Elo yang nantangin ya, munafik! Lo tadi yang berlagak mau lawan gue. Kenapa? Nyali lo ciut kalau depan gue? Geli gue liat!"
"SUDAH! CUKUP!" pekik Pak Darham.
Tak ada yang bicara lagi. Mereka semua memendam emosi masing-masing sambil menunggu keputusan apa yang akan diambil Pak Darham.
"Kalian ini harusnya bersenang-senang. Diberi waktu buat berkeliling, bisa dipakai buat melihat-lihat dan foto-foto. Malah bertengkar kayak preman. Bapak nggak memihak siapapun, kalian berdua sama-sama salah! Yang satu nantangin dan yang satu tertantang. Akhirnya adu kekuatan. Bikin malu kalau ada orang sekitar sini yang liat! Pokoknya kalian berdua Bapak hukum! Ambil kantung plastik gede ke panitia camping. Kumpulkan sampah dan daun kering sampe penuh! Bapak tunggu hasil pungutan sampah kalian. Awas kalau nggak dikerjakan!"
Felya dan Dhea berdecak kesal dalam hati. Mereka sama-sama mendelik tajam penuh dengan gelora emosi. Apalagi Dhea yang mendapatkan banyak luka di wajahnya. Dhea nyaris menangis menahan amarah. Ia pergi lebih dulu dari sana dan diikuti oleh teman-temannya.
"Felya, kamu bisa dapat masalah kalau sampai Dhea ngadu ke orang tuanya. Kamu harus bisa bisa nahan emosi. Orang tua Dhea itu salah satu donatur di sekolah kita, Felya. Dia pasti ngadu. Kamu bakal dapat panggilan dari guru," ujar Pak Darham.
"Tapi dia duluan, Pak. Dia datangin saya sama lima teman dia. Dia nantangin. Dia bahkan nampar saya dua kali. Emang saya nggak boleh ngelawan?"
"Harusnya pas ditantang kamu lari. Lapor ke guru."
"Maaf, Pak. Tapi saya nggak terima harga diri saya direndahkan sama mereka. Apalagi dicap pengecut. Kalau saya ngelakuin seperti yang Bapak sarankan, mereka bakal besar kepala dan nganggap saya takut mereka. Selanjutnya? Mereka bakal lanjut tindas saya di sekolah. Bapak mungkin nggak paham, tapi anak zaman sekarang emang sesinting itu, Pak," tutur Felya sebelum meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, Sendrio dan Citra sedang berfoto bersama di depan kandang kuda. Sendrio fokus membidik cewek itu dengan kamera ponselnya. Senyuman manis Citra membuatnya ikut tersenyum.
"Udah belum? Kamu kok diem," tanya Citra.
Sendrio terkekeh sambil menurunkan kamera ponselnya. "Udah dapat banyak nih."
"Iiih! Jadi kamu ambil banyak dari tadi? Banyak aib aku kan?" rengek Citra.
"Enggak cantik kok," sahut Sendrio tersenyum geli.
"Hapus, Sen. Aku nggak mau kamu nyimpen aib aku," pinta Citra tak terima. Ia berusaha menggapai ponsel di tangan Sendrio.
"Nggak ada aib. Beneran."
Tiba-tiba atensi mereka tertuju pada Dhea dan teman-temannya. Dhea menangis sambil memegangi pipinya yang terluka. Cewek itu terus saja mengumpati nama Felya. Hal tersebut semakin membuat mereka berdua penasaran.
"Lo kenapa, Dhe?" tanya Sendrio.
Dhea menghentikan langkahnya sejenak. "Gara-gara Felya! Cewek perek itu bikin muka gue yang mulus jadi gini!" ketusnya kesal. Ia beralih menatap Citra yang terkejut. "Eh, lo peringati deh sana sodara tiri lo itu! Jangan macem-macem sana gue. Gue bisa aja ngadu ke bokap gue. Gue yakin dia bakal dikeluarin dari sekolah kalau sampai gue kenapa-kenapa!"
Citra menutup mulutnya. Ia tak menyangka Felya kembali berulah. Kalau sampai orang tuanya dipanggil, maka akan menjadi masalah buat Felya.
"Ternyata tuh cewek nggak berubah, ya," ucap Sendrio.