Awalnya Daniel tidak ingin dijodohkan dengan Hannah wanita pilihan ibunya. Karena, dia sangat mencintai Shofia, kekasih sekaligus tunangannya. Daniel merasa kesal karena Isabella menuduh Shofia berselingkuh dengan klien bisnisnya. Sehingga, dia menolak permintaan ibunya, akan tetapi, saat keduanya bertemu Daniel berubah pikiran dan mau menikahi gadis itu. Sebab, Hannah adalah penolongnya pada saat dia kecelakaan dua tahun yang lalu. Meskipun dia telah memiliki seorang tunangan, tapi dia bertekad untuk menikahi gadis pilihan ibunya. Lalu, bagaimanakah kelanjutan hubungan keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A-yen94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IPJ-23
"Sayang, ayo bangun. Kita akan ada perjalanan bisnis hari ini."
Hannah mengerjapkan matanya, ia mendusel manja pada sang suami,"Aku masih ngantuk Kak, bagaimana ini?"
"Ayo mandi dulu, nanti di pesawat kamu boleh tidur lagi!"
Hannah mendongak, "Gendong!"serunya manja.
Daniel mengecup bibir sang istri, dan menggendong tubuh istrinya tersebut. Ia memang sudah mandi barusan, tapi berhubung istrinya ini sedang mode malas jadi, ia pun merendam tubuhnya masuk ke dalam bath up, sehingga seluruh pakaiannya kini basah. Hannah yang melihat itu merasa bersalah, sehingga ia meminta maaf pada suaminya.
"Kok Kakak malah ikut masuk, maafkan aku ya. Seharusnya Kakak biarkan saja aku berendam sendiri, kenapa malah ikutan berendam?"
"Perjalanan bisnis masih lama sayang, aku hanya pura-pura saja. Aku ingin membangunkan kamu, sebab kamu tidur begitu nyenyak. Mungkin bawaan anak kita kali ya, kamu sekarang jadi suka tidur. Dan, aku ingin mengatakan padamu, saat ini aku hanya merasa mual sedikit saja. Apa yang dikatakan dokter sungguh ampuh, aku memang harus sering-sering berbicara denganmu."
Hannah menganggukkan kepalanya, "Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya." ia mendekatkan bibirnya pada bibir sang suami, Daniel menyambutnya dengan senang hati sambil tangannya bergerak naik melingkari pinggang sang istri. Sedangkan Hannah kini benar-benar dalam posisi intim. Ia dalam pangkuan suaminya, dan ia sadar seketika. Ia sedang hamil, ia takut kandungan kenapa-napa. Sehingga, ia tidak melanjutkan kegiatannya.
Begitu juga dengan Daniel, yang awalnya merasa kecewa tapi ia sadar Hannah sedang mengandung. Jadi, ia tidak boleh menyentuh Hannah terlebih dahulu sebelum kandungan Hannah dinyatakan kuat oleh dokter. Keduanya memakai handuk kimono yang telah disiapkan, kini Daniel membantu mengeringkan rambut istrinya. Setelahnya, ia mengeringkan rambutnya sendiri. Begitu selesai, ia mengenakan jas setelan favoritnya yaitu hitam. Begitupun dengan sang istri, ia memakai gaun panjang berwarna merah muda. Membuat kesan cantik, dan manisnya terpancar. Daniel merasa gemas dengan ikatan rambut Hannah, yang seperti remaja kekinian tersebut. Ia benar-benar bahagia sampai-sampai tanpa sadar memeluk pinggang sang istri dari belakang. Ia juga mendusel manja pada leher istrinya itu, membuat Hannah kegelian.
Plak...
Suara pukulan pada bokongnya membuat Daniel terkejut,"Aduh! Mama? Kenapa memukulku?"
Isabella menjewer telinga putranya, "Niel, ingat istrimu sedang hamil ya! Yang sabar tunggu saja, tunggu sampai trimester ke dua. Untuk sekarang, kalau kamu mau kamu bisa meminta Hannah untuk melakukan ini...." Ibu Daniel berbisik menjelaskan semuanya lada putranya.
"Oh kalau itu boleh ya Ma?"
Isabella menganggukkan kepalanya, "Sebenarnya sekarang pun boleh, tidak di larang. Hanya saja, kami orang tua jaman dulu selalu was-was dengan hal seperti itu. Apalagi kami pernah kehilangan Kakakmu, Niel. Kalau dia Hidup, mungkin saja dia nisa seperti kamu."
Daniel baru ingat, sebelum dia lahir ke dunia ini. Ia seharusnya memiliki seorang Kakak, usut punya usut Ibunya keguguran saat sedang kelelahan. Dan ia tidak tahu kalau dirinya sedang hamil. Maka dari itu untuk menghilangkan semua kenangan pahit, Daniel dan kedua orang tuanya sepakat tidak membahas masa lalu lagi. Tapi, kini ibunya sendirilah yang menceritakan semuanya tentang masa lalu di depan Hannah, istrinya.
Hannah mengernyit, ia tidak paham dengan obrolan anak dan Ibu di depannya ini. Tapi, ia tetap menjaga adabnya untuk tidak ingin ikut campur urusan orang lain. Sebab, Ibunya dulu mengajarinya seperti itu. Makanya Hannah tidak pernah mau tahu urusan orang lain, karena itu merupakan salah satu kunci hidup tenang menurut sang ibu.
"Hannah, nanti Daniel yang akan menceritakan semuanya. Sekarang kalian pergilah, nanti terlambat lagi."
"Kan pakai jet pribadi, Ma."
"Meskipun begitu, tidak boleh kamu membuang-buang waktu. Hannah, hati-hati ya, Sayang!" ujar Isabella sambil memeluk menantu kesayangannya itu.
"Sebenarnya Hannah atau aku yang menjadi anak Mama?" tanya Daniel manja.
"Anak nakal!" Ibu Daniel memukul lengan sang putra, ia juga mencubit nya.
"Anakku kalian berdua, yang satu anak kandung. Yang satunya lagi menantu yang sudah aku anggap anak. Baiklah anak-anak, hati-hati di jalan ya. Mama doakan kalian selamat sampai tujuan. Oh iya Niel, kalau sudah sampai hubungi Mama ya. Dan jangan lupa, jaga diri kalian, dan jaga cucu Mama oke?"
"Baik Ma!" jawab Daniel dan Hannah serempak.
"Sudah, sana pergi!" canda Isabella seraya mendorong tubuh Daniel pelan.
Daniel menggandeng tangan sang istri, dan menuntunnya pergi.
"Eliza, kau tahu anak-anak kita sepertinya sudah saling cinta. Hal itu terlihat jelas sekali, mereka begitu bahagia saat bersama. Eliza, aku akan membalas dendam pada mantan suamimu itu, sungguh tak akan aku biarkan dia bahagia." batin Isabella.
"Pedro! Jenny!" Panggil Isabella.
Ketika nama itu dipanggil, seorang pria berkacamata dan wanita kepang dua itu hadir menghadap Isabella. Mereka memberi hormat pada wanita paruh baya yang masih cantik tersebut.
"Aku ingin kalian lekas selidiki ayah Hannah. Lacak keberadaannya, jangan sampai lolos!"
"Baik Madam!"
"Pergilah!" Isabella mengibaskan tangannya, ia kemudian keluar dari kamar putra dan juga menantunya.
Sebuah panggilan masuk membuat ponselnya berbunyi, ia kemudian mengangkat panggilan tersebut.
? : "Mama, Daniel kemana? Kok tidak pernah membalas pesanku?"
Isabella:"Tolong jangan panggil aku Mama. Kamu bukan anakku, dan juga bukan menantuku. Tidak pantas memanggilku dengan sebutan itu."
Sofia :"Ma, bukankah aku ini calon menantumu? Kenapa Anda tega menanyakan hal yang membuatku terluka."
Isabella:"Baiklah, Daniel sedang ada perjalanan bisnis. Dia sudah pergi, sudah kan. Aku tutup dulu!"
Isabella memutuskan panggilannya secara sepihak. Ia kemudian duduk di kursi ruang keluarga, berusaha untuk menenangkan diri. Sebab, apapun tentang Sofia itu membuatnya kesal. Bisa-bisanya dulu ia begitu sangat mempercayai wanita itu, hingga pada akhirnya anaknya ditipu habis-habisan oleh wanita itu.
"Bodoh sekali aku, mengapa dulu aku begitu menyayangi anak itu. Sedangkan putri sahabatku hidup penuh tekanan dan penderitaan. Ya Tuhan, maafkan lah aku!" batin Isabella.
"Maria!"
"Iya Madam!"
"Tolong, ambilkan aku air minum. Rasanya haus sekali!"
"Baik Madam!"
Niel, tadi Sofia menghubungi Mama. Kamu kapan memutuskan pertunanganmu dengannya? Mama risih harus dihubungi olehnya.
Itulah pesan singkat Isabella pada putranya. Ia benar-benar kesal, putranya itu begitu bodoh. Padahal jelas-jelas bahwa ia memperingati putranya itu untuk menjauhi Sofia, dan memilih hidup dengan baik bersama Hannah. Ia yakin Hannah adalah wanita yang tepat untuk putranya, jadi ia meminta Daniel untuk segera putus hubungan dengan Sofia dan keluarganya. Ia muak, harus menjadi sapi perah keluarga tidak jelas itu.
"Tapi aku penasaran, selama 8 tahun ini aku tidak pernah tahu Ayah dan Ibu Sofia. Sebenarnya rahasia apa yang tengah dia sembunyikan?"
Bersambung...
nyatanya masih dimalam itu baru kenalan😆
tau tau udah lebih dari seminggu di apart Daniel,