Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ngadu
“Mau beli sesuatu dulu nggak? Makanan atau apa pun yang lo mau gue turutin.” Basa basi Shaka pada gadis berseragam putih abu yang masih terus menampilkan ekspresi wajah datar.
“Minimalnya lo ngomong dong, Deev! Gue tuh jadi bingung kalo lo diem terus.’’ Deeva masih tak bergeming.
‘’Ya udah lah kalo nggak mau ngomong, terserah. Gue udah bad mood hari ini malah lo kayak gini, bikin gue tambah pusing aja.”
Seperti biasa Deeva hanya melihatnya sekilas sambil memicingkan matanya, sebal. Andai ada sanak saudara lain dari keluarganya di kota ini, sudah dipastikan ia akan pergi kesana. Dari pada tinggal dengan orang yang benar-benar tak bisa diandalkan. Bisanya hanya marah-marah terus.
Sampai mobil putih itu sampai di halaman rumah dengan nuansa mewah namun klasik Deeva benar-benar tak bicara sepata kata pun. Deeva dengan cepat turun dan pergi ke dalam rumah, meninggalkan Shaka begitu saja.
Shaka yang baru keluar dari mobil reflek menutup pintu mobilnya dengan keras, ‘’kepala batu banget jadi anak!’’ gerutunya.
‘’Ini juga orang satu! Nggak punya kerjaan apa terus-terusan nelpon gue!’’ satu panggilan dari nomor baru disusul banyak pesan. Shaka segera memblokirnya. Ingin mematikan ponselnya tapi takut orang kantor atau relasi menghubunginya.
Shaka masuk ke dalam rumah sambil membawa tas Deeva, ‘’Bi Sumi, aku minta tolong anterin tas Deeva. Tanya juga dia mau makan apa, dari tadi belum makan.’’ Ucapnya seraya memberikan tas Deeva.
Bi Sumi menerima tas Deeva, ‘’Baik, Mas. Bibi anterin sekarang. Kalo Mas Shaka mau makan malam apa? Biar sekalian bibi siapkan.”
“Terserah Bibi saja. Aku suka semua masakan Bibi.’’ Jawab Shaka. Sejak dulu Shaka memang tak rewel soal makanan, ia makan apapun yang disiapkan Bi Sumi.
‘’Yang penting pastikan Deeva makan saja dulu, Bi. Dia harus makan sekarang, jangan nunggu malam.’’ Lanjutnya.
‘’Siap, Mas.’’
Shaka pergi ke taman belakang mencari hewan kesayangannya. Mungkin karena ia tak pulang seperti biasanya jadi kucing hitam itu tak menyambutnya di halaman rumah. Ya, hari ini ia pulang satu jam lebih awal dari pada biasanya demi mengantar Deeva.
Seperti para pecinta kucing lainnya setiap pulang yang dicarinya selalu hewan peliharaan, begitu pun dengan Shaka. Dia segera menghampiri kucing hitam yang sedang tidur. Dielusnya Kopoy, kucing itu langsung bangun dan menempel pada Shaka.
Shaka mengelus Kopoy berulang kali, ia lantas mengambil pakan kucing dan memberikannya pada Kopoy. Hewan hitam itu memakannya dengan patuh dan tampak senang.
‘’Kalo aja ngurus Deeva kayak ngurus Kopoy, gue nggak bakal pusing.’’ Gumamnya.
‘’Pinter.’’ Pujinya pada Kopoy yang makan dengan baik.
‘’Lo harus kayak gini terus Poy, jangan kayak si Deeva, mumet pala gue mikirin dia.’’ Ucap Shaka lirih sambil terus membelai kucing kesayangannya.
Saat Shaka masih menikmati waktunya bersama Kopoy, tiba-tiba Bi Sumi menghampirinya. ‘’Mas, kamar Mba Deeva di kunci jadi Bibi tidak bisa masuk. Tasnya Bibi taruh di depan kamar. Sudah Bibi tanyakan mau dimasakan apa? tapi Mba Deeva bilang tidak ingin makan.’’ Jelas Bi Sumi.
Ck! Shaka berdecak lirih dan beranjak berdiri, ‘’Ya Bi, terimakasih. Biar aku saja yang bujuk Deeva. Bibi siapin makanan saja.’’
Shaka pergi menuju kamar Deeva, si Kopoy pun dengan setia mengikutinya. Sesekali kucing hitam itu berjalan mendahului Shaka.
Tok! Tok! Tok!
Berulang kali Shaka mengetuk pintu tapi tak ada jawaban sama sekali dari dalam. Seolah membantu majikannya, Kopoy juga ikut meang meong di depan kamar Deeva.
‘’Deev, buka pintunya!’’
‘’Lo kenapa sih gini amat!”
“Lo kalo ngambek sama gue silahkan aja, tapi seenggaknya makan dulu.’’ Bukan lagi mengetuk pintu dengan tenang, kini Shaka malah menggedor pintu kamar Deeva.
“Lo kalo nggak makan ntar sakit. Kalo lo sakit ntar gue juga yang repot!”
“Kerjaan gue banyak, Deev! Bukan Cuma ngurusin lo doang.”
“Terserah lo dah, gue cape!” pungkas Shaka sebelum pergi.
Di dalam kamar Deeva hanya me de sah kesal, ‘’dasar nggak peka.’’ Cibirnya.
‘’Lo denger sendiri kan, Sa? Calon suami pilihan mama gue demen banget marah-marah.” Sejak masuk ke kamar tadi, Deeva memang langsung menghubungi sahabatnya, Elisa.
‘’Belum seminggu gue di sini udah muak banget, Sa. Itu orang dua hari ini kerjanya marah-marah terus. Kena omel terus gue, Sa.’’
Elisa yang kini berada di provinsi yang berbeda dengan dirinya bukan iba justru tertawa mendengar curhatan Deeva. ‘’Lo dulu dicuekin Dirga, dimarahin juga malah makin ngejar. Bela-belain masuk OSIS segala, masa baru dimarahin mas-mas Jogja dua hari aja udah ngedumel Deev?’’
“Jangan dibandingin sama Dirga lah, jauh. Kalo sama Dirga kan karena gue suka, kalo yang ini tau dah sumbu pendek banget, gila.’’ Terang Deeva.
‘’Pokoknya gue cape banget, Sa. Cape hate!’’ Deeva menceritakan semua yang ia alami selama dua hari ke belakang.
‘’Pengen ngadu ke Mama tapi takut Mama jadi kepikiran mana lagi jauh.’’
‘’Btw makasih yah udah mau dengerin gue. Disini nggak ada yang mau dengerin gue, Sa.’’ Cukup lama Deeva menghabiskan waktu di telepon.
Di lantai bawah pun hal yang sama sedang dilakukan oleh Shaka. Meskipun marah-marah ia tetap kepikiran bagaimana caranya berdamai dengan gadis di lantai dua yang ia anggap sangat labil, ngambekan.
‘’Sumpah Karet, pala gue rasanya mendidih ini. Pusing banget ngurus bocil satu. Kayak mau meledak.” Shaka mengadu pada Kakaknya, Aretha.
‘’Bisa cepet tua gue kalo kayak gini caranya. E dan banget itu bocah.’’ Lanjutnya setelah menceritakan kejadian beberapa hari kebelakang. Tentu saja dengan sudut pandangnya sebagai korban kenakalan Deeva di sekolah hingga dia harus mondar mandir kantor dan sekolahan.
Shaka berharap Retha akan membelanya, tapi perempuan yang akrab ia panggil Karet itu justru menceramahinya habis-habisan.
‘’Cewek umur segitu lo marah-marahin, Shak? Udah nggak waras lo yah!”
“Apa tadi lo bilang? Lo cape ngurus dia?’’
‘’Emang lo ngurusin dia gimana hah? Cuma antar jemput sekolah kan? lo marahin dia Cuma gara-gara makan kue? Lo marahin dia gara-gara ngambil buket kiriman?”
“Dia nggak tau apa-apa Shak. Dia nggak tau kenapa kue sama itu buket terlarang. Udah gitu itu bocah nggak lo kasih makan!’’
‘’Terus hari ini lo marahin gara-gara dia berantem di sekolah? Lo tanya nggak kenapa dia bisa berantem? Lo tanya nggak keadaan dia setelah itu hm?’’
Shaka hanya terdiam mendengar ocehan kakaknya. Setiap kata yang keluar dari ponsel itu terdengar menusuk, menyakitkan.
‘’Shak...’’ suara nyerocos dari seberang sana terdengar lebih lembut kali ini.
‘’Coba lo pikir, di Jogja dia Cuma punya siapa? Cuma punya lo, Shak.”
“Lo satu-satunya keluarga dia sekarang, ibunya jauh.’’
‘’Coba lo bayangin kalo lo yang jadi dia. Di tempat baru jauh dari keluarga, terus satu-satunya orang yang diharepin bisa ngelindungin malah terus-terusan marah-marah nggak jelas.”
“Nggak waras lo, Shak!”
“Dah lah, gue juga mau masak buat makan malem. Lo pikir baik-baik deh, jangan gara-gara dia pulang, lo kesel terus kekeselan lo itu dilampisin ke Deeva.” Pungkas Retha yang mengakhiri panggilan tanpa menunggu respon adiknya.
Shaka merebahkan tubuhnya di ranjang, ditatapnya langit-langit berwarna putih sambil merenung. ‘’sejahat itu gue?’’ ucapnya lirih.
Meooong....Suara Kopoy seolah mengiyakan ucapannya.
Shaka mengelus kucing hitam itu, ‘’gue udah salah yah, Poy?”
.
.
.
Agak lain Mas Shaka ini, kucing aja dia ajak ngomong.
Btw Kakak Retha disini udah waras yah? Dewasa banget kayaknya wkwkwkwk.
Buat kalian yang belum baca kisah kakanya Shaka boleh mampir ke novel aku “BE MY WIFE’’ aku jamin kalian bakal bengek abis-abisan disana wkwkwk
Jangan lupa like komennya banyakin yah guys.
Aku ya gitu seperti Deeva, malah tahan diem berhari-hari. mending diam, g nguras emosi.