Karena pengaruh obat, Atharya sampai menjadikan gadis desa sebagai pelampiasan nafsunya. Tanpa di sadari dia telah menghancurkan masa depan seorang gadis cantik, yaitu Hulya Ramadhani.
Akan kah Hulya ihklas menerima ini semua? Apakah Atharya akan bertanggung jawab?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Abaikan
DEG
Tangan Hulya tremor ketika mendapat chat dari nomor yang tak di kenalnya, mengirimkan photo Athar bersama Maira yang tengah berpelukan. Ia hapal betul baju yang dipakai suaminya tadi. Hulya yakin ini bukan editan.
Mamih Aleesya datang menghampiri menantunya sambil membawa buah buahan. "Sayang, ini di makan dulu. Hu_"
Tatapan mamih Aleesya berubah ketika melihat Hulya mematung yang serius menatap ponselnya. Ia mengintip apa yang Hulya lihat.
"Astaga Atharya!"
Hulya menoleh ke mertuanya, air matanya mengalir deras. Mertuanya membawa Hulya duduk. "Kita tunggu Athar pulang. Mamih mengerti perasaan mu nak." Lirih mamih Aleesya.
Papih Alarich dan Ray asistennya baru pulang, ia melihat menantunya menangis. "Ada apa Hulya? Kenapa menangis, mih?"
Mamih Aleesya memberikan ponsel Hulya pada suaminya. Mata papih Alarich membulat. Ia menahan amarahnya. Bisa bisanya Athar mengkhianati istrinya yang sedang hamil.
"Kita harus mendengarkan penjelasan Athar. Papih jangan emosi dulu, mamih mohon."
Akhirnya dengan bujukan istrinya, papih Alarich duduk dengan perasaan tak karuan. Ray di minta menyelidiki kenapa Maira dan Athar bisa bersama.
-
-
-
Setelah om Ethan datang Athar pamit dari sana. Ia membatalkan pergi ke tempat kerjanya. Karena ia sudah janji akan pulang siang mengajak istrinya jalan jalan.
Ketika Athar sampai rumah, dengan wajah tanpa dosanya ia tersenyum menghampiri istrinya yang duduk bersama orang tuanya.
Saat Athar akan mencium kening istrinya itu, Hulya segera menghindar dan memalingkan wajahnya. "Kamu kenapa sayang?"
Raut wajah papih Alarich dan mamih Aleesya sudah tak bersahabat. Ponsel Hulya di lempar ke muka Athar oleh papih Alarich.
"Kenapa sih pih?"
"Buka ponsel Hulya!"
Athar segera membuka ponsel istrinya. Betapa terkejutnya Athar mendapati photo dirinya dan Maira tengah berpelukan. Ia menatap satu persatu. Pandangannya terhenti pada istrinya.
"Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, kamu salah paham, aku memang di_"
"Cukup mas! Pulangkan aku ke rumah orang tuaku!"
DEG
"Hulya, lebih baik kalian bicara baik baik. Athar bawa istrimu ke kamar. Selesaikan secara dewasa. Sebagai suami kamu harus jujur ingat janji kamu, bahwa kamu tidak akan pernah menyakiti Hulya." ucap mamih Aleesya.
Athar segera membawa Hulya ke kamar. Di dalam kamar Hulya masih menangis. Athar berjongkok dan memegang kaki istrinya.
"Sayang aku minta maaf, tadi aku_" Athar menceritakan apa yang terjadi dengan jujur tanpa ada yang terlewat.
Hulya mendengarkan tanpa menatap wajah suaminya. Ketika Athar ingin memeluknya, Hulya menghindar dan menghempaskannya.
"Maaf mas, aku tidak sudi di sentuh. Kamu sudah memeluk Maira, itu sama saja kamu sudah mengkhianati pernikahan kita! Aku benci kamu, mas. Apapun alasannya, tak sepantasnya mas memeluk Maira."
GLEG
Ucapan Hulya membuat hati Atharya tertampar. Tubuhnya menegang. Hatinya sakit. Ternyata sikapnya terhadap Maira membuat istrinya membencinya.
Hulya berdiri dan berjalan ke arah lemari baju. Ia menurunkan koper dan membuka pintu lemari baju.
Namun tangan Athar menahannya. Hulya menoleh ke arah suaminya.
"Biarkan aku pergi mas. Cintamu untuk Maira masih ada. Aku tidak akan menghalangi mas dan Maira. Meskipun aku berusaha sekuat tenaga supaya mas berada di sisiku. Tapi itu semua sia-sia mas. Mungkin jodoh kita sampai di sini." Ucap Hulya dengan bibir yang bergetar.
"Enggak sayang! Jangan pergi aku mohon! Aku harus apa biar kamu enggak pergi?"
Athar terus memohon supaya Hulya tak meninggalkannya. Ia bahkan berlutut dan menampar pipinya sendiri.
Tangis Hulya semakin pecah. Saat melihat suaminya yang sudah seperti orang gila. Athar menampar pipinya sendiri terus menerus hingga sudut bibirnya mengeluarkan cairan merah.
"Aku salah aku salah aku salah_" Athar terus menyebutkan kata itu sambil menampar pipinya sendiri. Tangan Hulya menahan tangan suaminya.
"Cukup mas, sudah sudah! Jangan seperti ini hiks hiks hiks...! Jangan mas..." Hulya berjongkok mensejajarkan dirinya dengan suaminya.
"Jangan tinggalkan aku sayang!"
"Beri aku waktu memaafkan mu mas."
Hulya berdiri dan menyimpan lagi kopernya. Ia meninggalkan suaminya yang masih berlutut. Athar berdiri dan mengikuti kemana istrinya pergi.
Ternyata Hulya merebahkan dirinya ke kasur dan memunggungi suaminya. Namun ketika Athar ingin memeluk istrinya, Hulya menolaknya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan mas yang sudah memeluk wanita lain! Biar waktu yang menyembuhkan luka hatiku mas." Lirih Hulya.
Air mata Athar mengalir deras. Ia tak menyangka jika akibatnya akan fatal. Seharusnya ia menolak waktu Maira ingin memeluknya. Namun semuanya sudah terlanjur.
Hulya menaruh guling di tengah sebagai pembatas dirinya dan suaminya. Ia sangat mencintai suaminya, namun ia juga membencinya. Bayang bayang suaminya yang memeluk Maira masih terekam jelas di benaknya.
Athar menjambak rambutnya frustasi. Ia berjalan lunglay berganti baju dan tidur di samping istrinya. Ia menoleh istrinya yang rupanya sudah tertidur pulas.
"Maafkan aku sayang... Jangan abaikan aku!" Lirih Athar yang mengecup kening Hulya.
-
-
-
Sejak kejadian tempo hari, Hulya bersikap sangat cuek pada suaminya. Ia melayani suaminya namun ia masih tak mau di sentuh.
Seperti pagi ini, Hulya menyiapkan baju kerja suaminya. Karena hari ini suaminya akan mulai bekerja di kantor bersama papih dan opahnya.
Tanpa bicara sepatah kata pun, Hulya juga menyiapkan sepatu dan kaos kaki suaminya. Athar menatap istrinya dengan tatapan sendu. Tidak ada lagi wajah ceria istrinya.
Selesai menyiapkan kebutuhan suaminya, Hulya keluar kamar. Ia pergi ke dapur menyiapkan bekal makanan untuk suaminya.
"Aku merindukan mu sayang, maafkan aku sayang." Gumam Athar sambil menatap kepergian istrinya keluar kamar.
Dengan lesu, Athar bersiap siap akan berangkat ke kantor hari ini bersama papihnya. Opah Arya sudah menunggu di kantor.
Ketika sarapan pagi, Hulya memberikan tas bekal pada suaminya di hadapan mertuanya, tanpa bicara. Athar menerimanya dan mencoba tersenyum pada istrinya.
Ketegangan di meja makan begitu terasa. Meskipun Athar melakukan kesalahan, Hulya tetap melayani kebutuhan suaminya. Ia mengalaskan makanan ke piring suaminya dan membuatkan jus apel seperti biasa.
Orang tua Atharya saling menatap. Mereka tahu jika Hulya masih marah pada anaknya. Namun mereka enggan ikut campur.
"Onty.... Yaya...!"
Semua yang ada meja makan menoleh, ternyata keponakan Athar, yaitu Ellea dan Shaka baru datang. "Jangan lari lari nak, nanti jatuh." Ucap Zena, kakak iparnya Athar.
Senyum Hulya terbit menyambut anak cantik itu. "Sini sayang, makan sama onty yah. Eeaa mau makan apa?"
"Mau...eum apa yah? Ayam adda."
Zena dan Athala menyalami orang tuanya, lalu pada Anna dan Athar. Begitu pun Hulya.
"Jadi kamu serius mau bekerja di kantor?" Tanya Athala pada Athar.
"Iya kak mulai hari ini. Bantu aku ya kak, aku enggak ngerti." Ucap Athar datar.
"Hahaha gampang, yang penting kamu serius pasti kakak bantu."
Mamih Aleesya menyuruh anak dan menantunya yang baru datang untuk makan bersama sebelum ke kantor.
Zena menanyakan kehamilan Hulya. "Alhamdulillah baik kak."
"Alhamdulillah, aku mau ajak kamu jalan bareng anak anak boleh kan sama Athar?" Tanya Zena.
"Boleh!" Jawab Athar singkat.
Athar mengangguk pelan, padahal Hulya belum ijin padanya. Zena dan Athala saling tatap, begitu pun orang tua mereka.
Mamih Aleesya akan menemani menantu dan cucu cucunya bermain ke mall. Di tengah Hulya sedang menyuapi Ellea, tak lama Athar pamit. Athala dan papih Alarich sudah duluan ke mobil.
Athar berdiri dan mencium pucuk kepala istrinya. Hulya memalingkan wajahnya dan menahan perasaannya.
"Mas pergi dulu yah. Hati hati nanti di sana. Mih, kak, Athar titip Hulya yah." Lirih Athar.
Namun Hulya sama sekali tak menoleh pada suaminya. Ia menyibukkan dirinya dengan Ellea. Tangan mamih Aleesya mengusap punggung menantunya itu. Ia tahu betapa hancurnya perasaan Hulya saat ini.